“Kok lo belum beresin kardus-kardus di ruangan gue sih?” Kata Arvin disambungan telepon.
“Kan Pak Arvin yang suruh saya cek dokumen persetujuan untuk tim accounting dulu.” Balas Nara.
“Ck.. Ya udah buruan beresin kerjaan lo, terus angkutin lagi kardus-kardus di ruangan gue.”
Telepon dibanting tertutup. Nara menggertakan gigi dengan kesal. Sumpah Arvin benar-benar bos paling buruk yang pernah Nara temui.
Secepat mungkin Nara menyelesaikan pekerjaannya, fokusnya dia tumpahkan semua pada layar komputernya. Baru hari pertama bekerja saja, Arvin sudah berpuluh kali membuat Nara emosi. Dia harus mencari kelemahan bosnya itu agar dia tidak ditindas terus seperti ini. Nara jadi berharap Pak Candra segera pulih dan kembali bekerja. Supaya Arvin segera pergi dari perusahaan.
Nara masuk ke ruangan Arvin dengan senyum ramah dan profesionalnya. Menyortir kembali dokumen-dokumen yang masih tersisa di 2 lemari besar. Sepertinya dia bisa lembur mengerjakan semua ini sendirian.
“Lo lulusan mana?” Tanya Arvin tiba-tiba saat Nara sibuk menyortir dokumen.
“UI program vokasi administrasi perkantoran.”
“Kenapa pilih jurusan itu? Lo mau banget jadi sekretaris?”
“Karena jurusan itu menurut saya peluang kerjanya lebih tinggi dibandingkan jurusan lain. Bisa jadi staff admin, personalia, pegawai bank, costumer service atau yang lainnya. Saya cari jurusan yang peluang kerja dan kebutuhannya tinggi di bursa kerja. Biar saya setelah lulus bisa cepet dapat kerja.”
“Kenapa?”
“Yaa.. biar kerja. Dapat uang?” Jawab Nara bingung. Pasti konsep bekerja dan punya gaji tidak bisa dipahami oleh orang seperti Arvin, yang tanpa bekerja sekalipun tetap mendapatkan uang dari ayahnya.
“Ooh.. gue kirain lo ngebet banget pingin jadi sekretaris. Biar bisa deket sama petinggi di perusahaan.”
Nara diam tidak membalas perkataan Arvin yang aneh. Dia kembali sibuk dengan pekerjaannya. Hening diantara mereka.
“Sekretaris biasanya banyak yang akhirnya jadi simpanan bosnya.” Ungkap Arvin tiba-tiba.
“Saya gak tertarik jadi simpanan bos. Sudah saya bilang saya sudah tunangan. Tahun ini saya akan menikah.”
Arvin tertawa, “Ya bagus deh. Kawin aja biar ga jadi simpanan bos.”
Mereka kembali fokus bekerja. Melewatkan beberapa jam dengan saling diam diruangan yang sama. Hingga akhirnya malam tiba. Nara sudah menyelesaikan pekerjaannya menyortir dokumen. Semua kardus berisi barang-barang Candra sudah disingkirkan ke gudang.
Setelah semuanya selesai, Nara berpamitan pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Dia tidak menyangka akan lembur hari ini. Punggungnya terasa pegal. Saat turun ke lobby, Nara memberitahukan pacarnya lewat chat kalau dia baru saja selesai bekerja. Nara ingin sekali Reza menjemputnya, tapi pacarnya juga masih tertahan dikantor karena lembur.
Suara klakson motor mengagetkan Nara yang sedang berdiri di luar lobby perusahaan. Arvin berhenti tepat dihadapan Nara yang sedang sibuk membalas pesan pacarnya.
“Lo pulang kemana? Gua anterin.” Kata Arvin menawarkan.
Nara menatap bosnya yang mengendarai moge. Lengkap dengan helm full face dan jaket leather. Sekilas dia seperti seorang aktor untuk peran-peran badboy. Tapi di dunia nyata, Arvin juga memang seperti badboy. Berdasarkan gosip yang beredar, dia sombong, durhaka pada orang tua, dan hobi bermain perempuan. Meskipun yang baru bisa Nara buktikan hanya dua saja, sombong dan durhaka. Arvin bahkan tidak mengunjungi ayahnya di rumah sakit saat ayahnya harus menjalani operasi.
“Saya gak naik motor, Pak.” Ucap Nara ragu. Pertama karena dia tidak ingin diantar oleh Arvin. Kedua karena dia mengendarai moge yang membuat Nara kesulitan untuk naik kendaraan tersebut.
“Kenapa?”
“Saya pake rok. Saya gak nyaman naik motor kalau pake rok. Nanti saya naik Transjakarta aja.”
