Ada semua anggota tim The 13 King, beberapa pemain profesional, dan masih banyak lagi yang tidak Nafisa ketahui tentunya. Nafisa cuma melirik mereka sekilas. Dia berharap semua orang menyingkir dari sana sekarang juga karena dia mau pulang. Ini adalah hari terburuknya. Ini akan menjadi yang terakhir kalinya dia melawan monster. Dia menoleh ke Melisa. Kemarahannya mendadak berlipat ganda begitu melihat anak itu kegirangan bukan main sedang memegang banyak permata dan senjata baru.
Melisa bagaimana pun juga menyerang monster tadi jadi dia mendapatkan imbalan yang tidak murah juga. Tetapi dibandingkan dirinya, anak itu kelihatan tidak kelelahan sama sekali. Berbeda dengan dirinya yang rasanya mau mati.
Nafisa sangat kecewa dan kesal sampai tidak bisa berkata-kata.
"Ini jelas aku dimanfaatkan," batin Nafisa.
Nafisa bangkit, sabitnya hilang, dan layar biru di hadapannya yang terus bermunculan juga ia abaikan ketika merasakan para pemain lain mendekatinya dia melangkah menjauh.
"Oy tunggu!"
Entah siapa yang berteriak, Nafisa tidak peduli.
"Bos tunggu bos!"
"Capek banget kayaknya aku mau pingsan," batin Nafisa.
Sudah kelelahan setengah mati, Nafisa lagi-lagi harus berpikir bagaimana caranya memberitahu neneknya mengenai semuanya. Dalam kondisi banjir keringat begini, haruskah dia langsung muncul di hadapannya? Pasti neneknya bakal cemas kan?
"Bos, kamu nggak apa-apa? Sungguh permainan yang sangat baik. Bagaimana bisa kamu semudah itu mengalahkan Xania dengan perpaduan serangan sihir dan-"
Nafisa memberhentikan langkahnya bukan karena potongan suara itu. Melainkan sebilah pedang di depan lehernya yang dikerahkan oleh orang dibelakangnya.
"Pinjam kartu monsternya!"
Nadanya sama sekali tidak menunjukkan permintaan melainkan perintah. Masa meminjam seperti itu?
Nafisa menolehkan kepalanya agak ke belakang untuk melihat siapa yang berani mengangkat pedang padanya dan bersikap tidak Sopan. Begitu mengetahuinya, ia idak kaget. Karena salah satu anggota tim The 13 King yang menyebut dirinya pemimpin Black Wolf, Rei.
"Nafisa!" teriak Melisa sembari berlari mendekati Nafisa.
Nafisa sekarang dikelilingi oleh para anggota tim The 13 King kecuali Raven dan Bang Roy. Cowok itu berjalan pulang dan Nafisa melihatnya sekilas.
"Selalu menjauh," batin Nafisa. Bertarung dilihat Raven sungguh membuat pikirannya menjadi tidak karuan. Bagaimana kalau cowok itu semakin membencinya? Sungguh hari ini adalah hari terburuknya.
Dia merasa Raven membencinya karena dia sering meminta game pada ayahnya. Kemungkinan mengetahui bahwa dia adalah king, pasti bencinya bertambah berkali-kali lipat kan?
Meminta bantuan padanya buat bilang ke neneknya saja kalau dia mau bermain sama Melisa tidak mendapat respon apa-apa.
"Serahkan kartu Xania itu!" titah Rei sembari mengulurkan tangannya yang satu lagi pada Nafisa.
"Singkirkan pedangmu!" titah Dikis dingin.
"Iya Rei. Bagaimana bisa kamu menodongkan senjata pada perempuan?" sahut Dio tapi kemudian diikuti tawa renyah. Dia komplain tapi di dalam hati berbeda. Dia malah senang dan puas saat Rei mengerahkan pedangnya ke leher Nafisa. Sebab, dia kira gadis itu bakal ketakutan atau syok, tapi malah biasa saja. Tidak ada ketakutan sama sekali. Sudah ia duga, sebab di pertempuran tadi, gadis yang disebut king ini bertarung tanpa emosi. Tidak cuma tadi. Saat di SMA Alastar waktu itu juga seperti itu. Artinya, dia kemungkinan sudah sering mengalami hal berbahaya.
"Kenapa kamu nggak sepenuhnya menggunakan sihir?" tanya Ash. Setahu dia, kekuatan Nafisa sepenuhnya sihir.
