Seorang pria turun dari mobilnya dan dengan angkuh berjalan memasuki sebuah bar yang sepi karena masih siang hari. Hanya ada beberapa pelayan yang sedang bersih-bersih merapikan meja dan kursi.
Tanpa permisi ia membuka pintu bar dan mengambil sebuah kursi dan meletakkannya ditengah ruangan. Beberapa pelayan yang tadinya sibuk bekerja langsung tertuju pada pria itu yang sudah duduk dan bertepuk tangan.
Leo Suntama Geraldi, dia sedang menyunggingkan senyum melihat seisi ruangan tempatnya kini duduk dan menjadi pusat perhatian semua yang ada di sana.
Seorang pria bertubuh tinggi dan kurus langsung menemui dan memberitahu mami Jelita yang sedang beristirahat di ruangan pribadinya.
Mami Jelita langsung merapikan rambut dan pakaiannya. Segera ia keluar dari ruangannya dan menemui orang yang dimaksud si pria tinggi dan kurus tadi.
Berpikir jika yang datang adalah seorang pelanggan penting, mami Jelita menyambutnya dengan senyum sumringah. Akan tetapi harapannya seketika sirna saat di dapatinya seorang pria duduk dan tengah menatapnya tak suka sedangkan disebelahnya juga berdiri seorang pria memegang sebuah map ditangannya.
"Selamat siang, tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya mami Jelita ragu-ragu.
Tanpa mengalihkan pandangannya dari mami Jelita, Leo mengarahkan tangannya pada Bima disampingnya meminta sesuatu. Bima membuka map ditangannya, mengeluarkan sebuah kertas dan memberikannya pada Leo.
Setelah menerima kertas tersebut, Leo menggulungnya sambil mengitari kembali seluruh sudut ruangan yang terdapat banyak botol minuman.
PLAK...
Leo melempar gulungan kertas ditangannya tepat dibawah kaki mami Jelita.
Merasa ada yang tidak beres segera mami Jelita memungutnya dan membuka gulungan kertas putih itu.
Seolah tak percaya, mami Jelita melotot saat membaca isi kertas ditangannya. Ia meremas kertas itu dan tanpa berpikir langsung menghampiri Leo dan berlutut dibawah kakinya.
"Tolong, tuan. Jangan seperti ini. Jangan lakukan itu padaku," iba mami Jelita.
Tak sedikitpun tersentuh hati Leo mendengar tangis dan mohon mami Jelita yang memegangi kakinya.
Seperti manusia tanpa perasaan Leo menarik paksa kakinya, berdiri dan membelakangi mami Jelita.
"Urus semuanya. Besok pagi tempat ini sudah bersih."
Leo menepuk pundak Bima, memperjelas keinginannya. Setelahnya ia meninggalkan tempat itu tanpa menoleh pada wanita yang kembali mencoba menahan kakinya sambil menangis.
Bima menghubungi seseorang dan tak lama kemudian beberapa pria berbadan besar memasuki bar dan mulai mengeluarkan isi di dalamnya.
"Maaf tapi anda juga sudah dengar apa yang dikatakan tuan Leo Suntama tadi. Terlebih semuanya sudah jelas seperti yang tertulis di kertas yang tadi anda baca," tegas Bima mengingatkan isi dalam kertas.
Pelayan yang tadi memanggil mami Jelita mengambil kertas yang terletak lusuh dilantai karena diremas kuat oleh mami Jelita.
Pelayan tersebut tak kalah terkejut saat membaca isinya. Dimana dikatakan bahwa pemilik gedung sudah lama menjual tempat itu pada pihak Leo Suntama dan hal itu tidak diberitahu oleh pemilik awal. Pihak mami jelita harus membayar sejumlah uang selama menempati gedung sedangkan selama ini mami Jelita selalu membayar biaya sewanya tepat waktu kepada pemilik awal.
Pihak mami Jelita juga terancam akan dilaporkan kepada pihak kepolisian karena tidak memiliki izin membuka usaha di gedung tersebut.
..........
Tepat seperti yang dipikirkan Syera, Suntama yang dimaksud mami Jelita adalah Suntama yang dikenalnya. Ia berusaha menenangkan mami Jelita dibantu dengan pelayan yang tadinya bersih-bersih.
"Tolong sayang, tolong mami...," isak mami Jelita memohon pada Syera.
"Mami tenang dulu ya? Syera akan pikirkan gimana caranya."
"Jangan berpikir lagi, sayang. Tunggu apa lagi, ayo sekarang kamu pergi dan temui tuan Suntama. Katakan padanya setidaknya memberi waktu beberapa hari untuk kita mencari tempat baru dan memindahkan barang-barang ini semua."
