Pikirannya kacau. Tidak tahu apa yang harus dilakukannya setelah ini. Patah hati yang dialaminya teramat dalam. Bagaimana bisa dia baik-baik saja setelah orang yang sangat dia sayangi dan memenuhi harinya selama 5 tahun terakhir ini memutuskan meninggalkannya, beberapa bulan sebelum hari pernikahan.
Hari ini Nara tidak ingin pulang, tidak ingin mendengarkan dan menemui laki-laki itu di rumahnya, kemudian berkata pada kedua orang tuanya bahwa pernikahan mereka batal. Nara tidak bisa menerimanya. Tidak tahu cara menghadapinya. Kalau dia tidak pulang malam ini apakah laki-laki itu akan tetap datang dan menjelaskan pada orang tuanya?
Selama 5 tahun, Nara merasa beruntung memiliki Reza. Tapi semua keberuntungan itu berangsur hilang seiring perubahan sikapnya. Cinta yang besar yang Nara berikan tidaklah cukup. Tak akan cukup melawan harga dirinya yang tinggi.
Langkah goyah Nara menuntunnya ke satu tempat yang pernah diingatnya. Mencari keberuntungan yang pernah dia rasakan beberapa waktu sebelumnya. Konyol memang mempercayai kata-kata tersebut. Tapi Nara akan berusaha melakukan berbagai cara agar keberuntungan itu datang lagi padanya, agar cinta dan hatinya bisa diselamatkan kembali.
“Vin! Ada cewe yang nyariin elo.” Teriak Ghofar pada Arvin yang baru saja turun dari mobilnya di depan parkiran Groove Bar.
Ghofar menunjuk perempuan yang duduk di kursi plastik di dekat pintu masuk Groove Bar. Wajah yang sangat dikenal Arvin, tapi kali ini dengan mata sembab memerah, dan pandangan yang kosong.
“Lo ngapain disini?” Tanya Arvin pada Nara. Melihat kondisi gadis itu seperti baru mengalami perampokan. Nara tetap bergeming.
“Dia nyariin lo. Pingin liat lo nyanyi, tapi dia ga punya tiket dan acaranya juga nanti malem, dia dateng kepagian. Lo kenal, Vin?” Sambung Ghofar.
Arvin mengangguk pada Ghofar sebelum berbicara lagi pada Nara, “Heh! Lo kenapa? Nara!” Ucap Arvin mengguncang pundak Nara yang dari tadi diam, “Lo baru kena begal? Dijambret? Dihipnotis?”
Nara mengangkat wajahnya dan menatap Arvin dengan air mata menggenang, “Kamu hari ini nyanyi, kan? Aku mau nonton penampilan kamu. Kalau habis nonton band kamu manggung, aku bakal beruntung, kan?”
“Hah?”
“Kalau aku lihat penampilan kamu, aku bakal dapet keberuntungan kan?” Ucap Nara lagi.
Kalimat yang paling Nara ingat saat terakhir kali melihat acara musik Arvin dulu. Hari itu dia merasa sangat beruntung karena Reza menghubunginya kembali. Mungkin hari ini dia juga bisa mendapatkan keberuntungan yang sama seperti hari itu. Reza mungkin tiba-tiba menarik semua keputusannya dan mereka tetap bersama.
Meskipun enggan berurusan dengan Nara dengan keadaannya yang seperti sekarang, tapi Arvin tak sampai hati meninggalkannya sendirian. Arvin membawanya ke dalam Bar, duduk berdua di meja agak pojok. Belum banyak orang disana, hanya ada teman-teman band Arvin dan pegawai bar yang sudah kenal dengan Arvin.
“Wuidiih.. cewe lo, Vin?”
“Oh jadi kayak gini tipe lo sekarang? Yang imut-imut gitu?”
“Kiiiw”
“Berisik lo anj*ng! Dia karyawan gue.”
Arvin memandang Nara yang duduk diam menatap asbak di atas meja dihadapannya. Bingung dengan apa yang dikatakan sekretarisnya itu tadi.
“Jadi lo kenapa nyariin gue?”
“Aku mau denger kamu nyanyi. Kamu bilang kalau habis dengerin kamu nyanyi, nanti aku bisa beruntung. Aku butuh keberuntungan sekarang.”
Arvin tertegun sejenak dengan pernyataan Nara, bingung antara harus tertawa atau bersimpati. “Lo percaya kata-kata gue yang itu? Oh My God, lo terlalu polos atau emang bodoh sih?” Arvin berusaha menahan tawanya, tapi gagal.
Nara merasa tidak nyaman dengan reaksi Arvin, “Aku baru aja putus dan gagal nikah.” Ucap Nara jujur. Tawa Arvin langsung lenyap seketika.
“Sorry.” Kata Arvin canggung. Dia memang tak seharusnya tertawa pada keadaan seperti ini.
“Aku butuh keberuntungan biar semua hal buruk kaya gini ga terjadi. Aku sayang sama dia. Aku ga mau putus—“ Nara tidak bisa menghentikan dirinya untuk menangis, sekarang dia mulai terisak didepan Arvin.
