Perasaan nyaman dan tenang selalu Nara rasakan saat bertemu dengan Reza. Hari ini dia menjemputnya sepulang bekerja dengan vespa-nya seperti biasa. Biasanya hari jumat seperti sekarang mereka akan menyempatkan untuk makan Tongseng dan Sate Kambing Pak Agus di daerah Jalan Taman Sunda Kelapa. Disana merupakan salah satu tempat favorit mereka sejak zaman dulu.
Mereka pertama kali bertemu saat masih bekerja di perkantoran di kawasan Menteng. Mereka teman sekantor yang berbeda divisi. Nara masih fresh graduate bekerja sebagai staff admin disana, sementara Reza sudah bekerja selama 2 tahun sebagai graphic designer. Mereka sering bertemu di ruang foto copy, kemudian saling tersenyum, obrolan-obrolan ringan pun dimulai, lanjut dengan kiriman chat yang membuat keduanya memiliki perasaan satu sama lain.
Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk memulai hubungan romantis sebagai pacar. Nara mendapatkan kesempatan baik di Aditama Corp sebagai staff GA, dengan gaji yang lebih tinggi, dia memutuskan untuk resign dari kantor lamanya setelah setahun bekerja. Reza pun menyusul resign beberapa bulan kemudian ke perusahaan baru yang dekat dengan kantor Nara.
Semua berjalan sangat lancar diantar mereka selama 5 tahun ini. Komunikasi yang baik, saling pengertian, keluarga yang mendukung. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius tahun ini. Selama berpacaran mereka juga sudah menabung untuk pesta pernikahan dan membeli rumah nanti setelah menikah. Meskipun terkadang uang tersebut harus mereka ambil paksa dalam perjalanan karena kebutuhan keluarga yang mendesak. Maklum, keduanya bukan dari kalangan berada. Hanya orang-orang dari kalangan ekonomi biasa. Tapi tetap saja, jika ada rezeki berlebih, mereka mengganti uang yang diambil tak terencana tersebut.
Nara menuangkan kecap manis ke sate kambingnya yang menggoda, tidak lupa 2 sendok sambal ditambahkan kesana. Reza hanya mengaduk-aduk tongseng tidak bersemangat. Pikirannya dipenuhi kabut. Sejak menjemput Nara, dia memang tidak terlalu bersemangat.
“Kamu kenapa sih dari tadi ngelamun terus? Banyak kerjaan di kantor?” Tanya Nara.
“Aku mau jujur sama kamu.” Ucap Reza serius.
“Apaan nih? Jangan bikin takut gitu ah.”
“Aku hari ini abis kena layoff dari kantor.”
Nara berhenti menggigit sate kambingnya. Entah kenapa tiba-tiba dagingnya menjadi alot. Padahal biasanya sangat lembut dan gurih.
“Ada 5 orang yang kena layoff hari ini. Minggu kemarin 3. Kamu tau kan kalau kantorku lagi pengurangan karyawan besar-besaran karena pandemi? Aku gak nyangka bakal jadi salah satu yang kena juga.” Ucap Reza murung.
Nara menggenggam tangan Reza, “I’m sorry you have through this, Za.” Ucapnya bersimpati.
Reza tersenyum singkat, “Aku kepikiran sama rencana pernikahan kita, Ra. Aku takut gak bisa ngasih kamu nafkah setelah nikah. Aku sekarang pengangguran.”
Pernikahan mereka kurang dari 3 bulan lagi. Sementara dirinya sekarang resmi berstatus pengangguran. Martabat seorang laki-laki di kehidupan rumah tangga adalah bisa memberikan nafkah dan hidup yang layak bagi istri dan anaknya. Dengan keadaannya seperti ini, Reza sangat takut memikirkan tentang pernikahan.
“Za, aku kan juga kerja. Kalau setelah nikah kamu belum dapet kerjaan juga, gaji aku masih cukup kok buat hidup kita.” Ucap Nara menguatkan.
“Kamu kan gak akan kerja selamanya disana. Kerjaan jadi sekretaris tuh berat banget, kan? Apalagi kata kamu atasannya ngeselin. Nanti kamu hamil terus melahirkan. Emang kamu masih mau kerja?”
“Ya masih lah. Kan aku juga bisa jadi working mom. Kamu juga gak mungkin selamanya jadi pengangguran. Kamu abis ini juga lamar kerjaan lagi, kan?”
“Sekarang kan serba susah. Banyak kantor yang PHK karyawannya. Apalagi sekarang anak-anak baru tuh, fresh graduate udah pada canggih kemampuannya. Aku ngerasa kalah saing."
“Kok kamu jadi pesimis sih, Za? Kamu kan bisa freelance dulu sampe ketemu kerjaan baru. Atau aku harus pinjem biar kamu bisa buka usaha?”
“Ga ah. Aku gak jago bisnis. Lagian jangan minjem-minjem gitu. Aku gak setuju.”
