Arvin mengguncang tubuh Nara mencoba membangunkannya, “Nara! Woy! Bangun buruan! Rumah lo dimana? HP lo dimana, hah? Biar gue telepon keluarga lo suruh jemput! Woy!” Berulang kali Arvin mencoba membangunkannya, namun gagal. Nara hanya menggeliat kemudian tertidur kembali.
“HP nya udah aku buang.” Jawab Nara lemah. Matanya masih terpejam, kini dia bersandar tak beraturan ke kaca mobil.
“Hah? Gila lo! Lo buang HP lo gitu aja?” Arvin tidak percaya dengan kelakuan super aneh dari sekretarisnya itu. Dia langsung menggeledah saku dan tas selempang yang Nara bawa. Benar saja, Arvin tidak menemukan handphone Nara dimana-mana.
“Aku ga mau pulang.. Aku ga mau kerumah.. Nanti ada Reza.. Ga mau putus.” Katanya berualang-ulang kemudian terisak.
“Lah terus lo mau kemana?”
“Ga tau.. Aku ga mau pulang..”
Aaaaaaaaaaaargh!
Arvin benar-benar stress mendengarnya. Kenapa sih gadis ini malah mencarinya saat patah hati? Bukannya pulang dan menyelesaikan masalahnya saja? Arvin merasa sangat sial karena harus mengurus orang yang tak sadarkan diri ini.
“Tenang, Vin. Tenang.” Gumam Arvin pada dirinya sendiri. Dia menekan tombol panggilan di handphone-nya. Tak lama kemudian seseorang menerimanya.
“Halo, Bang. Tumben telepon gue. Ada apa?”
“Aji, lo tau alamat rumah Nara?”
“Hah?”
“Nara, sekretaris gue. Lo tau gak rumahnya dimana?”
“Eeemm.. Jaktim mungkin? Gue gak tau pastinya sih, Bang.”
“Kan lo HR, masa gak ada data soal alamat karyawan sih?”
“Ya ada sih. Tapi kan di database kantor.”
Arvin menutup teleponnya kesal, menghadapi Nara kembali yang terus berceloteh tidak jelas sambil terisak. Melihatnya seperti itu membuat Arvin merasa kasihan sekaligus sebal. Bisa-bisanya Nara menangisi laki-laki jelek dan mudah insecure seperti pacarnya itu. Tapi kalau sudah bucin, mau seperti apapun bentuk pasangannya, tetap saja pasti begitu dicintai.
“Lo malem ini nginep di apartemen gue aja ya? Gue ga tau rumah lo dimana jadi ga bisa nganterin lo pulang.” Ucap Arvin.
Mobil sudah terparkir di basemen penthouse-nya. Nara yang sejak tadi tertidur kemudian bangun. Matanya tidak bisa fokus, kepalanya pusing tak tertahankan, perutnya rasanya sangat tidak nyaman. Mungkin pengaruh minuman yang tadi diminumnya di bar.
HUEEEEKK
Tanpa aba-aba Nara muntah di dalam mobil, mengotori bajunya, dan jok mobil Arvin.
“WOOYYY! ANJIR!” Teriak Arvin kaget melihat Nara muntah di dalam mobil mahalnya “LO BENERAN KURANG AJAR YA SAMA ATASAN LO! SIALAAN!!” Arvin tidak tahu lagi harus mengumpat apa melihat kekecauan yang dibuat Nara.
“Ini bahan mahal anjir, bisa-bisanya lo muntah di mobil gue!” Arvin menjambak rambutnya sendiri dengan putus asa.
Nara kembali terkulai lemas di jok samping Arvin. Susah payah Arvin memindahkan Nara ke penthouse-nya. Membaringkan tubuh kecil itu di sofa. Sebenarnya Arvin ingin langsung saja membuang gadis itu saat muntah di mobilnya. Dia pusing dengan bau muntahan itu, menahan diri agar tidak muntah juga.
Segera Arvin membersihkan dirinya di toilet karena bajunya juga ikut terkena kotoran saat menggendong Nara. Kini dia telah mengenakan kaos nyaman dan celana jogger hitam. Sudah wangi dan bersih. Namun Nara masih berbaring di sofa. Bajunya masih basah dengan muntahannya sendiri.
Perasaannya gamang saat menatap Nara. Apakah dia harus membersihkan gadis itu atau membiarkannya? Handuk basah dan wadah kecil sudah berada ditangan Arvin, dengan berat hati dia memutuskan untuk membersihkan muka Nara. Dengan sabar dia mengelap wajah dan lehernya. Perasaan aneh menjalarinya saat melihat leher putih Nara.
