Istirahat telah tiba. Nafisa justru bersembunyi di toilet perempuan sambil berjongkok di lantai dan menyembunyikan wajahnya ke lutut. Dia dapat mendengarkan keramaian di lapangan.
“Kenapa dunia jadi begini? Aku nggak suka,” batinnya.
Tiba-tiba dia mau menangis lalu tersadar apakah neneknya di rumah baik-baik saja?
BOOOOMMMMM!
Ledakan besar terjadi di lapangan sekolah. Bahkan beberapa anak dari sekolah lain datang ke sekolah ini hanya untuk mengalahkan monster level sangat tinggi itu. Dia yang paling banyak memberikan luka pada monster akan menjadi penyerang nomor satu kali ini dan mendapatkan senjata yang spesial.
Namun, mereka juga diberi peringatan untuk berhati-hati. Meskipun lukanya sedikit atau malah tidak ada, tapi bukan berarti tidak benar-benar parah. Mereka tidak tahu seberapa besar sistem bekerja dan bisa jadi membahayakan nyawa para pemain. Setiap pertarungan dihimbau untuk ada pemain terbaik karena saluran telah menaruh sistem cukup besar pada sekeliling mereka yaitu jumlah mana yang sangat banyak dan bahkan ada yang tidak terbatas.
Nafisa dapat mendengar kericuhan dan teriakan dari lapangan. Tapi ketika ada teriakan seperti kesakitan, dia langsung menegakkan kepalanya. Teriakan seorang gadis yang tampaknya kalah setelah menyerang.
“Bagaimana ini...mereka nggak bakal kenapa-napa kan?” batin Nafisa.
"Salah mereka sendiri yang mutusin lawan monsternya. Padahal kalau nggak dilawan satu menit, monsternya juga akan hilang sendiri. Kenapa mereka begitu bersemangat dan ambisus?" pikir Nafisa.
“Aku juga ngapain mikriin mereka sih, mereka juga selalu menghinaku setiap saat semua anak di sekolah ini. Bahkan Raven pun nggak menyukaiku,” batin Nafisa sedih.
Sudah banyak episode yang terjadi antara Raven dan Nafisa. Mereka adalah teman masa kecil. Selalu bermain bersama bergandengan tangan, minum susu segelas berdua, intinya selalu bersama-sama. Mereka selalu berada di sekolah yang sama bahkan sampai sekarang. Tapi entah kenapa, Raven menjauhi Nafisa sejak mereka memasuki SMP. Nafisa dapat menebak alasannya, yaitu karena orang tua Raven sangat perhatian padanya melebihi perhatiannya padanya.
Paman Venan hampir setiap hari memarahi Raven karena tidak ingat waktu bermain game dan selalu membanding-bandingkannya dengan Nafisa. Nafisa tidak pernah memeprmasalahkan menjauhnya Raven. Dia juga tidak peduli. Dia cukup tahu diri. Dia dan Raven ibarat langit dan bumi. Raven sangat tampan sedangkan dirinya jelek. Dia anak orang kaya sedangkan dirinya tidak memiliki apapun. Jangankan harta benda, orang tua pun dia tidak memilikinya. Dia juga merasa sedikit bersalah karena telah merebut orang tua lelaki itu meski niatnya tidak seperti itu. Di sisi lain, dia juga iri. Sejak rusaknya kedekatan mereka, dia tidak pernah lagi memanggil ayah angkatnya dengan sebutan 'ayah' tapi 'paman'.
Nafisa juga merasa bahwa dirinya jahat karena memang benar, niatnya memanfaatkan kekayaan Paman Venan. Tapi itu sudah berakhir sejak dia memutuskan pensiun bermain game.
Nafisa yang sangat dekat dengan Raven mendadak menjadi seperti orang asing yang tidak pernah kenal sama sekali. Meskipun Nafisa sering mampir ke rumahnya untuk bermain bersama Tsamara, Raven sama sekali tidak mempedulikannya. Mereka tidak pernah saling menyapa, benar-benar seperti orang asing. Nafisa dihina terang-terangan di sekolah pun Raven sama sekali tidak melihatnya. Pokoknya hubungan mereka menjadi sangat jauh.
