Selesai menyuapi Dira, Aku mengantarkannya ke kamar mandi di dekat dapur. Karena katanya Dira ingin buang air kecil.
Aku menunggunya beberapa saat, tapi Dira tak kunjung keluar. Aku menjadi cemas. Ku putuskan untuk mengetuk pintu kamar mandi itu.
"Dir..., Kenapa lama? Kamu tidak apa-apa kan?" Aku mengetuk pintu berkali-kali.
Pintu itu terbuka. Aku terkejut melihat Dira yang mendesis.
"Ada apa, Dir, kamu pucat sekali?"
"Perih banget, Ris." Dira kembali mendesis setelah mengatakannya.
Aku segera memapahnya dan membawanya ke kamar lagi. "Yasudah, kalau begitu Aku akan memanggil dokter saja kemari untuk memeriksa mu. Kamu pucat dan lemas. Aku tidak ingin Kau kenapa-napa, Dira." ucap ku Dira mengangguk setuju.
Aku segera menelepon dokter Irma. Dia dokter langganan Mama Lidia.
Tak berapa lama dokter Irma datang. Langsung saja Aku mempersilahkannya masuk dan memeriksa Dira.
"Bagaimana keadaan sahabat Saya, Dok?" Aku bertanya dengan cemas.
"Nona Dira terlalu banyak meminum alkohol, jadi tubuhnya menjadi lemas. Saya sarankan untuk jangan mengkonsumsi minuman itu secara berkala."
Aku menyetujui ucapan dokter Irma. Semua ini gara-gara Candra. Pria itu yang sudah membuat Dira seperti ini. Awas saja kalau dia tidak bertanggungjawab nanti!
"Ini resepnya, jangan sampai Nona Dira mengkonsumsi alkohol lagi ya, Nona."
Aku mengangguk. Ku tatap Dokter Irma dengan kagum. Wanita ini begitu cantik dengan hijabnya. Menatapnya saja membuat hati begitu adem. Suatu saat nanti, Aku juga ingin sekali berpenampilan seperti dokter Irma. Penampilan tertutup yang membuat orang akan berpikir 2 kali untuk hal neko-neko.
Tidak seperti ku dan Dira. Terkadang Aku ingin sekali menjadi seperti dokter Irma dengan penampilannya. Semoga suatu saat nanti.
Setelah mengantarkan dokter Irma ke depan, Aku kembali menuju kamar. Tapi Aku mendengar suara tangisan Dira. Hingga membuatku mempercepat langkahku agar cepat sampai ke kamar.
"Dira, kamu kenapa?" Aku berjalan cepat menghampiri Dira.
"Kenapa Aku harus mengalami semua ini, Ris? Kenapa Candra begitu tega melakukanya padaku."
Aku mengerutkan kening ku. Bukannya kemarin Candra mengatakan bahwa Dira yang menyerahkan dirinya ketika mabuk?
Aku mendekati Dira. Mengusap punggungnya agar dia sedikit tenang. Aku mencoba untuk mendengarkan cerita sesungguhnya dari Dira.
Dira lalu menceritakan tentang semua yang dia alami dan lakukan bersama Candra kemarin.
"Apa?! Jadi Candra yang sudah memaksamu?" Aku terkejut mendengar kenyataannya. Dira mengatakan bahwa jika Candra lah yang sudah memaksanya untuk minum.
Dari sini Aku tahu jika ternyata perkataan Candra waktu itu hanyalah kebohongan. Dasar pria brengsek!
Aku merentangkan tangan ku untuk memeluk Dira. Dia sedang kalut saat ini. Jadi Aku menahan diri untuk meluapkan emosi ku pada pria brengsek itu.
Aku membiarkan Dira meluapkan kesedihannya saat ini. Hingga dirinya terlihat begitu lega.
Setelah Dira berhenti menangis, kami teringat dengan Rika yang akan kembali bekerja hari ini. Jadi dia mengajakku untuk segera pulang ke rumah Rika.
Sebenarnya Aku sudah melarangnya untuk pergi karena kondisinya masih kemas. Tetapi Dira begitu kekeh ingin bertemu dengan Rika.
Sekitar dua puluh menit kami sampai. Kami melihat taksi di depan rumah Rika. Lalu kami beringsut masuk kedalam rumah mencari dimana Rika sekarang.
"Mbak... Mbak Rika...," panggil Dira. Lalu dia mengetuk-ngetuk pintu kamar Rika dan Reza.
Aku hanya menunggunya di ruang tengah. Aku yakin, sepertinya Rika sedang melakukan ritualnya dengan sang Suami. Mengingat jika Rika akan pergi lama.