Nafisa berbalik dan menatap mereka satu-persatu dengan datar. Rei akhirnya menurunkan pedangnya. Mata Nafisa jatuh pada Melisa yang sudah sampai di dekatnya, kedua matanya berbinar-binar tapi kelihatan seperti panik.
"Nafisa. Makasih banyak Sa. Berkat kamu, aku jadi nggak perlu minta uang ke mama sampai nangis-nangis. Terima kasih banyak ya," kata Melisa sambil meraih kedua tangan Nafisa.
Nafisa agak terkejut sampai matanya agak melebar sedikit. Dia diam sejenak dan berkata di dalam hati, "Tangannya gemetaran. Melisa ketakutan. Dia pasti bingung mau menembak ke arah mana, menyerang bagaimana. Aku seharusnya nggak boleh semarah ini."
Nafisa cuma mengangguk. "Ayo pulang?" ajaknya tanpa melihat ke anak laki-laki di hadapan mereka.
"Hey kau yang rambut ungu, serahkan semua yang kau dapatkan hasil pertempuran tadi. Kami melihatmu nggak melakukan apa-apa jadi semuanya adalah milik king," ucap Alvin tajam.
Melisa akhirnya menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang dengan galak.
"Dan kau king. Sial aku masih nggak percaya kalau kau perempuan. Kau.."
"Memangnya kenapa kalau dia perempuan?" sahut Dikis langsung.
"Diam! Berani banget kau memotong ucapanku!" tukas Alvin tajam.
"Mau duel kah?" Dikis langsung mengeluarkan pedangnya.
Alvin melotot pada Dikis dan mengeluarkan aura membunuhnya.
"Hentikan! Kita disini mau menjemput king untuk ke ibukota bukan malah berantem nggak jelas. Em, Nafisa, namamu Nafisa kan? Sebagai pemain dimana di data kamu berada di nomor satu, kamu sangat dibutuhkan di dungeon. Kita masuk kategori tim 20 besar jadi sebaiknya berburu disana!" ucap Erash ramah.
Nafisa sama sekali tidak menoleh ke belakang untuk beberapa saat.
Meski Nafisa dan Melisa bertarung di ruangan yang tertutup dinding putih, tapi para pemain di luar dinding dapat melihatnya.
"Bertarung kayak tadi...." Nafisa merinding membayangkan bertempur di penjara bawah tanah. Bukankah di sana sangat berbeda? Apalagi kabarnya disana banyak sekali monster.
Nafisa yang selalu mendambakan pemandangan hijau, angin yang berhembus kencang tetapi lembut, langit biru yang cerah, sinar matahari sore, dan masih banyak lagi keindahan pemandangan di desanya. Tentu saja tidak akan pernah menginjakkan kakinya di tempat mengerikan seperti dungeon. Apalagi jika dia harus berpisah dengan neneknya. Tentu saja hal itu tidak akan pernah terjadi.
Dari sebelas anak yang berbicara cuma beberapa. Yang diam memperhatikannya serius. Nafisa sudah memperhatikan semua anggota tim The 13 King tadi. Hampir semuanya kelihatan misterius Dia yakin 100 persen mereka menyembunyikan sesuatu. Dalam kekacauan seperti sekarang, entah apa yang akan terjadi.
Rei, Alvin, Leo, Dikis, Dio, dan yang lain. Jelas mereka adalah orang asing bagi Nafisa. Nafisa memang kenal Leo dan Raven karena satu sekolah tapi tidak pernah saling berbicara jadi bisa dianggap bahwa mereka benar-benar asing seperti Rei dan yang lain. Mereka muncul di kehidupannya begitu tiba-tiba seperti keajaiban. Penyebabnya karena dia entah bagaimana masuk ke tim The 13 King. Itu bahkan bukan keinginannya dan di luar kendalinya. Dan menurut Nafisa, hanya karena berada dalam satu tim yang sama dan keadaan monster ada di mana-mana bukan berarti mereka bisa mengajaknya sesuka hati ke dungeon, mengancamnya, dan masih banyak lagi sikap tidak sopan lainnya.
Nafisa akhirnya menyadari bahwa dirinya naif. Rei bisa saja mencelakai neneknya. Raven yang masih membencinya bisa jadi melakukan sesuatu. Tidak selamanya dia akan menang melawan monster. Pada akhirnya dia sampai pada satu kesimpulan. Bagaimana bisa dia mengharapkan hidup tenang tanpa melakukan apa-apa?
"Pertama-tama, aku harus menemui Reyner," batin Nafisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
mochamad ribut
up
2023-04-29
0
mochamad ribut
lanjut
2023-04-29
0