Selama bermain game dark sky, Nafisa tidak pernah berteman dengan siapa pun. Ada banyak sekali pemain yang meminta berteman tapi dia tidak pernah mempedulikannya. Termasuk mereka yang berasal dari tim terkenal. Karena dia tahu, jika dia menerima pertemanan tersebut maka pasti bakal sangat mudah buat mereka mengajak bermain bersama. Sementara dia sudah bertekad akan selalu solo.
Apa yang dikatakan Reyners benar. Kalau lelaki itu bermain juga, dia pasti menerima ajakan pertemanannya. Sayangnya dia sama sekali tidak memainkan game dark sky.
"Maniac killer itu Alvin ketua geng black wolf?" tanya Reyners.
"Dugaanku," jawab Nafisa.
"Memang benar mereka orangnya. Lihat, aku sudah menyelidikinya!" ucap Reyners sembari menunjukkan komputernya yang bertuliskan banyak sekali data.
Nafisa tidak paham dan tidak mau fokus pada apa yang tertera di komputer itu. Dia langsung mengalihkan pandangannya ke bawah. Yang jadi masalah sekarang bukan lagi siapa itu maniac killer. Tapi bagaimana cara ia keluar dari tim the 13 king.
"Ada apa?" tanya Reyners. Dia sudah paham jika Nafisa sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja hatinya. Dia mendekat tanpa mematikan komputernya terlebih dulu. Komputernya memang selalu dibiarkan menyala.
"Nggak papa," jawab Nafisa. "Kalau mereka lagi pada berburu monster biasanya apa yang kamu lakukan? Apa kamu bakal mengamankan mereka yang bukan pemain?" tanyanya.
Kedua orang itu mulai memperhatikan para pemain di luar toko.
"Nggak. Duduk disini dan menonton."
"Bantuin yang lain dong. Lagipula dalam kondisi begitu nggak ada yang beli kan? Kamu bisa menonton sambil membantu orang lain," kata Nafisa.
Reyners tidak mengatakan apa-apa cuma tersenyum.
"Sudah lama ya kita nggak bertemu."
Nafisa menoleh. Reyners juga menoleh.
"Perasaan kamu membahas itu mulu," keluh Nafisa.
"Memang benar kan? Sesibuk itukah sampai nggak punya waktu buat datang kesini?"
"Kamu sendiri nggak ke rumahku. Gantian sekali-kali, nanti aku kenalkan dengan nenekku yang sangat baik," kata Nafisa.
"Aku selalu ke rumahmu."
"Jangan bercanda!" tukas Nafisa. Reyners sering bilang seperti itu. Dia tidak percaya sama sekali tapi berkali-kali dikatakan jadi agak mencurigakan.
"Serius. Cuma kamunya nggak lihat."
Jawaban yang sama lagi. Nafisa pernah diam saja tidak menanggapi jawaban Reyners ini. Sama cowok itu kemudian ditertawakan karena dia pikir Nafisa sedang memikirkan benar atau tidak dan dia bilang kalau dia cuma bercanda.
"Teman-teman kamu semuanya bermain game ini kan? Mereka pasti sering mengobrol banyak hal dan kamu pasti mendapat banyak informasi. Ceritakan semuanya padaku dimulai dari posisi penjara bawah tanahnya."
"Setiap kota memiliki satu penjara bawah tanah. Tetapi di kota ini yang terletak di dekat menara ibukota itu menjadi dungeon yang paling berbahaya dan disebut sebagai pusatnya. Ada yang bilang kalau di sana ada gate yang sangat besar yang katanya menjadi pusat kemunculan semua monster di game aethfire ini. Banyak yang mencoba menutup gatenya tapi sejauh ini semuanya gagal. Menurutku gate itu adalah sisa dari kejadian 30 tahun yang lalu."
"Aku juga mikir begitu," balas Nafisa. "Apa yang kamu pikirkan untuk menutupnya?"
"Kekuatanmu mungkin bisa menutupnya," jawab Reyners yang langsung membuat Nafisa terbelalak.
"Nggak mau" batin Nafisa. "Lalu bagaimana sama game aethfire? Kenapa mirip banget sama dark sky?"
"Begitu suara misterius itu muncul, kupikir gate pecah dan keluarlah banyak monster serta sistem yang nggak diketahui. Pemimpin bilang kita perlu fokus memburu monster sampai pada bos terakhir."
Nafisa mengangguk paham. "Intinya aku datang kesini cuma mau bertanya begitu. Kalau begitu aku pamit ya."
Reyners langsing berdiri ketika Nafisa berdiri.
"Wajar saja kalau aku bilang sudah satu tahun nggak bertemu, tiap kali disini sering nggak sampai lima menit."
"Kalau aku nggak sibuk si nggak masalah. Ada banyak hal yang harus aku kerjakan," jawab Nafisa.
"Berburu?"
"Mana mungkin."
"Kenapa?"
Nafisa menghentikan langkahnya ketika menyadari sesuatu. Dia menoleh pada Reyners dan bertanya, “Nggak ada orang lagi disini kan?” tanyanya.
