Mengejar Cinta Sang Habib
Pondok pesantren Abu Hurairah, tempat yang orang-orang gaungkan sebagai penjara suci ini kini telah resmi menjadi tempat tinggal ku. Dan sudah dua hari aku di pondok pesantren ini dan aku masih menolak ikut bergabung dengan para santriwati untuk melaksanakan kegiatan di pondok pesantren. Selama dua hari ini pula aku pergi bersembunyi ke beberapa tempat yang bisa menyelamatkan ku dari orang-orang pondok. Aku tidak pergi ke sekolah dengan alasan maag ku kambuh, aku tidak pergi sholat dan mengaji dengan alasan badan ku masih lemah dan tidak nyaman. Bila waktu makan tiba aku akan berpura-pura pergi ke kamar mandi karena aku tidak ingin berbaur dengan orang-orang di pondok pesantren apalagi makan makanan sederhana yang mereka sajikan.
Bukan karena aku terlalu sok tapi memang faktanya makanan di sini selalu berkisar antara tahu, tempe, kangkung, dan ikan teri. Inilah yang aku dapatkan selama dua hari ini. Aku bosan dan ingin keluar untuk membeli makanan tapi pihak pondok tidak mengizinkan aku pergi.
Jangan ingatkan aku tentang Dira dan Gisel. Di antara banyak skenario aku tidak pernah menyangka akan bertemu mereka di sini dan kami berada di kamar yang sama!
What the hell?!
Bayangkan betapa shock nya aku waktu melihat dua parasit ini.
Metro adalah parasit yang harus ku hindari jadi selama dua hari ini aku tidak pernah bertukar sapa atau berbicara dengan mereka berdua karena aku pikir tidak ada yang penting dari mereka.
"Aish? Kamu masih belum keluar?" Seseorang memanggilku dari luar.
Kesal, dengan gondok aku membuka pintu kamar mandi. Di luar sudah ada gadis seusiaku yang telah menunggu ku keluar.
"Iya...iya, aku keluar. Enggak sabaran banget sih jadi orang." Kataku gondok.
Dia tersenyum malu-malu, tingkahnya yang sok polos dan sederhana kadang membuatku enggan berbicara dengan gadis ini. Tapi gadis ini selalu mengikuti ku kemana-mana tanpa ku minta.
"Maaf, Aish. Waktu makan siang sebentar lagi akan habis. Kita harus cepat-cepat ke stan makanan sebelum kita pergi ke perpustakaan." Katanya masih dengan senyumannya yang polos.
Aku menatap matanya kesal. Padahal sudah berulangkali aku bilang jika aku tidak ingin pergi makan karena aku ogah makan itu-itu saja. Aku ingin makanan yang lebih menggugah selera, pedas, dan memiliki banyak daging. En, kalau bisa ku ingin makan makanan seafood. Ugh, aku merindukan makanan seafood yang sering aku makan di restoran langganan ku. Beraneka ragam seafood dilumuri saus balado yang kental dan pedas, air liurku hampir saja menetes memikirkannya.
"Kamu saja yang pergi ke sana, aku enggak lapar." Kataku tidak tertarik.
Ekspresinya langsung berubah. Dia sepertinya ingin mengatakan sesuatu karena mulutnya beberapa kali terbuka, namun mungkin karena ragu dia tidak berani mengatakannya kepada ku.
"Kamu enggak bosan makan makanan itu-itu aja, yah?" Tanyaku kepo.
Yah, sebenarnya sih oke-oke aja makan tahu atau tempe karena aku sendiri juga suka kok. Tapi kalau makan tiap waktu, kan jatuhnya membosankan.
"Bosan kenapa? Itukan makanan."
Iya juga sih, tapi tetap aja jadi bosan kalau makannya itu-itu terus.
"Enggak asih, ah. Mau keluar enggak? Nanti kita bila makanan enak deh di luar biar kamu bisa ngerasain gimana rasanya makanan bergizi." Ajak ku mulai merayunya.
Tapi dia menggelengkan kepalanya menolak.
"Astagfirullah, Aish. Kita enggak boleh begitu. Walupun makanan di sini biasa-biasa saja tapi kita harus mensyukurinya sebab masih banyak orang yang tidak makan di luar sana."
