Sedih, kecewa dan tak terima akan keputusan yang ada. Itulah yang kini tengah dirasakan Fandy. Duduk disalah satu anak tangga darurat menjadi pilihan Fandy saat ini untuk menenangkan hati dan pikirannya.
Sebuah kardus coklat diletakkan disampingnya. Semakin ia melihat isi didalamnya semakin pula hatinya bertambah sedih.
Sejak di adopsi dan di besarkan dalam keluarga Suntama Fandy merasa bahwa masa depannya akan jauh lebih baik. Impian dan harapannya akan lebih mudah ia wujudkan. Ia sangat bersyukur untuk setiap apa yang ia dapatkan selama ini dari keluarga itu, bahkan saat ia lulus kuliah ia diminta langsung bekerja di Suntama Group oleh pak Ferdi dan mama Mila.
Posisinya sebagai wakil direktur utama bukankah sesuatu yang ia peroleh dengan instans. Ia bekerja di perusahaan itu mulai dari seorang karyawan biasa. Kinerjanya yang bagus membawanya menjadi seorang manajer.
Hingga suatu hari karena pak Ferdi kewalahan menangani perusahaan, Fandy dipercaya menjadi wakil direktur dan tentunya atas dukungan mama Mila dan kemampuan yang dimiliki Fandy.
"Hah....." menghembuskan nafasnya panjang.
Dengan perasaan campur aduk, Fandy mengangkat kotak disebelahnya dan beranjak dari sana. Ia kembali menghembuskan nafas saat tiba di depan pintu ruangan personalia. Setelah mengetuk dan mendapat izin ia masuk ke dalam untuk menemui si pemilik ruangan.
Pak Jacky sebagai personalia tidak dapat mengatakan apapun. Ia merasa kasihan melihat Fandy namun ia tidak dapat berbuat apa-apa.
Sambil meletakkan bet namanya di atas meja, Fandy tersenyum pada pria yang sudah berumur hampir lima puluh tahun itu.
"Saya baik-baik saja kok, pak."
"Harus! Walaupun itu sulit!" menguatkan Fandy, menepuk-nepuk pundaknya.
Pak Jacky menyerahkan bet nama yang baru pada Fandy dan mengambil yang ada di atas meja. Fandy memakainya dan meninggalkan ruangan itu dan menuju ruang kerjanya yang baru.
"Selamat siang semuanya," sapa Fandy memasuki ruangan yang diisi sekitar sepuluh orang.
"Selamat siang, pak."
Semua orang dalam ruangan menundukkan kepala memberi salam pada Fandy.
Tertawa kecil Fandy merasa lucu melihat wajah karyawan dalam ruangan itu.
"Santai saja, tidak perlu menundukkan kepala kalian. Sekarang posisi kita sama. Jangan sungkan dan merasa tidak enak hati. Dan satu lagi, mohon bimbingannya untukku yang baru bergabung dengan kalian."
"Di sebelah sini, pak."
Salah seorang dalam ruangan itu menunjuk meja kerja Fandy yang baru.
"Begini lebih baik," ucap Fandy duduk di kursinya.
..........
Pukul tujuh malam Syera baru kembali dari restoran tempatnya bekerja. Ia tidak perlu lagi terburu-buru pulang karena memikirkan besok pagi ia akan ke kampus. Sebelum pulang ia akan ke apartemen Fandy membawakan makanan yang dibelinya dari restoran tempat ia bekerja. Ia terlebih dahulu mengirim pesan, mengabari Fandy.
Tangan Syera gemetaran memegang bungkusan ditangannya. Ia tidak habis pikir bagaimana mungkin ia berada dalam lift yang sama lagi dengan Leo.
Syera menunggu Leo keluar terlebih dahulu dan berjalan dibelakangnya. Itu lebih baik dari pada berjalan di depan pria itu, itulah yang dipikirkan Syera.
Dert... Dert... Dert...
Syera menjawab panggilan ponselnya sambil berjalan menuju apartemen Fandy.
"Kamu masuk aja, aku lagi di supermarket depan apartemen beli sesuatu."
"Iya, kak."
Perlahan dan hati-hati Syera menekan pin pintu apartemen untuk segera masuk.
BRAK!
Tangan Leo begitu cepat menutup pintu yang baru terbuka. Leo memalang jalan masuk Syera kedalam dengan menyandarkan tubuhnya di di pintu. Di tatapnya Syera dengan menyunggingkan senyum.
"Sudah aku peringatkan untuk tidak muncul di depan mataku tapi kau selalu saja muncul. Apa kau tahu bagaimana rasanya setiap kali aku melihat wajahmu, ha?" gertak Leo mendekatkan wajahnya pada wajah menunduk Syera.