Jika dilihat seksama, Nara memang menarik. Bukan tipe cantik bak model seperti yang sering Arvin kencani, melainkan cantik yang sederhana dan manis. Mungkin lebih tepatnya imut. Nara seperti tipe anak rumahan yang imut. Hidungnya yang mancung, bentuk alisnya yang lurus indah, bulu matanya yang panjang, dan garis bibirnya yang halus. Setiap hari Arvin melihat Nara dengan riasan penuh, namun kali ini saat dia tak mengenakan make up malah membuat Arvin terkesima sendiri. Dia lebih menyukai Nara tanpa make up.
Kaos biru muda polos yang dikenakan Nara basah dan dipenuhi muntahannya sendiri. Jika Nara terus mengenakan baju basah itu, dia akan masuk angin dan sakit. Arvin menatap baju tersebut. Menimbang apakah dia harus menggantinya? Itu artinya dia harus melepaskan kaos tersebut dari Nara. Dia berdeham canggung.
Nara membuka matanya, kemudian terduduk di sofa sambil mengucek mata. Arvin semakin canggung karena Nara melihatnya sedang menatap gadis itu sambil berjongkok di samping sofa. Tapi ternyata Nara tidak memedulikannya.
“Baju lo kotor. Lo harus ganti baju.” Kata Arvin, menyerahkan kaos dan celana bersih miliknya pada Nara.
Nara langsung membuka bajunya saat itu juga, melepaskan kaos biru mudanya ke atas kepala. Arvin benar-benar kaget ketika Nara melakukan itu. Tak menyangka dengan apa yang dilakukan oleh Nara dihadapannya. Kini Arvin menatap tubuh atas Nara yang hanya terbalut bra saja. Itupun basah karena muntahan menembus kaosnya hingga kesana.
“Basah.” Ucap Nara sambil melepas satu-satunya pakaian yang melindungi tubuhnya. Membuat dirinya terekspos di depan laki-laki asing. Entah apa yang dipikirkan Nara, atau sekarang dia memang tidak bisa berpikir sama sekali karena mabuk?
Arvin tidak bisa mengatur napasnya sendiri saat melihat benda indah menggantung bebas di dada Nara. Mengusik prajurit di antara kedua kakinya. Susah payah Arvin menelan ludahnya.
“Lo anj—“ Ucap Arvin panik dan ingin memaki, tapi terpotong karena Nara langsung memeluknya. Membuat wajahnya kini menempel pada aset penting dan rahasia milik Nara. Arvin gelagapan.
“Jangan tinggalin aku, Za.” Ucap Nara lirih kemudian terisak.
Tidak. Tidak.
Jangan seperti ini!
Dia bukan pacar Nara!!
Sulit sekali menjadi waras dan rasional disituasi seperti ini. Naluri Arvin tidak bisa berbohong. Prajuritnya sekarang sudah siap bertempur karena pelukan dan pemandangan yang menghebohkan ini. Nara melepaskan pelukannya. Namun justru posisi itu membuat Arvin makin terfokus pada hal yang membuatnya tergoda.
Tidak.
Arvin Jangan!
Kendalikan diri lo!
Berulang kali kalimat itu bergema dipikirannya, namun nyatanya Arvin kalah. Dia tidak bisa menghindar dari godaan besar yang ada dihadapannya. Nara benar-benar cantik, dia baru menyadarinya. Lekukan tubuhnya indah, dia juga baru menyadarinya. Selama ini Arvin selalu mengira tubuh gadis itu kurus tidak berisi dan tidak menyenangkan. Tidak seperti banyak perempuan yang mendekatinya. Arvin mengaku salah meremehkannya. Tubuhnya sangat amat indah, kulit pucat seperti susu yang baru kali ini Arvin lihat. Membuatnya hilang fokus.
Tangan Arvin merengkuh wajah Nara, mencium bibirnya dengan lembut. Gadis itu menghentikan tangisnya, tenggelam dalam sentuhan Arvin. Kini sentuhannya mulai menggapai bagian yang lain, merasakan kulit punggung Nara yang dingin dan halus, dan kedua aset Nara yang luar biasa. Arvin membatin, kenapa ada makhluk selembut ini? Nara seperti terbuat dari awan yang membuat perasaannya beterbangan kesana kemari.
Ini pertama kalinya bagi Arvin menyentuh seorang wanita. Semua gosip dan skandalnya yang tersebar diluar sana adalah bualan. Dia memang sering berpacaran dengan banyak wanita cantik, tapi tak pernah sekalipun menyentuh mereka seperti ini. Arvin ingin terus menyentuh Nara, melakukannya sepanjang malam. Kewarasannya kali ini tidak berjalan, hanya nafsu saja yang mengendalikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Ida Sriwidodo
Sampe disini aku paham kenapa sampe Arvin tergoda
Ternyata kesalahan bukan hanya dari Arvin tapi juga Nara! 😪😪
2023-07-23
0
Lailatul Hawa
oh my God,aku merinding disko 😲😲😲
2023-02-06
0
Ersa
nahan nafas 🤭
2023-01-08
0