Farming

"Nah begitu dong."

Melisa tersenyum puas sembari mengulurkan tangannya pada Nafisa. "Untuk kontrak kerja cukup dengan bersalaman saja."

Situasi tadi tidak terelakan. Nafisa sadar jika seperti ini Melisa tidak lain mengancamnya. Mengapa gadis itu tahu jika dirinya menyimpan rasa pada Raven? Jika karena mengingat masa kecil mereka, apa saja yang sudah diperbuatnya sama Raven sampai teringat di kepala gadis berambut ungu pastel ini?

Nafisa ingin mengingat semua kejadian di masa lalu.

Jika tahu di masa depan kedekatannya dengan Raven tidak bisa diperbaiki, Nafisa tidak akan pernah dekat-dekat dengan cowok itu. Dia menjadi sedikit menyesal. Itu karena perasaan ini mengganggu. Dia bahkan sampai dipermainkan Melisa. Benar-benar...tapi untunglah dia memanggil Melisa sebelum mulut gadis itu menyebut namanya pada Raven. Yang paling menyebalkan adalah kontak matanya sama Raven. Sebab cowok itu akan selalu menatapnya penuh kebencian.

Sebanyak apa pun Nafisa berusaha memutar kembali masa lalunya di kepalanya, yang dia ingat hanya beberapa.

"Apanya yang kontrak kerja, ini namanya mengajak melukai diri sendiri bersama," batin Nafisa. Dia tidak langsung menerima uluran tangan Melisa.

"Ayo dong Nafisa. Kalau nggak aku benar-benar bilang sama Raven kalau kamu menyukainya," ucap Melisa dengan senyum liciknya.

Akhirnya kesempatan datang juga. Nafisa berharap kali ini penasarannya bakal terjawab.

"Darimana kau tahu?"

"Bukankah sudah jelas ya? Kamu selalu melihat Raven dengan tatapan seperti bilang, Raven tolong lihat aku, aku mencintaimu!" Melisa berakting seperti seorang gadis yang sedang mengejar lelaki impiannya. Kedua tangannya memegang tangan Nafisa dan menatap gadis itu memohon.

Nafisa kaget setengah mati. "Gila, nggak mungkin sampai begitu kan? Masa sih terlihat sampai separah itu?" Dia teriak di dalam hati.

"Haha kenapa wajahmu begitu? Serius Sa. Kamu kalau lihat Raven seperti bilang begitu. Aku nggak bohong. Ayo masuk ke dalam kita buktikan pakai kaca paling mahal yang bapaknya Raven punya. Raven juga ada di dalam sekalian."

"Nggak," balas Nafisa cepat. Dia berkata di dalam hati, "Sial. Entah benar atau nggak omongan Melisa ini tapi mulai sekarang aku bakal melihat Raven dengan penuh kebencian."

Sementara itu Melisa berkata di dalam hati, "Baru kali ini lihat ekspresi kaget Nafisa. Padahal lagi dibohongin. Tapi jadi tahu kalau dia suka sama Raven."

"Kamu suka sama Raven kan?" tanya Melisa memastikan.

Nafisa memperhatikan wajah Melisa selama beberapa saat tidak mengatakan apa-apa, barulah tersenyum tipis sambil menjawab, "Nggak. Waktu kamu ngomong sama dia sambil lirik aku jadi aku curiga kamu bakal bilang yang enggak-enggak nanti jadi salah pahan makanya aku panggil kamu. Terus tadi aku kaget banget karena nggak nyangka kamu sampai bilang begitu. Agak lucu."

Melisa sedikit terkejut dengan penjelasan Nafisa. Seluruh dugaannya langsung dipatahkan oleh semua kalimat yang keluar dari mulut gadis itu.

Nafisa bilang agak lucu, mungkin itu tadi adalah standar bercandaannya?

"Yang benar Sa. Aku serius dikira lagi melucu. Kamu suka sama Raven kan?"

"Dia itu saudaraku. Dari sananya udah kayak kembar. Makanya dengar kamu bilang begitu tadi bikin kaget."

Melisa akhirnya percaya. Dia mengeluh lagi. "Tapi ayo bantuin aku dong! Please Nafisa demi uang sakuku ke sekolah!"

Nafisa menghela nafas dan berbalik. Dia menghela nafas karena di luar rumah Raven terdengar ada banyak suara para pemain dan layar biru yang menampilkan percakapan tim The 13 King muncul lagi.

Dia adalah pemain terbaik dan sering menggunakan assassin. Tapi kenapa mereka menyetujui posisinya berada di posisi support?

Tidak ada yang bisa Nafisa gunakan kecuali sihir yang ia buat mendadak tadi yaitu menghempaskan musuh.

"Mau kemana?" tanya Melisa sembari berusaha menyamai langkah gadis itu.

