CHAPTER 6

...***...

Sementara itu di kawan kumuh. Seorang wanita muda dengan pakaian serba merah sedang berjalan-jalan sambil mengawasi sekitar. Namun saat itu ia mendengar suara ledakan yang sangat kuat. Lukita langsung melihat ke lokasi. "Apa yang terjadi sebenarnya?." Lukita bergegas melihat apa yang terjadi sebenarnya. Dengan cepat ia melompat melewati beberapa atap genteng supaya cepat sampai menuju lokasi itu. Saat ia mendekat suara teriakan semakin terdengar keras, sangat memilukan teriakan itu. "Ada bau darah, serta bau bubuk aneh yang sangat tajam." Entah kenapa ia bisa mencium dua aroma yang membuat hidungnya terasa sakit.

Deg!!!.

Matanya terbelalak terkejut ketika timah besi itu menembus kepala penduduk kawasan kumuh. Entah itu anak-anak, orang dewasa, wanita, bahkan orang tua menjadi sasaran tembakan itu?. Hati Lukita tergores sakit melihat itu, amarahnya memuncak sampai ke ubun-ubun. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?. Kenapa orang itu melakukan pembunuhan yang sangat keji?. "Mereka bersimbah darah?. Teriakan?." Hantinya terasa sangat sakit melihat orang-orang berlari ketakutan sambil melindungi diri mereka. Tapi tetap saja ada beberapa teriakan yang bisa ia dengar.

"Biadab!. Bunuh dia!." Ada suara teriakan yang menyuruhnya untuk membunuh orang itu. "Bunuh saja dia!." Suara yang terdengar sangat menyeramkan. Suara yang memberikan hawa penekanan yang sangat luar biasa mengerikan.

"Ahahaha!. Matilah kalian semua orang kumuh tidak berguna!. Kalian terlalu bersih untuk tinggal di kerajaan ini!. Ahahaha!." Orang itu tertawa keras saat melakukan itu. Ia merasa senang karena telah berhasil membunuh beberapa orang yang ia lalui. Hingga ia berhenti ketika matanya menangkap sosok Lukita yang sedang terpaku ditempatnya karena melihat mereka satu persatu tewas dibunuh orang itu dengan senjata api.

"Bunuh dia!. Bunuh dia!." Suara itu lagi-lagi menginterupsi Lukita untuk segera membunuh laki-laki itu. "Kenapa kau masih saja ragu?!. Bunuh saja dia!." Suara yang terdengar sangat kesakitan, tidak bisa ditahan lebih lama lagi saat itu.

"Hooo!. Kau!. Apakah kau juga ingin merasakan bagaimana nikmatnya timah ini?. Ahahaha!. Akan aku lakukan!." Laki-laki itu berdiri tepat di dekat Lukita. Wajahnya terlihat sangat menyeramkan dari yang sebelumnya. Hatinya sedang berdebar-debar karena merasakan sensasi yang berbeda ketika ia melihat banyak orang yang bergelimpangan, serta teriakan ketakutan mereka. "Kau juga akan mati!. Sayang sekali nona manis baju merah!. Aku tidak tertarik dengan kecantikan yang kau miliki!. Tapi saat ini aku sedang menguji senjata hebat ini!. Ahahaha!." Hasrat membunuhnya saat ini sedang sangat besar.

"Bunuh dia!. Apalagi yang kau tunggu!. Kenapa kau lama sekali!. Aku bilang bunuh dia!." Suara itu terdengar sangat marah karena Lukita juga belum juga bergerak. "Aku bunuh kau!." Suara itu terdengar sangat berbeda, sehingga membuat udara sekitar bergetar, menghasilkan gelombang yang sangat berbeda.

Laki-laki yang tadinya tertawa mulai terkejut, ia merasakan hawa yang berbeda. Sebagai seorang pendekar ia memahami jika ini adalah suatu tanda bahaya. "Jadi kau memiliki kepandaian anak manis?." Dengan senyuman lebar ia mengarahkan senjatanya ke arah Lukita.

"Kau pantas untuk mati." Hawa merah menyelimuti Lukita, merah yang sangat menyala seperti api yang sedang berkobar-kobar. Laki-laki itu sangat terkejut melihat itu, ia tidak menduga sama sekali.

Dor!!!.

Satu tembakan dilepaskan oleh pemuda itu. Peluru itu mengarah dengan cepat ke arah Lukita. Laki-laki itu menyeringai lebar, karena ia percaya tembakan yang ia lambari dengan tenaga dalam akan mengenai jantung wanita berbaju merah itu dengan sempurna.

"Kau pantas mati!." Lukita dapat melihat timah besi itu mengarah ke tubuhnya. Saat itu juga hawa merah yang menyelimuti tubuhnya menepis dengan kuat timah besi itu, hingga peluru itu kembali pada tuannya.

Dor!!!.

"Uhuk!!!." Pemuda itu terbatuk dengan kerasnya. Ia merasakan sakit di bagian dada kirinya, lebih tepatnya di jantungnya. "Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?." Ia tidak menyangka sama sekali.

Brugh!.

