Tak ada balasan dari Lena ketika Nara terus mengirim update tentang kondisi Arvin. Padahal Lena adalah ibu Arvin. Kenapa dia sama sekali tidak peduli padanya? Saat Candra tiba-tiba pingsan saat memimpin rapat karena ada masalah dengan jantungnya, Lena langsung datang ke rumah sakit dengan sangat panik. Tapi kali ini berbeda. Arvin seakan ditinggalkan oleh keluarganya sendiri. Kedua kakaknya pun tak pernah menjenguknya. Sebenarnya ada apa dengan keluarga mereka?
“Anjir.. Gue jadi jelek gini.” Gumam Arvin saat melihat wajahnya yang memerah dan sedikit bengkak di cermin kecil milik Nara. “Gue gak akan ke kantor sampe wajah gue baikan.” Lanjutnya.
“Tapi kondisi Pak Arv—“ Kata Nara, kemudian tatapan tajam Arvin layangkan ke gadis itu karena menyebutnya dengan sebutan bapak. “Saya gak mau!! Saya tetep bakal manggil Pak Arvin aja!” Sanggah Nara. Lidahnya tidak bisa menyesuaikan diri. Dia tidak bisa memanggil Arvin dengan sebutan namanya saja karena dia atasannya, mau bagaimanapun sikapnya.
Arvin hanya menghela napas, kemudian tidak memedulikannya lagi.
“Kondisi Pak Arvin menurut dokter tidak parah, sebaiknya besok Pak Arvin bisa langsung masuk kerja.”
“Lo gak lihat muka gue jadi jelek gini banyak tanda kemerahannya? Lo kenapa sih nyuruh gue kerja kerja kerja terus? Lo turunan penjajah?” Tanya Arvin kesal.
“Itu kan gak ganggu aktivitas. Besok ada internal meeting sama orang finance buat bahas anggaran kuartal 2 tahun ini, ada dokumen kerjasama untuk 3 perusahaan yang perlu di review, ada 10 file persetujuan dan internal memo yang harus diper—“
“Stop!” Potong Arvin. “Gue gak suka kalau diliatin orang pas muka gue jelek. Pokoknya besok gue istirahat sampe muka gue baikan.” Lanjut Arvin.
Baru kemarin Nara sangat simpati pada atasannya ini. Karena dia tiba-tiba sakit dan tak ada yang menemaninya dirawat, tapi sekarang perasaan sebal muncul lagi. Arvin benar-benar manusia yang tidak bisa diberi kebaikan hati. Nara mengerucutkan bibirnya dan cemberut melihat Arvin masih mengomel tentang wajahnya yang kemerahan dan bengkak.
Dokter sudah mengizinkan Arvin pulang sore ini. Nara sudah mempersiapkan kepulangannya dengan memanggil supir kantor untuk menjemput Arvin dengan mobil yang dia tinggalkan di kantor kemarin. Nara juga sudah menjelaskan apa saja obat yang harus Arvin minum.
“Saya nanti hubungi terus Pak Arvin untuk beberapa kerjaan yang pending. Tolong standby ya, Pak.” Ucap Nara mengantar Arvin naik mobil di depan lobby rumah sakit.
“Lo gak ikut gue? Pulang sama siapa lo?” Tanya Arvin ketika Nara tak ikut naik ke mobil.
“Pacar saya jemput.”
“Oh.”
Saat mobil melaju, Arvin menoleh ke belakang mobil yang dia tumpangi. Motor butut dan pacar Nara sudah menjemputnya. Nara berlari kecil menghampiri, kemudian tersenyum sambil memakai helm.
***
Tidak sesuai janji, Arvin seharian tidak bisa dihubungi. Handphone-nya mati. Nara kelimpungan ketika harus menghadapi komplain dari banyak orang karena dokumen mereka tidak bisa Arvin periksa. Banyak juga yang menanyakan keputusan lanjutan dari Arvin menganai banyak hal yang sekarang tertunda.
Bel dibunyikan dengan kasar. Suara beruntun terdengar. Beberapa menit kemudian pintu terbuka, wajah malas Arvin terlihat dari kisi pintu yang terbuka sedikit.
“Kenapa Pak Arvin ga bisa dihubungi? Banyak hal penting yang tertunda gara-gara Pak Arvin ga angkat telepon atau balas chat saya.” Serang Nara kesal.
Arvin membuka pintu lebar kemudian berjalan masuk kembali ke penthouse-nya. Membaringkan diri di sofa. Dengan wajah bosan dia menekan tombol di remote kontrol untuk mengganti channel.
“Lo padahal punya kunci cadangan apartemen gue, kenapa susah-susah bunyiin bel sih? Berisik tau ga?” Keluh Arvin.
“Kenapa Pak Arvin seharian gak bisa dihubungi?” Serang Nara lagi.
“Gue tidur seharian.” Jawabnya tenang “Gue keitungnya masih sakit, lo kok ga ada pengertiannya sih ke atasan?”
“Alerginya gak separah itu sampe harus tidur seharian, kan?”
Arvin menatap tajam Nara, “Sembarangan kalau ngomong. Kalau gue bilang lagi sakit, ya lagi sakit.” Ucap Arvin geram.
“Ya udah. Pokoknya saya kesini bawa dokumen yang harus Pak Arvin tanda tangan dan periksa.” Kata Nara sambil menyimpan setumpuk dokumen di meja dekat sofa. Arvin menatap enggan. “Saya dapat komplain dari beberapa divisi yang butuh jawaban dan keputusan Pak Arvin hari ini.” Lanjutnya.