"Menjengkelkan!"
"Keberadaanmu merusak banyak kebahagian orang lain. Apa kau merasa berhak untuk bahagia?"
Kini Leo berjalan mengelilingi Syera yang membisu dan berhenti dibelakangnya.
"Apa kau kemari untuk mengajaknya ke bar tempatmu sering keluar masuk dan alasan kau dikeluarkan dari kampus?"
Air mata Syera terjatuh mendengar ucapan Leo. "Bukan seperti itu," lirih Syera menggelengkan kepalanya. "Aku ke sana hanya untuk..." Syera terdiam karena Leo memotong perkataannya.
"Aku tidak butuh penjelasan karena itu tidak penting untukku, bahkan kau sendiri bukan orang penting yang harus aku dengarkan saat bicara."
"Pertama kali melihatmu aku pikir kau gadis polos yang tidak tahu apa-apa. Ck, ternyata aku salah. Nyalimu sungguh besar berada disekitar keluarga Suntama. Benar-benar menjengkelkan!"
Dari posisi mereka berada, Leo melihat Fandy baru saja keluar dari lift. Dilihatnya adik angkatnya itu berjalan terburu-buru mendekati mereka. Terlihat jelas di wajah Fandy sebuah khawatiran yang Leo tahu apa itu.
Sama seperti tadi pagi, kali ini Leo juga ingin bermain sedikit dengan kedua orang itu, Syera dan Fandy.
"Apa setelah posisimu di kantor berubah kau tidak sanggup lagi membeli makanan?"
DUAR...
Petir pagi tadi kembali menggelegar. Syera menatap Fandy yang sudah berdiri di sampingnya.
"Kak Fandy," Syera menatap fandy dengan perasaan curiga mendengar yang dikatakan Leo.
Seolah tak melihat keberadaan Leo, dengan lembut Fandy meraih tangan Syera mengajaknya untuk masuk ke dalam apartemennya.
"Ayo masuk," ajak Fandy.
"Kau pasti lelah seharian ini. Aku bisa memakluminya, bekerja di bagian sales tentunya sangat lelah apalagi saat berpanas-panasan membagikan brosur di jalanan."
Gantian kini Syera menoleh pada Leo meski hanya sebentar saja.
"Kenapa, apa dia belum memberitahumu? Baiklah-baiklah, kalau belum maka aku akan memberitahu sekarang."
"Kak!" suara Fandy pelan namun penuh penekanan.
"Kenapa, kau tidak mau dia bersedih? Apa kau tidak sadar apa yang sudah terjadi karena kehadirannya, ha? Apa kau menutup matamu selama ini mengenai kematian papa dan bagaimana keadaan mama setelahnya?" teriak Leo menunjuk pada Syera.
Air mata Syera yang berusaha ia sembunyikan lolos begitu saja.
"Tolong jangan bertengkar lagi," pinta Syera menyeka air matanya.
"Diam!" pekik Leo menarik leher baju Syera. "Hapus air matamu dan jangan pernah menangis di hadapanku. Itu membuatku semakin jengkel setiap melihatmu. Satu lagi, jangan sampai aku melihatmu lagi. Kau anak dari keluarga Suntama atau tidak, aku sama sekali tidak perduli."
BUG
Sebuah pukulan melesat ke pipi kiri Leo.
Tangan Syera bergetar melihat Fandy memukul kakak angkatnya itu. Bola mata Syera membulat saat tak sengaja ia melihat Leo mengepalkan tangannya.
Tanpa berpikir panjang Syera berlutut, menahan kaki Leo dan memohon pada Leo agar tidak membalas apa yang dilakukan Fandy.
Tentu saja hal itu tidak dibiarkan Fandy begitu saja. Melihat Syera mengiba dilantai membuat hatinya begitu berkecamuk. Ia menarik tangan Syera agar melepas tangannya dari kaki Leo. Saat memaksanya berdiri Leo yang juga sudah diselimuti amarah melayangkan sebuah pukulan di wajah Fandy.
BUG...
Fandy terjatuh karena posisinya yang tidak seimbang.
"Kau yang akan membayar semua ini," tunjuk Leo pada Syera dengan tatapan elangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Shuhairi Nafsir
Manusia seperti nya Leo ini diberikan musibah biarkan dia merasa kapok dan menyesal diatas perbuatannya terhadap syera. Syera jangan jadi wanita yang lemah fight for your right. kalau boleh pergi jauh jauh Dan buktikan siapa kamu kepada Leo
2022-11-16
1
kiko
main Bug-Bug aja tu laki berdua
2022-10-30
1
Fandy juga kena imbas kemarahan Leo sekarang
2022-08-20
1