Malam semakin larut, Syera dan mami Jelita hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi. Fandy berlari menghampiri seseorang yang baru saja memutus sambungan telepon saat ia baru mengatakan satu kalimat.
Dari dalam mobil Syera melihat arah kemana Fandy pergi. Alangkah terkejutnya dia saat melihat seorang pria yang tak lain adalah Leo keluar dari mobil dan berdiri menghadap Fandy.
"Kak, apa harus sejauh ini kau melakukannya?" tanya Fandy geram.
"Itu bukan urusanmu!" sinis Leo.
"Kak!" pekik Fandy masih bersikap sopan dengan memanggil Leo dengan sebutan kakak.
"Kenapa, apa kau kasihan padanya, ha? Apa kau begitu menyayanginya? Memangnya dia siapa, bukannya dia hanya gadis kecil yang kau temui saat pria yang mengangkatmu menjadi anaknya meninggal, ha? Dimana rasa terimakasih dan hormatmu pada papa yang sudah membesarkan dan menampungmu, ha?" menunjuk-nunjuk dada Fandy dengan kasar.
Pertengkaran keduanya tak luput dari perhatian Syera. Tak ingin menambah keributan ditengah masalah yang ada, Syera keluar dari mobil dan berlari menghampiri keduanya.
Bug
Tak dapat lagi menahan amarah yang selama ini dipendamnya, Fandy melayangkan satu pukulan ke wajah Leo. Tak mau kalah dengan apa yang dilakukan padanya, Leo kembali membalas memukul Fandy.
"Kak Fandy!" teriak Syera saat pria itu akan kembali melayangkan pukulannya pada Leo. Kesempatan itu diambil Leo untuk kembali memukul Fandy.
Bug
Fandy meringis kesakitan menahan sakit di wajahnya akibat dua kali pukulan. Ia kembali mengangkat tangannya akan memukul Leo akan tetapi Syera sudah terlebih dahulu menahan tubuhnya.
"Kak, jangan. Sudah cukup," lirih Syera tak tahan melihat perkelahian keduanya. "Sudah cukup kak, jangan pukul lagi," pinta Syera menahan Fandy dengan memeluknya dari depan.
"Ck! Apa kalian menjadi pahlawan satu untuk lainnya? Hah... Gadis pembawa malapetaka bertemu dengan anak adopsi yang bermimpi menjadi anak kandung. Kalian memang cocok!"
Leo menepuk-nepuk tangannya, seolah ada kotoran atau debu yang menempel dan memperbaiki pakaiannya.
Ia membuka pintu mobilnya dan saat akan masuk ia menoleh kebelakang melihat Syera yang masih memeluk erat tubuh Fandy.
"Brengsek!" umpat Leo meninggalkan keduanya.
..........
Di depan sebuah bangunan tua di perempatan jalan, dua truk dan sebuah mobil berhenti.
Syera, Fandy dan mami Jelita turun dari mobil dan menatap bangunan di depan mereka. Beberapa saat kemudian secara bersamaan arah pandang dua wanita beda usia itu beralih pada Fandy.
Fandy mengulas senyum pada kedua wanita itu dengan dahi yang mengkerut.
Selepas kepergian Leo, seseorang menelpon Fandy dan menawarkan bangunan yang kini di depan mereka sebagai tempat untuk menaruh barang-barang mami Jelita.
Bangunan dua lantai itu sudah cukup tua dan tidak ditempati beberapa tahun. Dulunya tempat itu merupakan sebuah cafe terkenal namun karena krisis ekonomi pada saat itu membuat pemiliknya menutup tempat tersebut.
"Ki-kita masuk dan lihat dulu," ajak Fandy.
Syera dan mami Jelita hanya pasrah dan menurut. Ketiganya masuk kedalam bangunan itu dan membuat mereka tercengang.
Berbeda dari yang mereka bayangkan, ternyata kondisi di dalam tidak seburuk yang mereka pikirkan.
Bagian luarnya memang terlihat buruk, bahkan cat dindingnya sudah pudar dan mengelupas, bahkan sudah berjamur. Tapi siapa yang tahu jika ternyata di dalamnya tidak seperti penampilannya di luar.
Kursi, meja dan semua barang-barang di dalamnya tertutup rapi oleh kain putih. Selama ini pemilik tempat itu hanya menutupnya dan membiarkan semua isinya di sana.
Hanya sarang laba-laba yang banyak menggelantung di atas, debu tebal di lantai dan cat dindingnya yang sudah mulai memudar.
"Gimana, tante?" tanya Fandy pada mami Jelita.
"Lebih baik dari pada sama sekali tidak ada tempat. Ini juga sudah lebih dari cukup."
Mami Jelita masih memandangi isi di dalamnya, mengangguk-anggukkan kepala seolah memikirkan sesuatu.