“Tapi kamu jangan jadi pesimis gitu dong, Za. Kan kita tinggal 3 bulan lagi.”
“Gimana kalau kita undur aja pernikahannya sampe aku dapat kerja?" Ucap Reza pasrah.
“Reza kok kamu ngomongnya gitu sih?! Kita udah persiapan sampe sajauh ini.”
“Aku beneran gak yakin bisa nikah, Ra.”
“Terus kamu mau aku nunggu sampai kapan, Za? Pernikahan kita udah depan mata. Kita udah DP gedung, MUA, Catering, Dekorasi, udah nyicil beli suvenir. Terus kamu dengan gampangnya bilang mau ngundur pernikahan?” Kata Nara kesal. Air mata menggenang dimatanya, tak lama turun meluruh ke pipi.
Orang mengatakan akan ada ujian sebelum pernikahan. Membuat pasangan menjadi tak yakin untuk melanjutkan jalinan suci mereka. Kini Nara percaya tentang perkataan itu. Tiba-tiba saja Reza menjadi pengangguran dan hati laki-laki itu menjadi bimbang.
“Dengerin aku dulu, Ra. Aku cuma gak yakin sama semua rencana kita. Aku beneran takut bikin kamu malah jadi menderita hidup sama aku karena aku gak bisa ngasih kamu nafkah. Kamu ngerti, kan?”
“Kalau kamu gak bisa nyari nafkah. Aku bisa, Za. Aku bilang aku bisa. Aku bakal tetep kerja buat kita. Kamu ragu karena apa lagi sih? Aku kerja buat bantu kamu juga.”
“Aku gak bisa kalau harus dibiayai dari hasil kerja kamu, Ra. Mau ditaruh dimana harga diri aku sebagai cowo?”
“Za, aku gak butuh itu. Aku cuma mau hidup sama kamu.”
“Sekarang, Ra. Setelah punya anak dan kehidupan makin sulit kamu ga akan bisa ngomong kaya gitu lagi. Aku mencoba buat hidup realistis.”
Perdebatan sengit seperti ini tidak ada habisnya. Mereka hanya mengakhirinya dengan diam dan tak saling berbicara. Sulit untuk menyatukan suara. Nara tak ingin kehilangan pekerjaan Reza menjadi penghalah pernikahan mereka yang sudah sangat matang di depan mata. Nara mencintai dan menerima Reza apa adanya. Dia tahu bahwa Reza tak akan membiarkannya harus bekerja sendiri. Dia tahu bahwa Reza akan mendapatkan pekerjaan lagi setelah ini.
Namun kepercayaan diri Reza seperti dihempas begitu saja ketika menerima surat pemberhentiannya hari ini. Dunianya seakan jadi gelap. Dia tidak bisa melihat masa depan dipernikahannya nanti dengan Nara. Dia terlihat takut, terlalu tidak percaya diri, terlalu malu untuk menghadapi Nara dan keluarganya. Apalagi jika dia tetap pengangguran seperti ini sampai mereka menikah, Nara akan menanggung semua biaya hidupnya. Harga dirinya seperti terlindas dijalanan panas beraspal. Menguap begitu saja.
...****************...
Arvin menjentikan jari beberapa kali di depan wajah Nara. Baru kemudian gadis itu bisa fokus dan sadar dari lamunannya. Pertengkarannya seminggu lalu dengan Reza membuatnya tidak bisa berfungsi seperti biasanya.
“Woy lo kenapa sih akhir-akhir ini jadi super bego? Lo mau gue pecat?” Ucap Arvin kesal.
“Jangan, Pak. Saya butuh banget kerjaan.” Jawab Nara panik.
“Ya makanya kerja yang bener. Nih!” Ucap Arvin menyodorkan setumpuk dokumen “Lo banyak banget salahnya. Sampe gue pusing harus ngasih catatan dan perbaikan. Periksa lagi cepetan!” Lanjutnya.
Arvin selama 2 bulan menjabat sebagai CEO pengganti sudah sangat ahli dalam pekerjaannya. Meskipun sikapnya tetap menyebalkan seperti saat pertama kali bekerja, Nara sekarang mulai terbiasa. Komentar pedasnya, makiannya, teriakannya. Lagipula Nara harus bisa bertahan diposisi ini. Gaji yang cukup besar untuk posisi sekretaris bisa memenuhi kebutuhannya saat menikah nanti dengan Reza.
Memikirkan tentang pernikahan sekarang malah membuat Nara menjadi was-was dan takut. Reza belum menghubunginya lagi semenjak pertengkaran mereka minggu lalu. Hati Nara semakin tak tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
anggit
bener banget klo mau nikah ujiannya macem2
2022-12-29
0
Wahyue Nie
ah vespa... jaman pacaran sama bapaknya anak2 jalan2nya pakek vespa, kadang juga ikutan acara komunitas vespa😊
2022-08-18
1
Adelia Yuswandari
Arvin, waktunya beraksi merebut Nara.
2022-08-15
0