Meskipun pagi ini Arvin sudah membuat mood Nara jelek, tapi sepanjang hari ini laki-laki itu tidak sibuk mengganggu Nara. Dia malah sangat rajin mengerjakan pekerjaannya. Setelah masuk ke ruangannya, dia langsung fokus memeriksa semua dokumen yang harus selesai hari itu, mengirim email untuk divisi-divisi tertentu, dan mengadakan internal meeting.
Suasana hati Nara jadi terang kembali karena tidak mendengar omelan ataupun kata-kata pedas dari Arvin. Seharusnya dari kemarin Arvin bersikap seperti ini.
Ketika melakukan internal meeting dengan divisi R&D, Maintenance, dan Finance, Nara kembali merasa kagum pada kemampuan Arvin dalam memimpin meeting dan menguasai subjek yang harus dia bicarakan. Dia tegas tapi tetap menerima masukkan. Ide-idenya mengenai development produk dan layanan IT juga sangat brilian. Memang manusia tidak ada yang sempurna. Dengan ketampanan dan kemampuannya dalam berbisnis dan memimpin perusahaan, Arvin punya kelakuan yang bisa membuat Nara mencibir sebal.
Mata Nara sedang terfokus pada dokumen yang baru saja diperiksa dan ditanda tangani oleh Arvin. Beberapa diantaranya tertempel sticky notes warna-warni dimana Arvin menulis catatan dan koreksi-koreksi kecil yang harus Nara perbaiki. Selain jenius, ternyata Arvin dangat detail dalam bekerja. Ini sangat membantu dan mempermudah pekerjaan Nara. Telepon berdering dimeja, dengan cepat Nara mengangkatnya.
“Siapin makan siang gue. Hari ini gue makan siang di ruangan aja.” Kata Arvin menelepon.
“Pak Arvin ingin makan siang apa? Nanti saya pesankan.”
“Makanan Meksiko.”
“Hah?”
“Makanan Meksiko, lo denger gak?” Ucap Arvin lagi dengan kesal.
“Saya kurang tahu kalau sekitar kantor ada makanan Meksiko.”
“Ya cari lah. Bodo amat lo mau dapatnya dimana.”
Telepon kemudian terputus. Nara mengerjap bingung. Makanan Meksiko? Kenapa selera bosnya ini aneh sekali? Nara seperti sedang dikerjai. Seingat Nara dia tidak pernah tahu ada makanan Meksiko di sekitar kantornya. Mungkin memang ada, hanya saja Nara tak pernah memakan itu atau memesankan makanan tersebut untuk atasannya. Menu makanan Pak Candra biasanya hanya seputar makanan Indonesia saja. Sementara Arvin seleranya aneh dan tidak jelas.
Nara menggaruk lehernya karena bingung. Akhirnya dia membuka browser di komputernya, melakukan pencarian mengenai restoran Meksiko. Ternyata cukup banyak yang menjual makanan Meksiko dibandingkan yang Nara kira. Nara mulai menghubungi restoran dengan rating tertinggi dipencarian, kemudian memesan menu best seller yang mereka rekomendasikan.
Pukul 11.45 layanan pesan antar sudah menunggunya di lobby. 1 kotak penuh makanan Meksiko sudah dia pesankan untuk makan siang Arvin. Segera setelahnya Nara naik kembali ke lantai 10 dan masuk ke ruangan Arvin. Laki-laki tersebut sedang sibuk membaca dokumen dimeja kerjanya.
“Saya sudah pesankan makanan Meksiko seperti yang Pak Arvin minta.” Kata Nara mendekati meja Arvin.
Arvin terlihat bingung saat menatap Nara membawa sebuah kotak ke ruangannya. Sepertinya dia lupa sudah menyuruh Nara memesan makanan dari benua lain itu. Sebenarnya Arvin hanya asal berbicara saja. Dia tidak benar-benar ingin makan makanan Meksiko. Entah kenapa hari ini dia ingin mengerjai Nara dan sebal padanya. Namun akhirnya Arvin mengangguk memberi respon. Nara menyiapkan makanan di meja kerja Arvin. Dia bahkan tidak pernah tahu rasa makanan yang dia pesan itu seperti apa.
“Ini burrito.” Ucap nara mengeluarkan makanan seperti kebab dari dalam kotak. “Kalau yang ini Enchilada” Lanjut Nara mengeluarkan makanan yang sekilas seperti burrito namun ada saus dan keju lumer diatasnya, “Yang ini..emm..chiles en nogada.” Kata Nara terbata menyebut nama dari struk belanja yang dipegangnya.
Nara berani bersumpah tidak pernah mencicipi ini semua. Dia hanya mengikuti rekomendasi pelayan yang menerima telepon pesanannya saja. Arvin menatap diam makanan di depannya.
“Lo beneran pesenin gue makanan Meksiko?” Tanya Arvin.
“Kan Pak Arvin yang nyuruh tadi.” Ujar Nara bingung. Bukannya tadi dia menyuruhnya memesan makanan asing ini? Jangan-jangan benar dugaannya, Arvin hanya ingin mengerjainya.
“Oke.” Kata Arvin singkat.