"Tante boleh memakai tepat ini sampai menemukan tempat yang baru," menyerahkan kunci tempat itu pada mami Jelita.
Pukul satu dini hari, setelah semua barang-barang di dalam truk disimpan dalam gudang yang cukup besar dalam bangunan itu, Fandy mengantar Syera kembali ke rumah, sementara mami Jelita ikut dengan salah satu pegawai wanitanya untuk tinggal sementara waktu di sebuah tempat kos menggunakan truk yang tadi ia sewa untuk mengangkut barang.
..........
"Apa kau lelah?"
Syera hanya menggelengkan kepalanya.
"Kau berbohong."
Tentu saja Syera merasa lelah, terlebih setelah kepulangan Leo hari-harinya penuh dengan kejadian-kejadian diluar pikirannya. Mulai dari masalah kampusnya, posisi Fandy yang terjun bebas di perusahaan, penggusuran mami Jelita dari bar yang sudah bertahun-tahun ia tempati dan selalu membayar sewa tepat waktu dan penyebab kejadian di masa lalu yang dilimpahkan Leo padanya.
Entahlah apa yang mungkin akan terjadi lagi dengan orang-orang disekitar Syera kedepannya.
Tak ada lagi percakapan keduanya sampai mobil yang dikemudikan Fandy tiba di luar gerbang rumah Suntama.
"Makasih banyak ya kak," ucap Syera setelah mobil Fandy berhenti.
Fandy membantu Syera membuka seat-beltnya.
"Apa kamu sudah makan?"
Syera menganggukkan kepala dan membuka pintu mobil untuk keluar.
"Bersabarlah sedikit lagi dan tunggu sebentar lagi," ucap Fandy menahan tangan kanan Syera.
Kalimat itu lagi. Kalimat yang belakangan ini beberapa kali diucapkan Fandy padanya. Syera tidak tahu apa yang akan terjadi pada saat itu tiba namun apapun itu, ia berharap sesuatu yang baik akan terjadi.
"Syera masuk dulu ya, kak. Hati-hati nyetirnya."
Setelah mengucapkan itu Syera berlari dan tiba di depan pintu belakang ia menelpon bibi Retno untuk membuka pintu untuknya.
"Kenapa pulangnya selarut ini, nak?" tanya bibi Retno khawatir.
"Tadi ada yang harus diselesaikan, bi. Aku juga sama kak Fandy, kok. Dia juga yang anterin aku pulang."
"Syukurlah kalau seperti itu. Terus motor kamu ditaruh dimana, nak?"
"Motor?"
Syera teringat pada motornya. Benar saja, tadi saat pergi dia membawa sepeda motor dan setelah itu ia tidak lagi memikirkan benda itu.
Cepat-cepat ia menghubungi Fandy menanyakan perihal keberadaan motornya.
"Kak, motor Syera dimana?"
"Motor kamu ada di parkiran bar. Tadi kakak titip sama security-nya yang jaga di sana dan besok kamu bisa ambil ke sana."
Syera bernafas lega mengetahui keberadaan motor itu.
"Atau kamu mau besok pagi kak Fandy temani ke sana?" tawar Fandy.
"Nggak usah, kak. Biar Syera sendiri aja yang ambil besok," tolak Syera cepat tak ingin menyusahkan Fandy terus-menerus.
"Ya sudah, kalau ada apa-apa kabarin kak fandy."
"Iya, kak. Makasih."
..........
Keesokan pagi, Syera sedikit terburu-buru karena ia akan mengambil sepeda motornya sebelum pergi kerja ke restoran.
Dia pergi ke bar dengan menaiki ojek online yang sudah dia pesan sebelumnya.
Sesampainya di sana Syera berlari kearah parkiran tempat dimana sepeda motornya berada seperti yang dikatakan Fandy tadi malam padanya.
Langkah Syera terhenti seketika saat mendapati pemandangan miris di depan matanya.
Ia mendekati sepeda motornya yang sudah tidak berbentuk lagi. Kondisi motor itu hancur seakan dilindas.
Ia berjongkok di hadapan motor itu diikuti air mata yang mulai mengalir.
Motor pemberian Fandy yang selama ini dipakai dan dijaganya dengan baik berubah menjadi benda yang hanya dapat dijual pada tukang loak.
Masih dengan posisi jongkok, Syera melihat sebuah bayangan di depannya. Seseorang sedang berdiri di belakangnya. Orang tersebut berjalan mengitarinya dan berhenti didepannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Pengen ikut nonjok si Leo aku
2022-08-20
3
Siapa Aku
lumayan, setidaknya sudah ada tempat untuk sementara buat nyimpan barang-barang mami Jelita
2022-08-20
2
Siapa Aku
klw sayang emang kenapa bilang gitu dong fandy
2022-08-20
2