Galatean: The Lost Archer
Ilena menyesap kopi hitamnya, hasil seduhan semalam yang kini sudah berubah dingin. Dengan mata menggantung, perempuan itu akhirnya membuka perangkat virtual reality yang sudah dipakainya semalaman. Ini sudah hari kedua uji beta dilaksanakan untuk permainan yang dia kembangkan dua tahun terakhir, Galatean. Sejauh ini sudah dibuka dua puluh server di dua puluh Negara di dunia. Animo para pemain sangat besar, dan berdasarkan data yang dia dapat, game buatannya sudah dimainkan oleh lebih dari dua puluh juta pemain di seluruh dunia.
“Kurasa aku bisa tidur sebentar,” gumam gadis itu sembari menggeliat pelan.
“Kau sudah mau pulang?” sebuah suara muncul dari balik punggung Ilena
Gadis itu menoleh dan mendapati Dean, rekan kerjanya tengah berdiri membawa dua cup Americano yang mengepul. Pria muda itu merupakan asisten pengembang yang bekerja di bawah Ilena. Pagi itu Dean memang dijadwalkan untuk mengawasi kelangsungan uji beta Galatean menggantikan Ilena yang sudah berhari-hari berkutat dalam pekerjaannya. Sementara para karyawan lain di ruangan tersebut masih sibuk berkutat dengan pekerjaan mereka masing-masing.
“Aku harus mandi dan tidur sebentar, Dean. Sudah dua malam aku tidak pulang,” jawab Ilena sambil mengepak barang-barangnya, bersiap pulang.
Dean menghela napas pelan. “Kalau begitu kopimu untukku, ya,” ujarnya sembari mengangkat dua cup kopi yang dia bawa.
Ilena mendegus kecil lantas tersenyum. “Kadar kafein dalam tubuhku sudah di ambang batas toleransi, Dean. Jadi, ya, kedua kopi itu milikmu sekarang,” tandas Ilena tertawa.
Dean mengangguk senang lantas duduk di meja kerjanya sendiri, tepat di seberang layar super besar yang biasa digunakan Ilena untuk menguji permainan buatannya. Ilena di samping itu, sudah membawa barang-barangnya yang hanya sebanyak satu tas selempang kecil. Setelah mengucapkan salam perpisahan singkat, gadis itu pun segera melesat menuju lift di luar ruang kerjanya.
Beberapa pegawai lain menyapa Ilena saat ia berjalan menuju pintu keluar gedung tempatnya bekerja, Alcanet Tech. Namun, belum sampai ia melewati pintu keluar, mendadak ponselnya berbunyi. Ilena buru-buru merogoh tasnya dan mendapati nama Dean tertera di layar ponselnya.
“Ada apa, Dean?” tanya Ilena menjawab panggilan dari rekan kerjanya.
“Ilena, sepertinya kau tidak bisa pulang sekarang. Kau harus kembali ke sini secepatnya,” kata Dean terdengar panik.
“Ada masalah apa?” tanya Ilena sembari berbalik menuju lift.
“Kerusakan sistem! Galatean mendadak berhenti beroperasi. Aku tidak tahu kenapa system crash ini terjadi, tetapi seluruh sistem di semua server terputus total. Tidak ada yang bisa mengaksesnya termasuk dua puluh juta lebih pengguna kita yang sedang melakukan uji beta,” terang Dean tampak panik.
Ilena sudah berada di dalam lift. Seluruh rasa lelah di tubuhnya mendadak menghilang ketika otaknya berputar sedemikian cepat memikirkan berbagai kemungkinan penyebab kerusakan sistem di Galatean. Sambil masih menggenggam erat ponselnya, Ilena memikirkan beragam skenario, tetapi tidak satu pun yang masuk akal baginya. Tidak mungkin sistem eror bisa terjadi serentak di semua server di seluruh dunia, sekalipun kerusakan tersebut berasal dari pusat.
