Nara membawa setumpuk dokumen ke meja Arvin yang sudah dia revisi. Rasanya dia sangat ingin pulang, keadaannya sedang tidak baik-baik saja. Nara ingin bersikap professional tapi hati dan pikirannya tidak bisa fokus.
“Saya sudah revisi dokumen seperti yang Pak Arvin minta.” Ucap Nara tak bersemangat.
“Kenapa sih lo? Gue jadi ikutan badmood liat lo.”
“Pak Arvin, saya mau minta izin. Hari ini dan mungkin beberapa waktu kedepan saya tidak bisa bersikap professional atau mungkin melakukan kesalahan. Saya sedang tidak baik-baik saja dan sedang punya masalah. Saya mau minta Pak Arvin untuk tidak marah-marah atau memaki saya dulu.” Kata Nara menjelaskan keadaannya pada Arvin. Atasannya tersebut hanya mengerjap bingung dengan perkataan Nara dan tidak merespon apapun.
“Saya permisi kalau begitu.” Lanjut Nara canggung, dia langsung keluar ruangan tanpa menunggu balasan Arvin.
Setelah Nara menghilang dari balik pintu, Arvin tertawa tak tertahan. Melihat tingkah sekretarisnya yang menurutnya sangat aneh dengan meminta untuk tidak dimarahi karena sedang ada masalah, kejujurannya membuat Arvin terpingkal. Bukan bermaksud tidak bersimpati, hanya saja Arvin baru sekali ini mendengar hal seperti itu.
“Aneh. Lucu banget.” Kata Arvin masih tidak bisa menghentikan tawanya.
Selama beberapa hari itu Arvin tidak menganggu dan terlalu sensitif dengan kesalahan-kesalahan yang dibuat sekretarisnya. Arvin terkadang hanya mendengus kesal dan memilih diam, meskipun mulutnya sangat ingin berkomentar. Diam-diam Arvin memperhatikan tingkah Nara yang semakin hari bukannya membaik malah sepertinya bertambah parah. Dia sering melihatnya menumpahkan air atau kopi saat menyajikan padanya, matanya sering merah dan bengkak karena menangis, melamun saat meeting hingga lupa mencatat memo, atau beberapa kali Arvin harus menyelamatkannya dari kecerobohannya yang jatuh menabrak orang-orang yang berpapasan. Sekretarisnya ini memang tidak bisa diharapkan.
“Nih.” Kata Arvin sambil menaruh sebuah tiket di meja Nara saat akan pulang “Biar lo gak bengong terus. Lo belum pernah kan ke acara musik? Besok gue manggung. Siapa tau aja lo mau liat, ngurangin beban pikiran lo.”
Nara melihat tiket yang Arvin berikan. Tercetak nama band yang akan tampil di kertas tersebut. Fortunata. Tumben atasannya itu sangat peduli dengan perasaannya. Memang Nara mengakui akhir-akhir ini Arvin tidak terlalu menyebalkan. Sekarang dia jarang memarahi Nara dan lebih tenang. Pekerjaannya pun lebih cepat selesai. Apa mungkin karena Nara beberapa waktu lalu mengatakan dia sedang ada masalah dan meminta Arvin untuk berhenti memarahinya? Mungkin sebenarnya Arvin tidak seburuk yang Nara duga, dia bisa bersimpati pada orang lain seperti sekarang.
...****************...
Hari libur Nara hanya berdiam diri di rumah, padahal biasanya dia pergi lari pagi dengan Reza kemudian berbelanja makanan dan cemilan. Mereka akan mengobrol sampai siang, baru kemudian pulang. Atau sorenya Reza akan menjemputnya untuk berkeliling mencari makanan dipinggir jalan. Hubungan mereka sederhana, hangat, dan nyaman menurut Nara. Dia tidak meminta kemewahan apapun dari pacarnya, hanya waktu bersama dan saling menyayangi seperti yang telah mereka lakukan 5 tahun terakhir ini.
Tidak butuh rumah besar, mobil mewah, perhiasan, dan baju yang cantik. Nara hanya membutuhkan Reza ada disampingnya. Kalaupun Reza tak bisa memenuhi kebutuhannya, Nara sangat mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua. Mungkin memang perspektif tentang hubungan mereka sangat berbeda. Hingga sekarang keduanya belum menemukan titik tengahnya. Reza yang sangat realistis dan Nara yang penuh dengan cinta dan selalu mengandalkan perasaannya.