Laki-laki itu ambruk, tubuhnya tidak bisa bergerak lagi. Ia sama sekali tidak menduganya, jika wanita muda itu berhasil mengembalikan timah panas itu padanya?. Apa yang tejadi?.

"Berani sekali kau membunuh mereka semua." Tatapan matanya begitu kosong, sangat kosong, sehingga ia tidak bisa memikirkan apapun lagi. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Simak terus ceritanya.

...**...

Di istana Utama.

Turisuti dan Menikati telah kembali ke istana Utama. Karena mereka hendak melaporkan sesuatu pada Ratu Agung Selendang Merah. Tapi sayangnya Ratu Agung Selendang Merah sedang mengalami sesuatu, sehingga ia menutup pintu ruangan utama.

"Apa yang terjadi?. Dimana gusti ratu agung?. Kami ingin mengatakan sesuatu pada gusti ratu agung?." Turisuti tidak melihat keberadaan Ratu Agung Selendang Merah.

"Kami menemukan hal yang sangat mengejutkan." Menikati juga tidak melihat Ratu Agung berada di luar.

"Tiba-tiba saja gusti ratu agung tadi menangis, mungkin gusti ratu agung sangat merindukan gusti raja agung." Musi, salah satu pelayan yang dari tadi membantu Ratu Agung Selendang Merah menyiapkan sesuatu.

"Benarkah?." Keduanya terlihat sangat bingung.

"Benar. Itu sangat benar sekali." Penasihat Raja Agung Dewandaru mendekati mereka.

"Tuan penasihat?." Turisuti dan Menikati terkejut melihat raut wajah Penasihat Raja Agung Dewandaru yang sedang bersedih.

"Bahkan aku diusir oleh gusti ratu agung, aku sangat terkejut saat gusti ratu agung menyuruhku pergi." Ekspresinya seperti seseorang yang sedang patah hati. Sedangkan ketiga pelayan tersebut sedang berusaha untuk menahan tawa. Sungguh sangat lucu sekali ekspresi wajah Penasihat Raja Agung Dewandaru saat ini.

Sementara itu Ratu Agung Selendang Merah sedang bersedih hati. Hatinya sangat iba dengan apa yang telah terjadi. Pikirannya sangat kusut begitu gambaran itu melintasi pikirannya. "Tenangkan dirimu. Jangan sampai kau keluarkan semua perasaan marah yang ada di dalam tubuhmu. Terus kendalikan dirimu." Suara itu terus memberikan penekanan padanya untuk tidak mengeluarkan amarah yang sedang membuncah di dalam tubuhnya. Hingga tanpa sadar air matanya terus mengalir, namun ia menangis tanpa suara. Sungguh sangat sakit atas atas apa yang ia rasakan saat ini. Sebenarnya apa yang dirasakan oleh Gusti Ratu Agung?. Apakah yang terjadi padanya?. Simak terus ceritanya.

...***...

...Istana Barat....

Saat ini pangeran Arzaguna Basukarna sedang berjalan-jalan menikmati keindahan istana Barat. Ia sangat heran dengan kehidupannya, sangat bingung. Pikirannya kadang melayang entah kemana hingga menimbulkan banyak pertanyaan aneh yang tidak masuk akal sama sekali.

"Kenapa ibundaku mau menjadi selir kedua dari raja hebat ayahanda gusti raja agung?. Apakah tidak ada laki-laki lain yang ia cintai selain seorang raja yang telah memiliki dua orang istri?. Apakah suatu kebanggaan bagi seorang wanita bangsawan dapat menikah dengan seorang raja?." Itu adalah pertanyaan pertama yang menari-nari di dalam pikirannya. Matanya menatap sekitarnya, sepanjang ia melewati beberapa orang pelayan atau prajurit, mereka semua memberi hormat padanya. "Jika ibundaku menikah dengan seorang raja, itu artinya aku adalah seorang pangeran, atau seorang putra mahkota bukan?." Itu adalah yang kedua yang mengganjal dalam pikirannya. Saat itu kakinya melangkah sampai di taman istana Barat. Taman istana Barat sangat cantik, karena di rawat dengan baik oleh penjaga kebun terpercaya oleh raja dan ratu agung sebelumnya.

Pangeran Arzaguna Basukarna duduk di bangku taman istana Barat. Ia mencoba menenangkan pikirannya yang agak kusut karena memikirkan sesuatu. Namun beberapa pikiran lainnya ikut menari-nari di kepalanya. "Jika aku seorang putra mahkota, lalu kenapa bukan aku yang ditunjuk oleh rakanda gusti raja agung untuk menggantikannya?. Justru ia lebih percaya pada istrinya yang tidak diketahui sama sekali identitasnya seperti apa." Pertanyaan itu muncul di dalam benaknya. "Lalu kenapa bukan saudaranya barata yang menjadi raja agung?. Rasanya ini sangat aneh dan tidak masuk akal sama sekali." Dalam pikirannya berjaya seperti itu.

Sebenarnya apa yang ia rasakan pada saat ini?. Rencana apa yang akan ia lakukan untuk mencari semua jawaban yang berkeliaran di dalam pikirannya?. Temukan jawabannya.

...***...

Terpopuler

Comments

Rani nay

Rani nay

hehe makin seru aja 🤓

2022-09-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!