“Aku sudah hampir sampai. Kututup dulu, Dean,” ucap Ilena sesaat setelah pintu lift berdenting terbuka.
Tak lama kemudian Ilena akhirnya sampai di ruang kerjanya. Ia mendapati Dean dan para anak buahnya sedang berkutat di depan layar super besar yang kini sudah dipenuhi kode sistem.
“Kenapa bisa seperti ini?” tanya Ilena berusaha tetap tenang.
“Entahlah. Sesaat setelah kau pergi, mendadak sistemnya mati lalu menjadi seperti ini. Aku bahkan belum menyentuh apa-apa sebelumnya,” kata Dean tampak kebingungan
Ilena segera mengambil alih pusat server dan mengutak-atiknya, menelisik penyebab kerusakan sistem. Akan tetapi, tiba-tiba suara dengung kuat terdengar melengking di kedua telinganya, disusul rasa pening luar biasa yang menyerang kepalanya. Ilena segera menutup kedua telinga dengan tangannya dan meringkuk di depan layar komputer sambil menahan rasa sakit yang mendadak muncul.
“Ilena, ada apa?” tanya Dean terkejut. Pemuda itu lantas menggoyangkan bahu Ilena dengan cemas, mencoba menelaah kondisi Ilena yang tampak kesakitan.
Ilena tak bergeming. Gadis itu meringkuk semakin dalam hingga kepalanya nyaris menyentuh lutut. Rasa sakit di kepalanya begitu kuat hingga membuat Ilena sama sekali tidak bisa mendengar suara Dean ataupun merasakan sentuhan rekan kerjanya tersebut. Bahkan ketika Dean mencoba mengguncang-guncang tubuh Ilena, gadis itu justru semakin kaku di tempatnya.
Akhirnya, karena kondisi Ilena yang tampak sangat mengkhawatirkan, Dean pun berinisiatif membopong rekan kerjanya tersebut ke sofa panjang di ujung ruangan. Namun, belum sempat ia mengangkat tubuh Ilena, mendadak suara debum yang sangat keras terdengar memekakkan telinga. Kejadian selanjutnya, seluruh aliran listrik di gedung itu mati total, termasuk di ruang kerja Ilena dan Dean.
“Apa yang…” gumam Dean di tengah kegelapan ruang kerja mereka.
Orang-orang di tempat itu pun mulai berkata-kata dengan panik.
"Salah satu dari kalian, pergilah ke ruang pusat daya dan periksa penyebab pemadaman listrik ini. Lalu kau, Kevin, panggil keamanan untuk mengecek penyebab suara dentuman itu," perintah Dean dengan sigap.
Dua orang pegawai laki-lagi segera mengangguk lantas mengikuti perintah Dean.
“Ergh…” terdengar suara erangan Ilena.
“Ilena? Kau baik-baik saja?” tanya Dean khawatir.
Ilena kembali menegakkan tubuhnya yang semula meringkuk. Ia masih memijat-mijat kepalanya, tetapi kini rasa sakit dan suara dengungannya sudah memudar.
“Tiba-tiba kepalaku terasa sangat sakit. Ngomong-ngomong kenapa listriknya mendadak padam?” ucap Ilena lantas bangkit berdiri.
“Aku juga tidak tahu. Seharusnya gedung ini tidak akan kehilangan daya listrik seperti ini,” kata Dean.
Ilena sudah akan menjawab ketika sekali lagi suara debum keras terdengar. Kali ini diikuti dengan getaran kuat serupa gempa bumi yang sukses memporak porandakan ruang kerjanya. Ilena dan Dean yang tidak siap dengan kejutan tersebut lantas oleng dan terjerembab ke lantai. Teriakan panik segera terdengar di sekitar mereka. Para karyawan yang ketakutan mulai berlarian dan berusaha keluar dari ruangan. Mereka berpikir bahwa mungkin terjadi gempa bumi.