“Saya permisi mau makan siang dulu, Pak.” Ucap Nara kemudian meninggalkan Arvin dan makanan Meksikonya.
***
Nara menyandarkan tubuhnya pada Tiwi, temannya dari divisi GA. Mereka dulu rekan satu divisi sebelum Nara pindah menjadi sekretaris Candra. Mereka sangat dekat dan sering makan siang bersama di kantin. Anna dari divisi finance dan Dewi dari divisi HR bergabung ke meja Nara. Membawa nampan berisi makanan.
“Si ganteng kok gak makan siang di kantin lagi sih, Ra?” Tanya Dewi pada Nara.
“Dia makan diruangannya.” Balas Nara.
“Yaaah.. Ga bisa lihat pemandangan indah deh.” Ucap Dewi kecewa.
“Lo kenapa sih ini, nyender-nyender gini. Berat!” Ujar Tiwi menyingkirkan Nara dari tubuhnya.
“Capek gue tuh. Dari kemarin dikerjain mulu sama si anak durhaka.” Ujar Nara berapi-api.
“Bukannya harusnya lo seneng ya sama bos macem dia? Udah ganteng, pinter pula.” Kata Anna, “Tadi aja pas abis internal meeting, sumpah Pak Ismail aja sampe muji-muji dia mulu. Katanya pinter banget.” Lanjutnya.
“Iya sih ganteng dan pinter tapi kelakuannya minus.” Sanggah Nara sambil mengigit buah apel.
“Yaa.. kan gosipnya soal dia emang gitu. Bad boy.” Kata Tiwi sambil cekikikan.
“Ini sih beneran super bad boy alias gak punya akhlak. Masa baru pertama masuk kerja aja udah nyuruh gue singkirin semua barang Pak Candra. Gue harus sortir 4 lemari dokumen satu-satu sampe malem. Terus dia sering ngomong gak sopan, tadi dia ngerjain gue suruh pesen makanan Meksiko. Cuy, gue aja baru tahu makanan Meksiko.” Nara bernapas sejenak dari keluhannya yang berapi-api “Lo tahu yang lebih parah? Tadi pagi dia ngatain pacar gue jelek.” Lanjutnya sangat emosi.
Ketiga orang temannya itu saling pandang kemudian tertawa terbahak-bahak. Bahkan Tiwi sampai tersedak karena menganggap cerita Nara sangat lucu dan menghiburnya.
“Lo kok pada ketawa sih? Gue lagi menderita tau ga?” Ujar Nara kesal.
“Tunggu. Dia bilang apa? Pacar lo jelek?” Tanya Anna masih sambil tertawa.
“Heh! Reza gak jelek ya!” Nara marah dan melotot pada Anna.
“Gak jelek kok. Pacar lo manis. Tapi kalau yang bilang bentukannya kayak Arvin yaa.. Reza jelas kebanting lah, Ra.” Kata Dewi jujur.
“Anj*ng lo!”
“Ngga, kok ngga. Reza ga jelek. Asli. Mungkin Pak Arvin cemburu kali sama pacar lo. Jangan-jangan dia suka sama lo, Ra” Kata Tiwi.
“Idih apaan sih lo? Jijik tau!” Kata Nara sebal, “Biarpun si Arvin ganteng dan kaya raya, najis banget gue sama dia. Cuih!” Lanjut Nara mencibir.
“Gak boleh gitu loh, Ra. Pamali. Nanti lo malah jadi suka sama dia.”
“Heloo.. Gue 5 bulan lagi mau kawin ya sama Reza. Dihati gue gak ada cowo lain selain Reza.”
Mereka terus berguyon dan menggoda Nara. Melanjutkan makan siang sambil bergosip dan bercerita seperti biasanya. Tiba-tiba handphone Nara berdering. Dia melihat nomor yang memanggil tersebut. Dengan muka kecut Nara mengengkatnya.
“Diem lo. Si anak durhaka telepon gue.” Bisik Nara memperingatkan teman-temannya agar tidak berisik saat Nara mengangkat panggilan tersebut.
“Halo Pak Arvin.”
“Cepetan ke ruangan gue! Sekarang!” Perintah Arvin di telepon. Kemudian sambungan terputus.
“Gue cabut dulu ya, guys. Tuan Muda yang durhaka manggil gue.”
Nara kemudian berdiri dan pergi meninggalkan kantin. Dia keluar dari lift dilantai 10, bergegas masuk ke ruangan Arvin. Saat masuk ke dalam ruangan tersebut, Nara sudah melihat Arvin tergeletak di lantai tak sadarkan diri. Kemudian berlari menghampirinya. Wajahnya pucat dan bibirnya terlihat membiru.
“PAK ARVIN!! PAK ARVIN!!” Teriak Nara panik mencoba membangunkan atasannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Ersa
sok sok an mo ngerjain Nara minta makanan meksiko...eh knapa tuu pengsan? alergi makanan meksiko
2023-01-08
0
anggit
bad boy alergi emang isiannya apa sich
2022-12-29
0
Enung Samsiah
pasti alergi mknn meksiko,, walaaah knp harus mknn meksiko sgl wkwkwk
2022-09-29
1