Arvin menatap Nara sejenak. Dia mengenakan rok span selutut yang pas di badannya yang ramping. Jelas dia akan kesulitan naik motornya dan mungkin kurang aman juga.
“Ya udah gue duluan.”
“Silakan. Hati-hati, Pak.”
Arvin kemudian melaju bersama motornya meninggalkan perusahaan. Menembus malam untuk pulang ke penthouse-nya.
****
Arvin terdiam ragu sejenak di parkiran, dia hari ini bingung mau mengendarai apa ke kantor. Setelah lama berpikir, akhirnya Arvin masuk ke mobil Lexus LS Hybrid-nya. Mobil berwarna obsidian itu meluncur ke jalanan. Suasana hati Arvin lumayan bagus pagi ini, ditemani musik dari Bryan Adams sepanjang perjalanan.
Pukul 8.50 Arvin sudah memasuki halaman Aditama Corp, mengantri masuk di depan lobby tempat drop off kendaraan. Beberapa karyawan turun dari taksi dan mobil serta motor yang mengantarnya. Pemandangan di depan kemudian tertangkap mata Arvin, seseorang yang dikenalnya baru saja turun dari sepeda motor butut. Kini dia melepaslan helm-nya dan mengobrol sejenak sambil tersenyum pada si pengendara. Seiring lambaian tangannya, pengendara motor tersebut telah melaju kembali melanjutkan perjalanannya. Nara masih melambaikan tangan lama, bahkan setelah pemotor itu tidak terlihat oleh pandangan.
Arvin mendengus masam melihat pemandangan tersebut. Kemarin Nara tidak mau diantar menggunakan motor, sekarang dia malah berangkat menggunakan motor butut. Satpam membuka pintu mobil Arvin, kemudian memberi hormat dan mengucapkan selamat pagi dengan ramah. Kunci mobil sudah Arvin serahkan agar mobilnya bisa diparkirkan oleh satpam. Dengan langkah cepat, Arvin memasuki lobby dan berjalan menuju lift.
“Selamat pagi, Pak.” Sapa Nara yang juga sedang menunggu lift. Arvin hanya mengangguk. Pintu lift terbuka, hanya ada mereka berdua yang masuk kesana.
“Cowo lo jelek.” Kata Arvin tiba-tiba ditengah keheningan. Nara sangat kaget mendengarnya. Pasti Arvin melihatnya tadi saat dia diantar oleh Reza sehingga tahu tentang pacarnya.
“Menurut saya ganteng kok.”
“Kalau menurut pacarnya ganteng, tapi menurut orang lain jelek. Berarti penilaian lo subjektif. Fakta tetap dipegang sama orang yang ga punya penilaian subjektif.”
Terdengar bunyi berdenting sebelum lift berhenti. Pintu terbuka, Arvin cepat-cepat keluar dari lift. Disusul oleh Nara dibelakangnya yang menatap sebal punggung Arvin.
“Yang penting saya sayang sama dia, penilaian orang lain gak penting.” Balas Nara akhirnya.
Arvin menghentikan langkahnya kemudian berbalik menatap Nara. Dia tersenyum meremehkan sebelum berjalan kembali menuju ruangannya. Meninggalkan Nara dengan perasaan kesal yang luar biasa. Pagi-pagi bosnya itu sudah membuat mood-nya rusak dengan terang-terangan menghina pacarnya.
Memangnya kenapa kalau Reza tidak ganteng menurut orang lain? Bagi Nara, Reza adalah laki-laki impiannya. Orang yang sangat dia cintai. Dia sangat baik, perhatian, dan yang paling penting kelakuannya tidak sombong serta menyebalkan seperti Arvin.
Arvin memang sangat tampan, semua orang mengakuinya. Bahkan kedatangannya saja kemarin membuat keributan besar karena pesonanya yang luar biasa. Tapi menurut Nara semua ketampanan Arvin tertutupi oleh semua kelakuan minusnya. Semua hal pada diri Arvin tidak ada yang bagus, perilakunya ataupun kata-katanya.
Nara menyimpan tasnya di meja, kemudian duduk dan mengatur napas meredakan emosinya karena kata-kata Arvin. Dia kemudian membuka handphone-nya. Melihat foto-foto dirinya bersama reza pada galeri. Laki-laki itu tidak punya kekurangan apapun menurut Nara.
“Reza ganteng kok. Si Arvin aja yang matanya picek!” Ucapnya kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
May Keisya
gantengan Arvin😂😂
2023-02-01
0
May Keisya
mulutnya pedes bnr😂
2023-02-01
0
Ersa
mulut no filter filter 😂
2023-01-08
0