Nafisa mendekat ke dinding tinggi yang mengelilingi rumah Raven. Jelas tidak mungkin dia bakal lewat gerbang. Dia akan selalu menghindari pemain lain sebisa mungkin.

Nafisa melihat ke atas tembok kemudian ke Melisa. Melisa pikir, Nafisa memberi kode untuk menggunakan sesuatu buat manjat.

"Tinggal panjat aja kan?" Melisa mulai melompat.

Nafisa jadi teringat dia sudah menghancurkan dinding sekolah. Sekarang dia berdo'a di dalam hati semoga tidak ketahuan jika dia yang menghancurkannya. Lagipula, gate sudah berada dimana-mana dan monster yang bermunculan sudah semakin banyak. Rasanya kedamaian sudah tidak bisa diharapkan.

"Nggak. Kedamaian bakal terus ada, aku nggak bakal menyerah," gumam Nafisa kuat di dalam hati.

"Heu cepat naik Sa!" teriak Melisa.

Nafisa mengulurkan tangan pada Melisa dan Melisa mulai menariknya. Setelah melompat keluar dari rumah Raven, Nafisa baru ingat.

"Kenapa?" tanya Melisa ketika menyadari ekspresi Nafisa tidak biasa. Sungguh, dia kali ini banyak melihat ekspresi Nafisa yang tidak pernah ia lihat. Berbeda sekali dengan dulu.

"Aku belum izin ke nenek. Gila. Bagaimana bisa? Aku padahal selalu izin," keluh Nafisa di dalam hati.

"Aku belum bilang ke nenek," kata Nafisa.

"Yah, jadi balik lagi nih? Kamu bawa hape kan tinggal kirim pesan ke Tante Rania."

Nafisa saja lupa kapan terakhir kali dia memegang ponselnya. Dia akhirnya berbalik dan naik ke atas tembok tapi Melisa langsung menarik satu tangannya dan membawanya menjauh dari rumah Raven.

"Jangan dong! Kita kan cuma sebentar!" keluh Melisa sembari menarik Nafisa kuat-kuat.

"Mel....kalau kamu bukan temanku, aku nggak tahu lagi," batin Nafisa. Akhirnya dia memutuskan untuk memberanikan diri mengirim pesan di percakapan tim pada Raven.

"Bukan senang, ini namanya sangat memaksakan diri," batin Nafisa. Dia lupa kapan terakhir kali bicara pada Raven. Terus kali ini mulai bingung harus mengatakan bagaimana.

[KING: Raven tolong bilang ke nenekku aku main dulu sama Melisa. Hanya sebentar. Terima kasih]

"Kuharap Rei dan kawan-kawannya sudah pergi dari sana. Mereka bisa menghancurkan gerbang rumah Raven tapi kenapa nggak melakukannya? Salah. Kayaknya bukan itu. Raven pasti nggak membiarkan siapa pun memasuki rumahnya sembarangan. Sebenci-bencinya dia padaku nggak bakal membiarkan nenekku dalam bahaya. Apalagi di dalam rumahnya ada keluarganya," batin Nafisa.

Di samping rumah Raven agak ke belakang bisa dibilang tanah yang ditumbuhi banyak pohon dan tanaman. Begitu Nafisa dan Melisa keluar dari sana, keduanya memutuskan untuk menuju sarang monster kecil untuk farming. Melisa bilang letaknya di rerumputan yang tumbuh dengan cantik di pinggir danau. Dia sering bermain di sana sendirian. Kalau ada gate dia langsung lari.

"Kondisi di ibukota semakin parah oleh karena itu semua pemain dipanggil. Menurutku tragedi ini nggak lain dari planet atau dimensi lain," kata Melisa.

"Oh, nggak peduli juga aku," batin Nafisa.

Sesampainya di sana, Nafisa agak terkejut sehingga memberhentikan kakinya. Berbeda dengan Melisa yang langsung menembaki semua monster yang berbeda-beda.

Semua monsternya kecil seukuran bola basket. Ada yang mirip lintah, burung, dan masih banyak lagi. Nafisa menghela nafas. Meski dianggap musuh monster-monster ini dan jika pemain lain, dia akan menginjak-injak monster, tapi Nafisa tidak. Dia malah menyingkir jika di depannya ada monster. Lalu dia duduk di tenang di atas rumput. Kedua tangannya menopang ke belakang. Matanya yang berwarna hitam kecoklatan memandangi danau yang dihiasi cahaya matahari sore. Sungguh indah.

"Sa, kenapa malah duduk bukannya bantuin aku," keluh Melisa yang berada tidak jauh dari Nafisa.

"Katanya cuma ditemani."

"Sa itu?" tunjuk Melisa pada sebuah lubang berwarna hitam pekat melayang di udara.