"Iya mami tapi Syera..."
"Tu-tunggu... tunggu," seketika mami Jelita terperangah dan menyadari sesuatu. "Suntama. Iya, Suntama," begitu lekat tatapan mami Jelita pada Syera.
Syera paham apa yang sedang dipikirkan mami Jelita. Ia membalas tatapan wanita itu dengan gelengan kepala.
"Kenapa dia melakukan ini pada mami? Apa dia tidak tahu kalau aku ini mamimu? Tolong bantu mami, ya?" pinta mami Jelita memelas penuh harap.
Selama ini selain Fandy dan almarhum tuan Bayu, mami Jelita tidak pernah bertemu dengan siapapun dari keluarga Suntama. Bertemu dengan tuan Bayu saja hanya sekali dan itu pun saat akan membawa Syera kerumahnya sebelum ia meninggal dalam kecelakaan.
"Dia kakakmu dan selama ini kamu bilang hubungan kalian sangat baik, iyakan? Jadi mami mohon tolong sekali ini saja ya sayang," bujuknya.
Syera bingung karena selama ini ia berbohong pada mami Jelita mengenai hubungannya dengan Leo yang tentunya tidak baik.
"Ayo sayang, ayo...ayo...pergi dan temui kakakmu."
Ditariknya Syera hingga ketempat dimana Syera memarkirkan sepeda motornya. Meski tak tega namun mami Jelita terpaksa melakukannya.
..........
Berdiri memandangi gedung besar dan tinggi membuat tubuh dan nyali Syera semakin menciut. Perlahan ia mulai memasuki gedung dihadapannya dan menuju meja resepsionis.
Meski tidak yakin namun ia ingin mencobanya. Mencoba menemui seseorang yang tidak ingin melihat keberadaanya.
"Permisi mba," sapa Syera pada resepsionis.
"Iya, mba. Ada yang bisa kami bantu?"
"Maaf, mba. Em... itu, em... Pak Leo Suntama, apa saya bisa bertemu sekarang?"
"Apa sudah buat janji sebelumnya?"
Syera menggelengkan kepalanya.
"Kalau belum buat janji, mba tidak bisa bertemu dengan beliau. Lagi pula pak Leo sudah pulang sejak siang tadi."
Kaki Syera terasa lemas namun ia tidak dapat menyerah begitu saja. Ia akhirnya memutuskan menemui Leo di apartemennya. Entah kalimat seperti apa yang akan dikatakan Syera nantinya yang terpenting bertemu dengan Leo adalah hal pertama yang perlu dilakukannya.
Setibanya di depan pintu, Syera menekan bel apartemen Leo. Baru menekan sekali pintu sudah dibuka.
"Maaf, pak Leo ada di dalam? Saya mau bertemu dengannya sebentar saja."
"Maaf nona, pemilik apartemen ini sedang tidak ada. Saya baru selesai bersih-bersih dan akan meninggalkan tempat ini," jawab pria paruh baya berseragam cleaning servis.
"Oh, gitu ya."
"Iya, non. Maaf, saya permisi dulu."
Pria itu menarik troli berisi perlengkapan alat-alat kerjanya dari dalam dan mengunci kembali pintu.
Lagi-lagi Syera tidak menemui Leo. Ia melirik apartemen Fandy yang ada disebelah apartemen Leo. Ingin rasanya ia meminta tolong pada Fandy namun ia urungkan karena tidak ingin menyusahkan pria itu lagi.
Hari sudah mulai gelap. Syera tidak tahu harus melakukan apa dan pergi kemana. Tidak mungkin ia menemui mami Jelita saat belum bertemu dengan Leo. Pun dia tidak tahu harus menemui Leo dimana.
Syera memutuskan kembali ke rumah, ia akan kembali menemui Leo malam ini. Ia kembali ke rumah sambil memikirkan apa yang nantinya akan dia katakan saat bertemu pria itu.
Seperti biasa, Syera memarkirkan sepeda motornya di samping sepeda motor pak Asep yang bertugas sebagai satpam rumah keluarga Suntama. Melalui pintu belakang ia masuk ke dalam kamarnya.
Setelah menaruh tasnya ia menuju dapur untuk mengambil air karena tenggorokannya yang begitu kering.
Ia menelan liurnya saat membuka kulkas. Dua cup jus sirsak terpampang di hadapannya dan begitu menggodanya.
"Hakh!"
Syera terperanjat saat sebuah tangan mengambil salah satu jus sirsak di depan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Tapi kan belum jelas itu kakak kandung atau gimana
2022-08-20
2
Siapa Aku
semua orang di sekitar jesselyn keknya bakalan menjadi pelampiasan si Leo😏
2022-08-20
2