Dan bla, bla, bla! Dia lagi-lagi menceramahi ku. Aku melambaikan tanganku di depannya agar dia berhenti berbicara. Setelah dia akhirnya tutup mulut, aku berjalan melewatinya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ah, menyebalkan. Dia sama sekali tidak menyenangkan. Aku pikir kehidupan ku di tempat ini akan sangat membosankan jika aku tidak segera menemukan jalan keluar untuk melarikan diri.
"Aish, kamu mau kemana?" Ku dengar suara langkah tergesa-gesa mengejar ku dari belakang.
Tanpa menoleh aku menjawab.
"Cari udara segar." Jawabku singkat.
"Tapi Umi bilang kamu enggak boleh kemana-mana dan harus makan-"
"Berisik. Gak usah ribet-ribet ceramahin aku, kalau mau kasih aja bagian ku ke orang-orang yang tidak makan di luar sana." Potong ku mulai merasa risih.
"Aish jangan-"
Aku menghentikan langkahku dan langsung berbalik ke belakang. Dia terkejut, hampir saja menabrak ku jika dia tidak langsung berhenti.
"Diam!" Kataku dingin.
Aku menatapnya tajam, tak main-main dengan apa yang ingin ku katakan. Aku sudah lelah dan bosan dengan gadis ini yang selalu mengikuti kemana-mana. Dibandingkan dengannya yang sok polos, aku lebih suka diikuti oleh Nasifa. Yah, walaupun Nasifa juga menyebalkan tapi dia lebih daripada gadis sok polos dan alim ini.
"Jika kamu berbicara terus, percaya atau enggak, aku akan melakukan sesuatu yang buruk kepada mu." Ancam ku tidak main-main.
Yah, paling-paling aku akan mendorongnya ke sawah.
Matanya memerah. Dia mungkin ingin menangis karena matanya sudah dipenuhi riak-riak tipis air mata. Mendengus tidak perduli, aku kembali berbalik dan melanjutkan langkah ku. Lalu gadis itu?
Dia masih dengan keras kepalanya mengikuti ku di belakang tapi kali ini dia tidak bersuara lagi.
Aku berpura-pura tidak menyadari keberadaannya dan berjalan kemanapun kakiku melangkah. Pondok pesantren ini sangat besar dan jalan setapak nya cukup luas dan panjang. Sepanjang jalan aku melihat pohon ada dimana-mana dan gedung entah apa fungsinya tersebar dimana-mana. Dari semua gedung-gedung itu yang paling mencolok adalah kubah masjid yang menjulang tinggi menghadap langit yang luas, gedung asramaku yang tidak jauh dari masjid dan gedung sekolah ku yang lumayan jauh dari asrama. Setelah itu aku tidak mengingat dengan baik apa fungsi dan nama setiap gedung.
"Hufth..." Aku menghirup puas udara sejuk yang menerpaku.
Berdiri di pinggir sawah, aku menaikkan kaki kanan di atas batu sambil berkacak pinggang melihat hamparan sawah di depan ku. Ada berbagai macam sayuran di sawah, sangat hijau dan menyehatkan mata. Tapi bukan itu fokus ku sekarang. Um, mataku langsung menyala saat melihat bangunan tembok tinggi di ujung sana. Untuk sampai ke sana aku harus berjalan melewati sawah. Tembok itu mungkin pembatas antara pondok pesantren dan dunia luar.
"Hahaha... akhirnya..." Aku tertawa puas melihat penemuan luar biasa ku!
"Aish kenapa tertawa?" Gadis itu bertanya kepadaku.
Oh astaga, aku benar-benar melupakan gadis itu. Jika dia tidak berbicara mungkin aku tidak akan pernah menyadari keberadaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 351 Episodes
Comments
nayna87
Alhamdulillah dapat info dari temen komen di sebelah langsung cari judul nya🤗
2024-04-19
0
Septi Hariyani
udh baca yg kesekian kali nya tapi ngak ngebosenin thor 😘
2023-09-19
0
Mira Andani
hadir Thor ...
semoga menjadi awal yang baik buat kita semua 🙏
2023-06-06
0