Arvin memejamkan mata sekilas sebelum bangun dari posisinya, duduk menghadapi tumpukan pekerjaan yang harus dia selesaikan.
“Pesenin gue makan. Dari pagi gue belum makan.” Titah Arvin sambil mengambil salah satu dokumen paling atas untuk diperiksa.
Nara menghela napas lelah, mengambil ponselnya dan membuka aplikasi ojek online “Pak Arvin mau makan apa? Pokoknya jangan request makanan aneh lagi.”
“Burger.”
Nara menunggu Arvin menyelesaikan pekerjaannya, sambil membereskan tempat tinggal Arvin yang seperti kapal pecah. Bukan karena baik hati, hanya saja Nara sangat risih melihatnya.
Beberapa kertas berceceran jatuh di bawah meja makan, gitar elektrik teronggok di kursinya. Gitar berwarna jelaga keluaran Ibanez melorot lesu disana. Nara berusaha menegakkannya agar tak terjatuh miring ke lantai.
“Pak Arvin main musik?” Tanya Nara Penasaran. Kertas yang berjatuhan sebagian adalah salinan lagu dan kunci gitar.
“Gue anak band.” Kata Arvin sambil terus terfokus pada pekerjaannya. “Kadang gue maen di bar, cafe atau kalau ada gigs kecil pas gue lagi suntuk.”
“Serius?”
“Lo emang liat gue kaya lagi dagelan?”
“Ngga sih.” Jawab Nara cepat. Dia tidak menyangka saja atasannya itu jago bermusik. Tapi mungkin bisa dipahami kenapa laki-laki ini terkesan badboy dan digilai wanita. Anak band dengan tampang seperti Arvin. Wanita mana yang akan menolak pesonanya?
“Udah. Gue udah selesai tanda tangan.”
“Besok Pak Arvin masuk kerja, kan?”
“Iyee bawel.”
Arvin berjalan menuju kulkas dan mengambil air putih dan meminumnya. Nara sibuk memunguti dokumen yang sudah selesai Arvin tanda tangani. Urusannya sudah selesai hari ini.
“Lo mau gue mainin sesuatu?” Tanya Arvin yang sekarang sudah duduk di kursi meja makan menggenggam gitarnya. “Request lagu apa gitu?” Lanjutnya lagi.
“Saya gak banyak denger lagu. Ke acara musik aja gak pernah.”
“Demi apa?” Kata Arvin sambil tertawa tidak percaya. Masih ada orang di Jakarta yang tidak pernah ke acara musik. “ Pensi pas SMA? Atau acara musik pas kuliah?”
“Ngga. Saya gak pernah ikut ke pensi atau ikut kegiatan mahasiswa.”
“Terus lo ngapain pas masih muda? Boring banget.”
“Belajar, magang, part time.”
“Oooh anak ambis. Bilang dong.” Ucap Arvin menyindir “Duduk! Gue liatin live kayak acara musik.” Lanjutnya.
Tangannya dengan terampil memainkan senar gitar, dengan pick gitar berwarna hijau neon menghasilkan suara yang menurut Nara sangat keren. Arvin hanya ingin membuat Nara terkesan saja, dengan sembarang dia memilih intro lagu Do I Wanna Know dari Arctic Monkeys, yang menurut pemula dan orang awam adalah salah satu intro paling seksi.
Nara terpaku melihat bagaimana Arvin bermain. Mengakui bahwa atasannya itu sangat amat super duper keren. Kaos hitam polos, jeans abu-abu, rambut yang agak berantakan, dan wajah yang ganteng, sekarang memainkan gitar dengan sangat piawai.
Gawat!
Nara dibuat terpesona lagi. Rasanya ingin mengabadikan momen itu dengan kamera handphone-nya. Arvin benar-benar terlihat seperti anak band yang pantas masuk televisi.
Handphone di tas Nara tiba-tiba berbunyi keras. Menghentikan fokus Nara dari permainan musik Arvin. Begitu pun dengan Arvin yang langsung menghentikan jemarinya dari senar gitar.
“Pacar saya udah jemput dibawah. Saya pamit pulang dulu ya, Pak.” Kata Nara setelah mengangkat telepon dari Reza.
“Hmmm.”
Kekecewaan tergaris diwajah Arvin. Baru saja dia tebar pesona, sudah diganggu. Nara sudah pergi keluar penthouse, membawa semua pekerjaannya. Arvin dengan masam kemudian menjatuhkan dirinya diatas sofa lagi. Memencet remote kontrol tak karuan entah mencari tontonan apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
May Keisya
tebar pesona baru setengah terputus🤣
2023-11-04
0
Ida Sriwidodo
Hm.. keliatannya dari awal Arvin memang sudah mulai suka sama Nara
Nara yang suka maksa Argin buat kerja keras padahal Nara cuma karyawan biasa.. klo dipikir untuk apa juga maksa2 Arvin.. ngga ada untungnya buat Nara
Nara yang rela nungguin Argin di RS saat ngga ada satu pun anggota keluarganya yang peduli padanya
Kayaknya dari awal memang Arvin sudah bersimpati sama Nara.. cuma mungkin blom sadar ajaa 🤔🤔
2023-07-23
0
Sri Wahyuni
masih misteri hub. keluarga ini ya
2023-07-20
0