“Terus lo pikir dengan dateng kesini dan dengerin gue nyanyi, lo bakal dapet keberuntungan biar lo gak jadi putus sama pacar lo, gitu?” Arvin tidak mengerti dengan jalan pikiran Nara. Aneh. Sungguh aneh. Tapi dia mencoba paham, gadis itu benar-benar menyukai pacarnya. Bahkan hanya karena bertengkar saja sudah mengacaukan pekerjaannya.
“Nanti malam dia mau datang ke rumah, ngomong sama orang tuaku dan batalin pernikahan.” Sambung Nara disela tangisnya.
Arvin menepuk-nepuk pundak Nara dengan canggung. Membiarkan saja gadis itu menangis sesenggukan. Dia juga tidak mengerti cara menenangkannya. Lagipula Arvin tidak pernah patah hati karena putus cinta. Tidak paham bagaimana rasanya.
“Ya udah lo boleh dengerin gue manggung. Tapi abis itu lo pulang. Oke? Lo harus menyelesaikan masalah lo. Bukan pergi-pergian gak jelas kayak gini.”
Nara sekarang sudah berhenti menangis, duduk di meja dekat bartender sendirian. Orang-orang sudah berdatangan, berteriak riuh saat Arvin mulai naik ke panggung. Tangan terampilnya mulai memainkan senar gitar, dengan suara yang indah Arvin menyanyikan lagu Hate Me dari Blue October. Nara mendengar suara Arvin, namun dirinya tenggelam dalam pikirannya sendiri. Tidak memperhatikan penampilan itu dengan baik. Dia luruh bersama keriuhan. Tapi hatinya sangat kosong.
“Mau minum ga?” Tanya bartender pada Nara, laki-laki berusia awal 20an itu tersenyum pada Nara. “Nanti biar gue yang tagih sama si Arvin.” Lanjutnya.
“Minuman yang bikin rileks, ada?” Balas Nara lemah.
“Ada semua, yang bikin rileks, bikin seneng, bikin ngantuk, bikin bergairah. Bisa gue bikinin, biar lo kagak galau terus. Mau?”
Nara mengangguk. Dia sudah lama penasaran dengan minuman yang bisa membuatnya sejenak meluoakan pikiran kacaunya ini. Tapi kali ini dia memberanikan diri, dia ingin sejenak melupakan perasaan sakit yang menghentak di dadanya sejak tadi.
Bartender menaruh minuman berwarna pink di meja Nara. Gelas tinggi dengan hiasan buah strawberry diatasnya. Minuman itu nyaris sama bentuknya seperti strawberry milkshake jika dilihat sekilas. Karena baru pertama kali melihatnya, Nara sangsi dan menatap bartender dengan bingung. Jangan-jangan dia hanya menyajikan pop ice strawberry padanya.
“Tequila Rose. Cocok buat cewe. Ga terlalu strong.” Katanya menjawab pertanyaan dari tatapan bingung Nara.
Arvin turun dari panggung setelah 1 jam tampil dihadapan penonton. Bajunya basah oleh keringat dan dia tak bisa berhenti tersenyum serta tertawa. Bermain musik adalah salah satu kegiatan yang sangat Arvin nikmati ditengah kesibukan menggantikan ayahnya di perusahaan. Benar-benar menghilangkan stress-nya.
Saat melihat Nara sudah tertidur telungkup di mejanya, Arvin baru sadar melupakan pertemuannya dengan gadis itu. Di mejanya tersisa gelas kosong yang Arvin yakini bukan minuman biasa. Jangan-jangan Nara mabuk. Gawat! Sekarang dia malah ketiban sial harus mengurus gadis itu.
“Lo kasih dia minuman?” Tanya Arvin pada Ganjar yang sibuk meracik minuman untuk pelanggan.
“Iyee. Abis dia keliatan galau.” Jawab Ganjar dengan enteng. “yang enteng kok cuy.”
“Anjir! Dia mana penah minum gituan. Tuh sekarang dia malah mabok gini, gue harus gimana nih? Males banget anjir ngurusinnya.” Keluh Arvin.
“Ya udah kalau lo ga mau ngurusin dia, biar gue yang bungkus. Cakep juga nih karyawan lo.” Ucap Gege sambil mengelus pipi Nara.
“Jangan sembarangan lo!” Kata Arvin menyingkirkan tangan Gege dari Nara.
“Ya udah lo anterin pulang aja. Kan lo atasannya.”
“Ah anjir.. Nambah-nambah kerjaan gue aja!” Kata Arvin kesal.
Dengan berat hati Arvin menggendong Nara ke mobilnya. Tapi selama 5 menit dia hanya diam di parkiran, belum menyalakan mobilnya. Malah menatap Nara yang tertidur di bangku samping kemudi.
“Anjir gue ga tau rumahnya dimana!” Gumam Arvin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Ersa
lanjut...
2023-01-08
0
anggit
gawat ni
2022-12-29
0
Konveksi Jaket Dan Sweater
pop ice strberry Wwkkwkw
2022-10-06
0