Syera berlari kecil dengan membawa kantong plastik sampah di kedua tangannya.
"Hah... Selesai juga," menepuk-nepuk telapak tangannya dan berkacak pinggang. Ia berbalik akan kembali ke dalam restoran tempatnya bekerja untuk menikmati makan malam.
Tubuhnya sudah cukup lelah seharian ini, energinya pun seolah terkuras. Dan kini tiba waktunya untuk mengisi kembali amunisi tubuhnya.
Pemilik restoran hanya tersenyum melihat betapa lahapnya Syera menghabiskan semua isi piringnya. Belum lagi satu gelas jus sirsak yang dibuatnya sendiri dari sisa potongan buah yang tadi dibeli pelanggan.
"Saya benar bisa nginap di kamar belakang kan, bu?" tanya Syera memastikan pada ibu Linda, si pemilik restoran.
"Kalau memang belum ada tempat tinggal kamu bisa nginap di sana untuk sementara. Asal kamu tidak masalah saja dengan kamar kecil itu. Kamu bisa menempatinya sampai mendapat tempat tinggal."
"Iya, bu. Nggak kenapa-napa kok, bu. Bisa dapat tempat untuk tidur aja sudah syukur."
"Ya sudah. Kalau sudah selesai lebih baik segera mandi dan istirahat saja. Jangan lupa koper dan ranselmu," mengingatkan Syera sambil menunjuk benda yang dimaksud yang berada di dekat meja kasir.
"Iya, bu. Saya cuci bekas makan saya dulu."
Diangkutnya semua piring bekas makannya dan ibu Linda, mencucinya bersih dan menaruhnya pada rak piring. Sesaat kemudian ia teringat sesuatu dan langsung menghampiri ibu Linda.
"Saya minta tolong ya, bu. Kalau ada yang nyariin saya dan tanya saya tinggalnya dimana, jangan kasih tahu ya, bu. Apalagi kak Fandy."
"Apa aku bukan siapa-siapa untukmu?"
Syera dan ibu Linda mengalihkan pandangan mereka pada seorang pria yang baru saja membuka pintu restoran.
"Kak Fandy?"
..........
Pukul dua dini hari Syera masih terjaga dari tidurnya. Untuk pertamakali ia tidur di atas sebuah ranjang besar dan empuk selama hidupnya. Meski demi kian matanya tak kunjung terpejam.
Ia turun dari tempat tidur dan membuka pintu kamar. Pandangannya menangkap keberadaan Fandy yang sedang tidur pulas di sofa. Ia menutup kembali pintu dan berjongkok memeluk kedua lututnya, menangis tanpa suara dan menundukkan kepalanya.
Seharusnya dia bisa lebih keras lagi menolak saat Fandy memaksanya ikut dan membawanya ke apartemen. Sudah cukup selama ini Fandy menolongnya. Bahkan karenanya, Fandy harus ikut merasakan pelampiasan kemarahan Leo. Syera tak ingin lagi karena dirinya Fandy kembali mendapat masalah.
Tapi apa mau dikata, Fandy langsung menarik koper dan ransel Syera, memasukkannya dalam bagasi mobil. Setelahnya menarik tangan Syera untuk ikut masuk ke dalam mobil.
Sepanjang perjalanan Syera terus menolak namun sama sekali tidak diindahkan oleh Fandy hingga ia berujung dikamar milik fandy saat ini.
Entah jam berapa Syera dapat tertidur semalam yang jelas saat bangun ia yang tadinya duduk dilantai mendapati dirinya sudah di atas ranjang dan memakai selimut.
"Sudah bangun?" sapa Fandy tersenyum saat Syera keluar dari kamar. "Cuci muka dan sikat gigi, setelahnya kita sarapan sama-sama."
Syera menurut dan melakukan apa yang dikatakan Fandy. Lima belas menit kemudian dia sudah duduk berhadapan dengan pria itu di meja makan.
"Makanlah," meletakkan sepiring nasi goreng seafood dihadapan Syera.
"Kak, aku...,"
"Habiskan sarapanmu dan jangan bicara saat makan," sela Fandy.
Hanya suara sendok yang terdengar sampai keduanya menghabiskan sarapan mereka.
"Biar aku aja, kak."
Syera menahan tangan Fandy saat akan membereskan bekas makan di atas meja. Begitu cekatan Syera membersihkan meja makan dan mencuci semua bekas peralatan makan yang tadi mereka gunakan. Selagi Syera sibuk, Fandy berpakaian dan bersiap untuk kerja.
"Kenapa semalam tidur di sofa, kak? Bukannya ada dua kamar?"
"Jaga-jaga saja seandainya kamu diam-diam kabur tadi malam," mengacak rambut Syera namun merapikannya kembali.
"Hihihi... " tawa syera menyeringai. "Apa kakak mau berangkat sekarang?"
"Iya, kerjaan kantor yang semalam belum selesai."
"Syera juga akan pergi."
"Kemana?" tanya Leon tak suka.
"Syera mau cari tempat kos, kak. Aku juga butuh tempat tinggal," terangnya.
"Kamu bisa tinggal disini. Nggak ada yang larang," ucap Fandy serius.