Baru kali ini dalam 5 tahun mereka merasakan kerikil dan perbedaan sudut pandang seperti ini, dan juga untuk pertama kalinya mereka tidak saling berkomunikasi selama ini. 2 minggu berlalu dan tak ada satupun pesan yang sampai ke ponselnya. Haruskah Nara yang meminta maaf terlebih dahulu dan menyetujui ide gila Reza untuk mengundur pernikahannya?
“Tumben gak jalan-jalan sama Reza. Kenapa?” Tanya Ibu dari ambang pintu, melihat anak gadisnya hanya berbaring dan bermalas-malasan di kamar.
“Lagi sibuk sama kerjaannya.” Jawab Nara asal. Hingga saat ini Nara belum menceritakan pada orang tuanya tentang pertengkarannya dengan Reza, atau tentang pemutusan kerja dan idenya untuk mengundur hari pernikahan. Dia tidak tahu bagaimana harus mengatakan ini pada orang tuanya.
“Oh. Ya udah kamu juga istirahat. Sabtu minggu tuh harusnya dipake istirahat aja di rumah, kan kerjaan kamu capek harus berhadapan sama bos-bos petinggi perusahaan.”Kata ibunya lagi.
Bos? Iya, Nara harus berhadapan dengan bos setiap hari. Menghadapi Arvin yang kadang mulutnya sangat pedas itu memang bukan pekerjaan yang mudah. Sangat melelahkan untuk Nara. Tapi akhir-akhir ini Arvin cukup baik. Dia tidak ingin complain apapun tentangnya. Bahkan dia juga memberikannya tiket menonton band-nya manggung kemarin.
Tunggu!
Arvin memberikannya tiket untuk melihatnya tampil. Hari ini. Nara belum pernah ke acara seperti itu sebelumnya. Sebenarnya Nara sangat penasaran, apalagi dia pernah melihat Arvin memainkan musik meskipun hanya sebentar. Kalau melihat dari kejauhan dan tidak dalam keadaan sedang bekerja, Nara sebenarnya tidak keberatan melihat Arvin. Apakah dia harus datang? Lagipula hari ini dia tidak punya kegiatan apa-apa dan hatinya sedang sangat kacau. Nara butuh hiburan, butuh suasana baru untuk membuatnya lupa tentang masalahnya dengan Reza.
***
Seorang laki-laki bertubuh besar dan berotot berjaga di depan Groove Bar, memeriksa tiket yang Nara berikan. Baru kali ini dia berada di tempat seperti ini, tempat cukup mewah berlantai 2 dengan dominasi warna kayu memberikan kesan klasik dan nyaman. Nara bisa melihat banyak display minuman beralkohol di bar, berjejer dengan rapi. Terpikir untuk memesannya untuk meredakan kekacauan di kepalanya, namun Nara tidak pernah berani meminum minuman tersebut. Meja dan kursi tinggi sudah mulai penuh diisi penonton. Nara mengisi salah satu meja yang kosong, memesan jus. Memang dari dulu Nara sangat cupu.
Seorang laki-laki naik ke panggung, menyambut dan bercanda dengan para penonton yang sudah datang. Nara cukup kaget karena banyak sekali yang nantikan dan menonton band Fortunata ini. Apakah sebenarnya band ini cukup terkenal? Nara tidak pernah tahu tentang hal-hal seperti ini. MC berteriak untuk memanggil dan menyambut Fortunata ke atas panggung. Suara riuh terdengar hingga bergemuruh.
5 orang naik ke panggung. Nara bisa langsung mengenali Arvin meskipun dari kejauhan. Arvin yang sama seperti yang dilihatnya setiap hari di kantor, namun rasanya sangat berbeda. Laki-laki itu tampak sangat riang dengan senyum yang tak pernah meninggalkan bibirnya. Arvin mengenakan kaos putih, kemeja flannel berwarna biru muda yang dia biarkan terbuka, celana jeans biru, rambut lurusnya bebas teruarai tanpa ditata, memegang gitar elektrik Ibanez berwarna jelaga, semua itu membuat Nara tidak bisa mengalihkan pandangannya. Arvin benar-benar keren. Sangat keren. Perasaan aneh baru saja masuk ke hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
anggit
arvin macho bgt
2022-12-29
0
✨️ɛ.
kalo dlm bahasa cewe, "lucu banget" itu pertanda suka ama sesuatu..
or seseorang.. 😏
2022-11-21
2
Diah Ani Pratiwi
😘🥰😍🤩
2022-09-06
0