Padahal sejak dulu, Nafisa mencintai Raven. Ketika sudah pasti dengan perasaannya mencintai lelaki itu, yang pertama kali dia pikirkan adalah ‘menyerah'.
Teriakan-teriakan itu kembali terdengar.
“Gila, kenapa monster itu muncul disini ya? Memangnya di sini ada pemain terbaik tingkat atas?”
Nafisa mulai waspada ketika merasakan ada anak di depan toilet yang nafasnya memburu seperti sedang ketakutan.
“Semoga Raven bisa mengalahkannya, dia kan peringkat ke 20. Ada Leon juga peringkat ke 17.”
“Hah?” Nafisa terkejut. Dia cukup tertawa di dalam hati mendengar rangkingnya Raven. Jika rangking ditentukan oleh jejak di game dark sky, maka milik Raven wajar karena dia sering memainkan game milik lelaki itu.
“Pantas saja,” batin Nafisa.
Raven bisa jadi pemain terbaik karena ada campur tangan king.
“Tapi tetap saja kalau mereka bukan 10 besar mereka nggak bisa mengalahkannya.”
“Oooh jadi perlu pemain di rangking 10 besar,” gumam Nafisa di dalam hati.
Pembicaraan anak-anak perempuan di depan toilet benar-benar memberikan banyak informasi.
Nafisa melihat daftar 10 pemain terbaik dan tidak ada satupun yang berada disini kecuali dirinya. Sebenarnya buat mengalahkan monster tersebut gampang. Tapi tidak. Dia akan menunggu semua pemain kelelahan lalu monster itu akan menghilang dengan sendirinya.
“Dipikir-pikir aneh, ini seolah-olah monsternya mengukutiku. Dia muncul di tempat-tempat dimana aku ada,” batin Nafisa.
“GILA! KEN TERLUKA PARAH!” teriak seorang anak laki-laki.
“HAAAAAAAH!”
Nafisa mulai gemetaran saat anak-anak di depan toilet menjerit. Ada yang terluka parah? Ini di luar dugaan.
“Nggak usah maju Nafisa, nanti malah hidupmu akan bermasalah,” batin Nafisa untuk dirinya sendiri.
Dia melihat ke layar biru di depannya, bahwa identitas pemain akan terbongkar apabila pemain menyerang monster. Jelas akan sangat-sangat bermasalah pada dirinya. Dia tidak akan pernah maju.
Terdengar anak-anak di depan toilet berlari entah kemana.
Setelah dirasa sepi, Nafisa keluar sambil celingak-celinguk ke sana kemari.
“Sebaiknya kucek,” batin Nafisa sambil berjalan cepat ke lapangan.
Ketika masih berada di game dark sky, dia memiliki tujuh sihir terkuat yang sering digunakannya. Yang pertama adalah elemen cahaya.
Serbuk Duri Cahaya Peri [Mediocris lux Thorn]
Tusukan Pisau Kegelapan [Tenebrae Blade Stab]
Gelombang Air Hujan [Aqua Pluvialis]
Ledakan Petir [Fulgur Explosio]
Kobaran api [Blaze]
Guguran Pembekuan [Glacians Occumbo]
Lilitan Akar Raksasa [Radix gigantis coil]
Nafia mengecek pada kemampuan sihirnya dan sihir-sihir tersebut masih ada. Berarti mungkin memang benar bahwa game ini adalah versi terbaru dari game dark sky. Tapi sejauh ini, kenapa tidak ada konfirmasi apapun? Dai tetap tidak bisa menerimanya.
Nafisa duduk di depan lab Ipa sambil memandang ke lapangan. Daripada monster, makhluk itu lebih tepat disebut naga. Dia memiliki dua sayap yang sangat besar. Giginya runcing dan matanya yang melotot seolah-olah memperhatikan semua pemain dengan teliti. Yang lebih mengejutkan lagi, para guru juga ikut bertarung?
“Apa kata pusat?”
Nafisa memperhatikan pembicaraan dua guru di dekatnya.
“Mereka lagi mengirim pemain terbaik nomor empat kesini!”