Nafisa takut jika ada yang mendengarkan pembicaraan mereka.
“Nggak ada. Memang kenapa?” tanya Reyners. “Sebaiknya jangan pergi dulu, monster disana sudah muncul, di sini sajsa Sa.”
“Justru itu, entah di mana pun kemunculan monster aku harus tetap di sisi nenekku,” kata Nafisa sambil berjalan terburu-buru keluar dari toko. Reyners berusaha menghentikannya tapi pada akhirnya dia sampai di depan toko karena Nafisa tetap menjauh. Dia memandangi Nfaisa dengan tatapan sedih.
“Nafisa!” teriak Reyners.
Para pemain dan teman-temannya yang berada di depan toko cowok itu sudah menyebar ke tempat kemunculan monster. Dari kejauhan sebuah gate melayang pecah dan mengeluarkan banyak sekali monster. Reyners sudah biasa melihat pemandangan itu jadi tidak kaget. Tetapi dia mengkhawatirkan Nafisa. Apakah gadis itu bisa mengatasinya?
“SELAMAT PAGI TEMAN-TEMAN, MARI KITA CERIAKAN PAGI INI DENGAN BERBURU HARTA YANG PALING INDAH. KALI INI ADA BOS MONSTER BERNAMA BELLE YANG AKAN MENEMANI PAGI KALIAN. SENJATA YANG AKAN KALIAN DAPATKAN JUGA SANGAT BAGUS DAN DAPAT DIJUAL DENGAN HARGA FANTASTIS!”
Nafisa menoleh ke belakang. Karena sibuk mendengarkan suara dari menara itu, dia akhirnya tidak sadaar dengan apa yang ada di depannya. Tiba-tiba kedua matanya melebar kala merasakan badannya terbang. Lebih tepatnya, dia dibawa oleh seseorang.
“Hey kau! Kau mau sekarat?” bentak lelaki di hadapannya setelah menurunkan Nafisa.
“Gila,” tukas Nafisa di dalam hati. Dia marah setengah mati. Menyelamatkan sih menyelamatkan tapi tidak dengan menggendongnya juga. Tentu saja aksi orang ini membuatnya sangat jengkel. Padahal dia bisa menyingkirkan monster di hadapannya yang muncul tiba-tiba itu dengan mudah.
“Kau bukan pemain, cepat minggir sana!” bentak lelaki yang menyelamatkannya inu.
Nafisa menatapnya dingin dan tidak mengatakan apa-apa langsung laju menuju monster yang muncul itu.
“Woy, malah kesana lagi! Petugas cepat hentikan anak itu!” teriak lelaki yang mengenakan jubah dengan simbol aneh di tengahnya ada permata berwarna merah. Dia kemudian berteriak lagi, “Semuanya cepat bersihkan semua yang tersisa!”
“Sial,” geram Nafisa di dalam hati. Dia langsung berlari. Tidak peduli tubuhnya bakal diserang monster. Kekacauan mendadak ada di mana-mana. Ketika bos monster itu akan melancarkan serangan padanya menggunakan pedang raksasanya, Nafisa meleset dibawahnya sehingga pedang itu tidak mengenai dirinya. Dia tetap berlari menjauh. Tudungnya terlepas sehingga rambut pendeknya yang berwarna coklat kehitaman terhembus angin kencang.
Sayangnya...di hadapannya ada banyak sekali pemain yang berlari ke arahnya dan banyak juga yang mulai menembak monster raksasa itu. Beberapa sedikit terkejut dengan cara Nafisa menghinar. Padahal hal itu biasa. Masalahnya, dia bukan pemain. Bagaimana bisa dia sesantai itu. Dari tatapan matanya saja tidak terlihat ada ketakutan.
“Minggir-minggir!” teriak sang komandan pada Nafisa.
Layar biru yang hanya dapat dilihat Nafisa muncul dan menampilkan semua percakapan anggota timnya.
[REI: King lagi ada di ibukota ya? Tetap disana!}
“Jangan membuatku semakin kesal,” batin Nafisa.
Nafisa malah semakin semangat menjauhi ibukota. Dia baru berhenti berlai ketika melihat warung makan favoritnya. Bersamaan dengan itu perutnya berbunyi.
“Lapar banget. Aku beli makanan dulu sekalian buat nenek deh,” ucap Nafisa lega kemudian memasuki warung tersebut.
“Permisi, bu, beli makanannya,” kata Nafisa ramah.
Dia kira warungnya tidak ada pelanggan sama sekali saat ini karena kondisi di ibukota tapi ternyata ada beberapa anak yang sedang nongkrong. Sang ibu penjual makanan pun bertanya pada Nafisa mau pesan apa.
“Dua yang biasa,” jawab Nafisa.
“Oke. Silahkan duduk dulu nak!”
Nafisa pun duduk.
“Jadi, king itu ada di desa Deast?” tanya salah satu anak.
Nafisa terkejut. Dia mulai menajamkan pendengarannya. “Apalagi ini?” batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
mochamad ribut
up
2023-05-16
0
mochamad ribut
lanjut
2023-05-16
0