Debum ketiga kembali terdengar, tetapi kali ini kejadian mengerikan lainnya kembali mengejutkan Ilena. Separuh dari dinding ruangannya runtuh! Gedung kantornya benar-benar hancur hingga menampakkan pemandangan perkotaan di luar sana.
Ilena terbelalak melihat hal tersebut. Ia semakin terkejut ketika menyadari bahwa kondisi di luar sana ternyata sama kacaunya. Seluruh kota tampak sama hancurnya dengan ruang kerja Ilena. Beberapa gedung tampak berasap bahkan terbakar. Seluruh kendaraan di jalanan porak poranda dan bunyi klakson serta teriakan orang-orang terdengar saling tumpang tindih.
Ilena mencoba bangkit berdiri untuk melongok ke luar lubang besar yang menghancurkan separuh ruangannya. Namun, mendadak sebuah layar hologram kebiruan berpendar di hadapan Ilena bersamaan dengan bunyi plop pelan. Dengan terkejut gadis itu kembali tersungkur ke belakang.
“Apa yang…” gumam Ilena dengan mata terbelalak.
“Ilena… apa sekarang di hadapanmu juga muncul layar aneh yang mirip dengan jendela status karakter di Galatean?” tanya Dean yang ternyata juga tersungkur di sebelah Ilena.
Gadis itu menoleh ke arah rekan kerjanya. Namun, hal yang dilihat Ilena hanyalah Dean yang menatap bingung ke depan. Ia sama sekali tidak bisa melihat layar hologram milik Dean, dan hanya bisa melihat miliknya sendiri.
“Iya, di depanku juga muncul jendela status hologram,” jawab Ilena yang lantas kembali memperhatikan hologram misterius di hadapannya.
Sesuai kata-kata Dean, hologram itu ternyata memang serupa dengan jendela status karakter di game buatannya, Galatean. Bahkan keterangan di dalamnya benar-benar sesuai dengan karakter yang dia mainkan saat itu! Bedanya nama karakter tersebut tetap menggunakan nama aslinya.
Ilena Lockart (Archer)
-Pembuka Gerbang Dimensi-
Lv. 99
Strenght : 20
Agility : 121
Vitality : 45
Inteligent : 20
Dexterity : 187
Luck : 100
Ilena mencoba menyentuh hologram tersebut, tetapi kini jendela status itu justru berubah menjadi pesan selamat datang dari sistem Galatean.
...Open World Adventure RPG: Galatean...
Terimakasih untuk semua pemain yang telah mendaftar dalam Beta Testing Galatean Online. Mulai 13 Maret pukul 9 AM, uji beta telah diubah menjadi mode Open World Adventure dimana semua pemain yang telah terdaftar dapat menjalankan permainan di kehidupan nyata.
Semua status dan skill yang telah didapat selama uji beta tetap sama dan tidak ada pengaturan ulang. Fitur game dapat diakses melalui layar status yang akan muncul bila pemain mengucapkan nama fitur yang dibutuhkan.
Demi kenyamanan semua pemain, fitur asisten juga akan diaktifkan untuk memandu pemain beradaptasi dengan perubahan mode Open World. Silakan memberi nama asisten anda dengan mengucapkan kata apa pun yang anda inginkan.
Ilena mencoba mencerna kejadian yang ada di hadapannya secepat yang dia bisa. Bila diringkas, apakah artinya game buatannya kini tiba-tiba muncul di kehidupan nyata? Bahkan sistem itu kini bisa membuat keputusan sendiri dengan mengubah mode uji betanya menjadi open world, hingga menyiapkan asisten dan membuat kata-kata selamat datang sendiri.
Karena sepertinya tidak ada pilihan lain baginya sekarang, Ilena pun akhirnya memutuskan untuk mengikuti arahan hologram itu. Ia mencoba berpikir cepat hingga akhirnya menemukan satu nama yang cocok.
“Cleo,” ucap Ilena pendek.
Layar hologram di depannya dengan cepat berubah menjadi kata-kata yang berbeda.