“Nggak ada waktu lagi. Berapa lama perjalanannya?” tanya guru olahraga.
“Nggak tahu juga. Jika begini terus, bukankah kita harus protes kalau game ini harus dilenyapkan jika sudah sampai membahayakan nyawa?”
Nafisa tersenyum. “Memang begitu seharusnya,” batinnya.
Nafisa tetap duduk tenang dan tidak berencana ikut campur sama sekali. Dia senang karena semua orang akhirnya sadar juga.
Naga itu mengaum sangat keras. Sihir-sihir yang diserangkan padanya beraneka ragam. Para anak laki-laki juga tidak henti-hentinya menebaskan pedang, panah, dan tombak. Mereka tampak semangat tapi di sisi lain banyak juga yang ketakutan, frustasi, kelelahan, dan menjerit-jerit.
Nafisa akan tetap duduk sambil menunggu semua pemain putus asa. Setelah itu dia akan kembali ke kelas. Dia memperhatikan gaya permainan anak-anak di sana kemudian mengomentarinya di dalam hati. Sebenarnya mereka bisa menang dengan mudah asal tidak bermain asal melukai.
Tiba-tiba kedua mata Nafisa menyipit ketika menyadari ada yang berubah dari naganya. Naga itu mendadak berbalik dan menggerakkan ekornya yang membuat semua di belakangnya dalam lapangan tersapu.
"AAAAAAAAARGHHHHH!" geram sang naga sambil menyemburkan sihir api dari mulutnya.
Sekarang di lapangan hanya ada sang monster itu.
Teriakan terdengar bersahut-sahutan. Situasinya berubah semakin mencekam ketika hari mulai mendung.
“Uwaah, kok jadi ngeri ya? Jahat sekali yang buat game ini," batin Nafisa mulai cemas.
“Nak, kamu harus menolong orang lain kalau mereka sedang kesusahan ya!”
Tiba-tiba dia mengingat ucapan neneknya.
Nafisa menghela nafas kemudian bangkit dan berjalan pelan mendekati sang naga. Jika sudah mengingat perkataan neneknya, maka dia tidak bisa tinggal diam. Jika dia tetap diam, sama saja akan menyakiti neneknya yang sangat dicintainya itu.
“Sepertinya nggak ada cara lain,” batin Nafisa.
Terlalu lama menunggu pemain terbaik nomo empat tiba. Jika disini ada nomor satu, kenapa harus memanggil nomor empat.
Nafisa memutuskan berubah menjadi anak yang baik, tapi bukan berarti mengabaikan orang lain begitu saja.
Sang naga mengaum luar biasa keras, bisa dipastkan bahkan suaranya sampai ke pusat kota.
“Nafisa jangan kesana. Apalagi kamu bukan pemain!” teriak seorang guru yang kaget ketika melihat Nafisa berjalan ke lapangan dan matanya fokus pada monster.
Namun, Nafisa tetap berjalan santai ke sang naga. Sang naga jadi fokus padanya karena hanya dia yang ada di lapangan dan satu-satunya paling dekat dan akan menerkamnya. Semua mata tertuju pada Nafisa. Beberapa dari mereka menutup mata karena tidak sanggup akan melihat kematian di depan mereka karena semuanya sudah tahu bahwa Nafisa bukan pemain berdasarkan teriakan sang guru tadi.
“Nafisa hentikan!” teriak beberapa guru.
“Minggir dari sana!” teriak beberapa murid.
Sayangnya, Nafisa mengerahkan telunjuk tangan kanannya. Dari telunjuknya tersebut perlahan-lahan muncul kobaran api dan langsung memakan sang naga. Bahkan dalam hitungan tidak sampai tiga detik, kobaran itu menyebar sangat luas sampai memenuhi seluruh lapangan. Perlahan-lahan, sang naga mulai lenyap dimakan habis oleh sihir api yang sangat besar itu.
"Blaze," bisik Nafisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Author DE LILAH
keren.. lanjut kak.. jika berkenan mampir juga di karyaku "Istriku Masih Perawan" trims xoxo
2023-06-11
1
Lami_Kim
fighting kakak author, di tunggu up nya..
2022-08-03
4