Terjadi kehebohan di kantor tadi, saat Arvin dibawa ke ambulance dengan bantuan para satpam. Baru 2 hari masuk kerja, Arvin sudah membuat heboh dimana-mana. Untung saja saat sampai di IGD, Arvin ditangani dengan cepat. Perawat kemudian memindahkannya ke ruang rawat inap setelah Arvin sadarkan diri.
“Pak Arvin, Maaf. Saya gak tahu kalau Pak Arvin alergi kacang. Saya juga gak tahu kalau enchilada yang Pak Arvin makan mengandung kacang. Saya belum pernah makan itu sebelumnya.” Ucap Nara penuh penyesalan sambil membungkuk 90°. Dia tadi benar-benar takut ketika melihat Arvin terbaring dilantai dengan wajah pucat. Hampir saja mengira Arvin meninggal. Selama diperjalanan Nara menangis karena panik, takut terjadi sesuatu pada bosnya dan dia harus bertanggung jawab.
Arvin hanya diam saja melihat Nara yang terus meminta maaf dan merasa bersalah. Sebenarnya itu bukan salah Nara, percuma menyalahkan gadis itu. Dia juga tadi hanya asal sebut saja ketika meminta Nara membelikannya makanan. Tidak tahu apapun tentang makanan Meksiko.
“Saya harus hubungi Bu Lena buat ngasih tahu kalau Pak Arvin masuk rumah sakit? Atau mungkin Pak Angga?” Tanya Nara menawarkan diri untuk menghubungi Lena, ibu Arvin dan juga Angga, kakaknya. Malam ini Arvin harus menginap di rumah sakit karena kondisinya belum pulih. Tapi Nara tidak tahu harus menghubungi siapa.
“Mereka dikasih tahu juga gak akan peduli.” Jawab Arvin dengan suara lemah.
“Tapi Pak Arvin harus ditemani malan ini.”
“Ya udah lo aja yang temenin gue.”
“Tapi, Pak—“
Nara melihat Arvin dalam keadaan yang sangat lemah, sebagian karena kesalahannya juga. Dia merasa tidak tega meninggalkan Arvin sendirian di rumah sakit. Nara tahu hubungan Arvin dengan Angga tidak akur. Tapi Arvin juga menolak menghubungi ibunya. Nara tidak mengerti bagaimana bisa anak dan orang tua di keluarga tersebut saling berhubungan.
***
Akhirnya Nara menemani Arvin malam ini di rumah sakit. Dia sudah menghubungi orang tuanya dan menjelaskan kondisi bosnya yang masuk rumah sakit karena kesalahannya. Orang tuanya mengerti. Ayahnya bahkan datang ke rumah sakit untuk memberikan baju ganti untuk putrinya. Meskipun ayahnya ingin ikut menjenguk Arvin, tapi Nara melarangnya. Mengatakan bosnya itu sedang istirahat.
Hal yang paling sulit adalah memberitahu Reza tentang keputusannya menemani Arvin. Malam ini seharusnya mereka pergi jalan-jalan berdua. Tapi Nara malah ingin membatalkannya karena harus berada disamping atasannya. Dari sisi mana pun, Nara akan paham jika Reza tidak menyukai perilakunya. Apalagi baru kemarin Nara menceritakan semua tentang perlakuan Arvin yang tidak menyenangkan padanya. Reza sangat geram karena itu.
“Za, please maafin aku. Aku gak tega kalau ninggalin atasanku sendirian di rumah sakit.” Bujuk Nara pada Reza disambungan telepon.
“Dia kan punya keluarga, Ra. Kamu jangan sok jadi pahlawan deh. Ya udah biarin aja sih.”
“Kan aku bilang keluarganya gak akur. Tadi aku sempat hubungi ibunya, dia malah gak ngerespon apa-apa. Apalagi kan ayahnya abis operasi di RS yang berbeda. Pasti ibunya lebih fokus urusin ayahnya disana. Aku cuma ngerasa bersalah aja kok, Za. Dia kayak gini kan bagian dari kesalahan aku.”
“Kesalahan kamu apanya? Dia sendiri gak ngasih tahu kamu kalau punya alergi makanan.”
“Aku kasihan sama dia, Za. Please, kamu tahu aku gak tegaan kan orangnya. Aku janji sabtu minggu ini kita pokoknya jalan-jalan. Seharian penuh. Please.” Rayu Nara.