Nafisa tidak menoleh sama sekali pada apa yang ditunjuk Melisa. Lebih tepatnya tidak mengalihkan matanya dari danau. Malah dia memejamkan matanya menikmati angin yang berhembus.

"Sa!" teriak Melisa.

Lubang hitam itu biasanya mengeluarkan monster. Tapi kali ini mengeluarkan seorang manusia yang sangat cantik dengan pakaian aneh dan ukuran tubuh yang tidak biasa. Mata manusia itu terpejam.

Terpopuler

Comments

mochamad ribut

mochamad ribut

up

2023-04-27

1

mochamad ribut

mochamad ribut

lanjut

2023-04-27

1

lihat semua
Episodes
1 Kemunculan Game Baru
2 Pemain Terbaik Nomor Satu
3 Menuju Sekolah
4 Kemunculan Pemain Terbaik
5 The 13 King
6 Rencana Nafisa
7 Panggilan Kepada Seluruh Pemain
8 Keluar Dari Tim
9 Nenek Dhania
10 Kekesalan Nafisa
11 Tim Viel
12 Ancaman Melisa
13 Farming
14 Xania
15 King Vs Xania
16 Rencana Selanjutnya
17 Reyners
18 30 Tahun Yang Lalu
19 Ibukota Aeven
20 Kekacauan
21 Rencana Mencari Pemain Asing
22 Bertarung Bersama Raven
23 Pet
24 Rank SSSS
25 Kesedihan Nafisa
26 Curiga
27 Tidak Ada Jalan
28 Ultimate
29 Kemunculan The 13 King
30 1000 Misi
31 Tamu Tak Diundang
32 Nafisa Frustasi
33 Ancaman
34 Serangan Di Malam Yang Dingin
35 Menyelamatkan Raven
36 Strategi Kekalahan
37 Nemesis
38 Teman Baru
39 Dipermainkan
40 Guild Snapdragon
41 Kembali Dan Berubah
42 Ke Sekolah
43 Membocorkan Misi Pertama
44 Perjalanan Menyelesaikan Misi
45 Menara Kematian
46 Rahasia Felix
47 Leader
48 Di Rumah Felix
49 Persiapan Menyelesaikan Misi
50 Bertemu Para Pemburu Rank S
51 Ruangan Bos Monster
52 Gadis Misterius
53 Hatiku Tidak Serapuh Itu
54 Gandengan Tangan
55 Janji Pedang Hitam
56 Strategi Nafisa
57 Serangan Berkelanjutan
58 Dor Dor Dor
59 Jalan Keluar
60 Ucapan Terima Kasih
61 Teman Baru
62 Sebuah Misteri
63 Pemburu Terbaik Nomor 25
64 Jadikan Aku Ksatriamu
65 End
Episodes

Updated 65 Episodes

1
Kemunculan Game Baru
2
Pemain Terbaik Nomor Satu
3
Menuju Sekolah
4
Kemunculan Pemain Terbaik
5
The 13 King
6
Rencana Nafisa
7
Panggilan Kepada Seluruh Pemain
8
Keluar Dari Tim
9
Nenek Dhania
10
Kekesalan Nafisa
11
Tim Viel
12
Ancaman Melisa
13
Farming
14
Xania
15
King Vs Xania
16
Rencana Selanjutnya
17
Reyners
18
30 Tahun Yang Lalu
19
Ibukota Aeven
20
Kekacauan
21
Rencana Mencari Pemain Asing
22
Bertarung Bersama Raven
23
Pet
24
Rank SSSS
25
Kesedihan Nafisa
26
Curiga
27
Tidak Ada Jalan
28
Ultimate
29
Kemunculan The 13 King
30
1000 Misi
31
Tamu Tak Diundang
32
Nafisa Frustasi
33
Ancaman
34
Serangan Di Malam Yang Dingin
35
Menyelamatkan Raven
36
Strategi Kekalahan
37
Nemesis
38
Teman Baru
39
Dipermainkan
40
Guild Snapdragon
41
Kembali Dan Berubah
42
Ke Sekolah
43
Membocorkan Misi Pertama
44
Perjalanan Menyelesaikan Misi
45
Menara Kematian
46
Rahasia Felix
47
Leader
48
Di Rumah Felix
49
Persiapan Menyelesaikan Misi
50
Bertemu Para Pemburu Rank S
51
Ruangan Bos Monster
52
Gadis Misterius
53
Hatiku Tidak Serapuh Itu
54
Gandengan Tangan
55
Janji Pedang Hitam
56
Strategi Nafisa
57
Serangan Berkelanjutan
58
Dor Dor Dor
59
Jalan Keluar
60
Ucapan Terima Kasih
61
Teman Baru
62
Sebuah Misteri
63
Pemburu Terbaik Nomor 25
64
Jadikan Aku Ksatriamu
65
End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!