"Tapi kak," bantah Syera.
"Apa kau sudah punya banyak uang untuk sewa kos-kosan? Kalau sudah, sini berikan aku uang sebagai ganti rugi sepeda motor yang rusak," mengulurkan telapak tangannya pada Syera.
Syera terbelalak pasalnya ia sama sekali tidak menceritakan mengenai sepeda motor yang sudah ringsek kepada siapapun termasuk Fandy.
"Hem... Jangan kaget, aku tahu dari satpam yang berjaga di sana," beritahu Fandy.
"Maaf ya, kak. Nanti kalau aku sudah punya uang pasti aku ganti tapi dengan cara dicicil, hehehe..."
"Tinggallah disini dan lakukan pekerjaan rumah sebagai gantinya. Bagaimana, mau kan? Bukankah sebagai adik harus patuh pada kakaknya?"
"Tapi-,"
"Kamu masih bisa tetap bekerja di restoran dan jangan terlalu banyak berpikir, oke?" melirik jam tangannya. "Ya sudah, aku pergi dulu. Hati-hati pergi kerja nanti," buru-buru Fandy memakai sepatu dan memakai ranselnya.
Syera tidak tahu apa tinggal bersama Fandy adalah keputusan yang tepat atau tidak.
Ia melihat bantal dan selimut yang digunakan Fandy saat tidur semalam. Saat meraih selimut dan akan melipatnya sebuah dompet terjatuh kelantai.
"Dompet kak Fandy."
Masih dengan pakaian tidur dan rambut terurai Syera berlari mengejar Fandy.
Karena berlari ia tidak sadar jika pintu apartemen disebelah milik Fandy terbuka.
"Dia," gumam Leo saat seorang perempuan yang sepertinya ia kenal baru saja berlari melewati pintunya. Posisi Leo yang sedang menunduk merapikan jas membuatnya tidak begitu jelas melihat siapa yang tadi berlari.
Leo menoleh ke lorong sebelah kiri namun Syera sudah terlebih dahulu masuk dalam lift.
"Tidak mungkin itu dia," gumam Leo lagi.
Pintu lift terbuka dan saat keluar sekretaris Bima yang hendak menjemput Leo melihat Syera berlari dan mengejar Fandy yang akan masuk ke mobil.
"Kak Fandy!" panggil Syera sedikit mengangkat suaranya.
Suasana basemen yang sepi membuat suara Syera langsung di dengar oleh Fandy.
Sambil berlari Syera mengangkat dompet ditangannya.
"Hah...hah...hah..." nafas Syera ngos-ngosan. "Ini, ini dompet kakak," menyerahkan apa yang ia bawa.
"Ponselmu mana?" tanya Fandy sedikit tertawa melihat keadaan Syera.
"Ha? Ponsel? Buat apa?" jawab Syera bingung.
"Kamu kan bisa telpon tadi."
"Ha? Oh iya." Syera menyadari kebodohannya yang tak berpikir sampai kesana. "Nggak kenapa-napa kak, anggap aja lagi olahraga."
"Makasih ya, kembalilah dan istirahat sebelum pergi kerja."
Syera mengganggukkan kepala dan Fandy berlalu dari hadapannya. Ia sedikit lega saat melihat pria itu masih menggunakan mobil yang selama ini dipakainya. Setidaknya Leo tidak mengganggu fasilitas yang diberikan pada Fandy.
..........
"Dia dimana?"
"Maksud tuan?" tak mengerti dengan orang yang dibicarakan Leo.
"Perempuan itu. Apa kau yakin dia tidak kembali kerumah saat malam hari?"
"Tidak, tuan. Dia juga tidak bersama wanita yang bernama mami Jelita itu."
"Silahkan tuan," membuka pintu mobil pada Leo. Bima mengitari depan mobil dan duduk dikursi pengemudi. "Em...," Bima tidak yakin apa dia harus memberitahu Leo mengenai apa yang dilihatnya tadi saat berada di basemen.
"Kenapa?"
"Tidak tuan," mengurungkan niatnya. "Restoran XXXXX adalah tempat dia bekerja sebagai pramusaji sejak lulus SMA sampai sekarang."
"Benarkah?" menyeringai sambil mengelus-elus bagian bawah bibirnya.
"Bagaimana perkembangan kerjasama dengan perusahaan Y itu?" Leo mengalihkan pembahasan mereka.
Bima diam sejenak tak menyangka Leo akan langsung mempertanyakan kerjasama perusahan Suntama's grup dengan perusahaan Y tersebut.
"Apa kau tidak mendengarkan? Bagaimana?" kesal Leo.
"Maaf tuan. Saya mendengar tuan. Kalau tidak masalah soal itu lebih baik kita bicarakan dikantor saja nanti, tuan."
"Baiklah."
...Hai sahabat pembaca, jangan lupa kasih like dan komentarnya ya🙏....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Fandy pastibsayang banget sama Syera, iyakan?🤭🤭
2022-08-20
1
Siapa Aku
Fandy the best pokoknya, selalu baik sama syera ya Fandy..
2022-08-20
1
Bundany Nazwa
cuss kk up lgi
2022-08-19
1