Reza pasrah menyutujui pada akhirnya. Meskipun hatinya merasa tak nyaman jika kekasihnya menemani laki-laki asing, meskipun itu adalah bosnya. Nara sangat mudah tersentuh dan membantu orang lain, meskipun Reza berulang kali melarang pun, jika Nara merasa harus membantu orang tersebut. Dia akan tetap melakukannya.
***
Nara sudah mandi dan mengenakan baju ganti yang dibawakan ayahnya. Dia duduk di sofa yang tersedia di kamar inap Arvin. Kamar VVIP dengan fasilitas yang sangat lengkap, TV, lemari es, sofa folded yang bisa Nara jadikan tempat tidur, dispenser air minum, dan jendela besar yang menghadap kearah kota Jakarta. Kamar inap ini bahkan lebih besar dari ruang tamunya di rumah.
Perawat masuk ke dalam ruangan. Mendorong troli berisi obat-obatan, alat suntik, dan infus cadangan. Kemudian menghampiri Arvin yang sedang tertidur di ranjangnya. Perawat tersebut mengeluarkan botol vial berisi obat dan menusuknya dengan suntikan, kemudian menyuntikkan obat ke dalam selang infus Arvin.
“Ibu istrinya Pak Arvin?” Tanya Perawat tersebut.
“Bukan. Saya sekretarisnya.” Jawab Nara canggung.
“Ooh, gak ada keluarganya yang kesini?”
“Gak ada.” Jawab Nara singkat sambil tersenyum.
“Ini obat diminum setelah makan ya, Bu. 30 menit setelah makan. Kalau habis minum obat ada reaksi mual-mual dan muntah secepatnya panggil kami lewat bel merah.” Kata perawat tersebut menyimpan beberapa butir obat di overbed table. “Nanti makan malamnya segera diantar.” Lanjutnya lagi.
Nara mengangguk. Perawat tersebut keluar dari ruangan, dan perawat lain masuk memberikan makanan dalam nampan untuk Arvin. Tapi Arvin masih terlelap, dia tertidur hampir sepanjang sore hingga menjelang malam.
Nara memperhatikan bosnya itu sambil duduk dikursi samping ranjangnya. Wajahnya masih memerah dan agak bengkak, tapi dia masih terlihat tampan. Dunia memang tidak adil, orang tampan tetaplah tampan meskipun terkena alergi sekalipun. Arvin tertidur seperti anak kecil tanpa dosa, terlihat sangat polos ketika dia sedang tidak bergerak seperti ini.
Teman-temannya pasti sangat iri karena Nara seharian melihat dan menikmati pemandangan wajah bosnya yang mempesona. Nara juga sangat mengakui, dia tidak bosan melihatnya. Hanya saat Arvin tertidur saja dia terlihat manis, selebihnya adalah puncak emosi dan sumber kekesalan Nara.
“Pak Arvin mau makan sekarang?” Tanya Nara saat Arvin sudah bangun dari tidur panjangnya.
Arvin hanya mengangguk. Nara menyiapkan overbed table dihadapan Arvin, menaikan bed-nya agar Arvin bisa duduk dan makan dengan nyaman. Tangan Arvin mulai menyendok makanan sedikit demi sedikit dan menyuapkannya ke mulut. Dia meringis ketika makanan tersebut turun ke tenggorokannya. Alerginya membuat wajah dan tenggorokannya membengkak, serta membuatnya kesulitan bernapas. Makanya dia bisa pingsan tadi siang.
“Lo udah makan?” Tanya Arvin.
“Udah kok. Saya tadi ke kantin RS pas Pak Arvin tidur.”
“Jangan panggil gue Pak, gue belum bapak-bapak. Panggil gue Arvin aja. Lo seumuran Aji, kan?”
“Iya, saya seumuran Aji. Saya ga bisa panggil nama langsung, soalnya gak sopan.”
“Kalau di kantor dan urusan kerjaan lo boleh manggil bapak. Di luar panggil nama aja. Gue gak suka dipanggil bapak.”
“Nanti saya coba, Pak.. Eh.. Arvin..” Ucap Nara canggung. Tidak menyukai apa yang dia ucapkan.
Arvin hanya tersenyum menanggapi Nara yang gagap hanya karena memanggil namanya secara langsung. Dia terus melanjutkan melahap makanan rumah sakit yang lembut dan hambar ke mulutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Qeisha A.F Ladyjane
ampe sini bGus juga cerita nya
2023-01-27
0
RR. Novia
Sejauh ini ceritanya bagus
2022-12-29
0
anggit
makin kesini makin sedikit ya yg komen
2022-12-29
0