Terimakasih player yang terhormat, nama asisten telah diatur menjadi Cleo. Silakan panggil Cleo setiap anda membutuhkan bantuan apa pun. Sistem akan merespon setiap pertanyaan pemain dengan segera.
“Sebenarnya apa yang terjadi?” erang Dean sembari menggaruk belakang kepalanya, kebingungan.
“Sepertinya sistem Galatean muncul di dunia nyata,” jawab Ilena sembari bangkit berdiri dan membersihkan serpihan debu yang memenuhi tubuhnya.
Ruang kerjanya sudah berubah menjadi kekacauan yang tak tertolong lagi. Separuh dinding hancur dan reruntuhan betonnya terserak di seluruh lantai. Meja kursi gamingnya remuk tak berbentuk. Beberapa karyawan yang masih bertahan di dalam ruangan tampak kebingungan setelah mengalami hal yang serupa dengan Ilena.
"Apa di depan kalian juga muncul layar pop up Galatean?" tanya Ilena seraya mengedarkan pandangannya.
"Saya ada," jawab salah satu dari mereka.
"Saya juga," sahut yang lainnya.
Semua pegawai tersebut turut mengiyakan pertanyaan Ilena. Itu artinya semua player di kantor mereka juga mendapat notifikasi yang sama.
"Kalian semua, pergilah untuk mengecek keadaan di luar. Aku dan Dean akan mencoba memperbaiki server dengan data cadangan," perintah Ilena kemudian.
Semua pegawai yang tersisa segera meninggalkan ruangan tersebut sesuai dengan yang diminta oleh Ilena. Kini hanya ada dirinya dan Dean yang masih bertahan. Mereka berdua lantas mencoba mencari sumber daya cadangan untuk menyalakan komputer. Sayangnya bagian ruangan daya cadangan yang ada di salah satu sisi dinding sudah separuh hancur.
Ilena hanya bisa mengutuk dalam hati. Di luar sana suara teriakan dan sirine kini mulai menyeruak dan bau terbakar tercium begitu pekat. Ilena lantas berdirindan berjalan menuju sisi bangunan yang runtuh. Asap menguar dari berbagai sisi membuat mata Ilena sedikit pedih.
“Bagaimana bisa kau setenang itu menghadapi situasi tidak masuk akal begini?” sergah Dean turut berdiri dan mengikuti Ilena berjalan ke tepi bangunan yang hancur.
“Aku juga tidak terlalu mengerti situasi ini, Dean. Tapi untuk sementara sepertinya itu jawaban yang paling relevan,” sahut Ilena sembari melongok keluar.
Kekacauan besar terjadi di bawah sana. Ilena melihat orang-orang berteriak ketakutan dikejar sesosok makhluk yang dia kenal betul sebagai salah satu monster ciptaannya dalam game: Skeleton. Bukan hanya satu atau dua melainkan puluhan Skeleton putih dengan aura gelap mengejar orang-orang yang berteriak panik menyelamatkan diri. Beberapa tubuh manusia tampak tergeletak bersimbah darah. Mereka mencoba merangkak di sepanjang jalan namun Skeleton lain menebas mereka dengan brutal, menyisakan erangan putus asa yang menyakitkan.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Dean menatap ngeri situasi kota Burca yang serupa medan pembantaian.
“Kita harus membantu mereka,” ucap Ilena melontarkan satu-satunya pikiran yang terlintas dalam benaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
moonmaker
semangat ya kak!
2022-08-16
0
moonmaker
kece parah! masuk ke dunia RPG 😭❤️
2022-08-16
0
Utomo
setiap kata"nya keren parah
meski ceritanya sedikit off
pengembang game hanya satu + assisten?
dimana karyawan lain yg bahkan dalam gedung dan terdapat lift
nabung dulu, chapternya udah banyak baru baca lagi.
tapi setiap katanya bener" keren parah
2022-08-09
1