Aku melirik ke arah Dira yang mengetuk-ngetuk pintu kamar kakaknya. Entah mengapa, sepertinya Dira begitu tidak ingin melihat Rika bersenang-senang bersama suaminya.
Pintu kamar itu terbuka. Dan menampilkan Rika dan juga Reza yang sedikit berantakan. Aku sudah yakin jika mereka pasti sedang melakukan kegiatan panas mereka.
"Ada apa kamu teriak seperti itu, Dira? Mbak lagi bersiap-siap," tangkas Rika yang kini berjalan menggandeng Dira. Mereka berjalan menuju ke tempat ku saat ini.
Sementara Reza terlihat cuek. Ia lantas mengikuti Rika dari belakangnya.
"Aku hanya ingin menghabiskan waktu dengan Mbak Rika sebelum berangkat bekerja. Mbak sih, dia (Reza) aja yang di urusin." Dira nampak mengerucutkan bibirnya.
Rika hanya terkekeh mendengarnya. "Kau mengatakan ingin menghabiskan waktu dengan Mbak, tapi kamu malah pergi ke pantai dan tidak kembali semalaman."
"Aku dan Rissa menginap di rumah kita dulu Mbak." jawab Dira.
"Seneng dong kalian? Yasudah kalau gitu antar Mbak mu ini ke depan. Oh iya Rissa, nanti Mbak titip rumah sama mas Alfin ya," ucap Rika menatap ke arah ku. Aku hanya tersenyum mengangguk. Lalu kami mengantar Rika sampai ke depan, ke tempat taksi berhenti. Sementara Reza membawa koper Rika.
"Mbak cepet banget sih baliknya. Kita di tinggal sendirian lagi deh." Dira berkata dengan sedikit cemberut.
"Ini sudah tuntutan pekerjaan, Dir. Kamu baik-baik ya sama Rissa. Jangan lupa jaga kesehatan juga."
"Iya Mbak. Lagipula Aku juga ingin pindah tempat kerja yang deket-deket sini aja."
Aku terkejut mendengar Dira yang ingin pindah dari tempat kerjanya. Mungkinkah karena Candra? Ya, pasti karena Candra. Di Bali kan Dira bekerja di restoran Candra.
"Kalau begitu kamu temani Rissa saja di rumah Mbak. Kan jadi rame ada temannya," tawar Rika.
Tapi sepertinya Dira tidak suka jika tinggal di rumah Rika. Terlihat jelas dari raut wajahnya. Dira menatap Reza sebentar dengan tatapan bencinya.
"Ogah..., Lebih baik Aku tinggal di rumah kita dulu aja mbak," Dira mencebik.
"Yasudah, kalau begitu biar Rissa saja yang di rumah Mbak. Nanti setelah cerai dari Alfin, Aku ingin mas Reza menikahi Rissa."
Dira tampak begitu terkejut mendengar penuturan dari Rika. Dira lalu menatap tanya ke arah ku. Sementara Aku hanya melengos. Aku takut Dira tidak akan menyetujuinya. Lalu Dira nampak terdiam. Hingga Rika masuk ke dalam taksi dan taksi pergi pun Dira masih terdiam. Aku menjadi gelisah menatap sahabatku ini.
Setelah taksi Rika tak terlihat lagi, Reza mulai mendekati ku. Wajahnya nampak begitu datar.
"Aku mau berangkat kerja dulu. Ini kunci rumah," ucapnya dan langsung pergi mengambil motornya.
Aku hanya menatap kepergian motornya hingga menghilang.
"Dira, ayo kita masuk," ajakku. Namun Dira menatapku dengan tajam membuat ku menghela nafas. Aku tahu Dira pasti akan protes dengan ucapan Rika tadi.
"Jadi benar yang Mbak Rika katakan tadi, Ris? Kenapa Kau menjadi bodoh Ris menerima permintaan Mbak Rika begitu saja. Sudah cukup Mbak Rika saja yang menjadi bodoh dengan menikahi pria seperti Reza yang tidak tahu asal-usulnya seperti itu!" Dira nampak begitu kecewa padaku.
"Tapi kita tidak pernah tahu akan nasib seseorang, Dir," sergah ku.
"Sekali miskin tetap aja miskin. Pokoknya Aku tidak suka jika Kau ikutan bodoh seperti Mbak Rika." Dira langsung pergi.
Sementara Aku hanya menghela nafas panjang. Sepertinya Aku harus membuat Dira mengerti perlahan agar bisa menerima semua ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Vita Zhao
Kasian banget dira, gimana kalau dira hamil dan Chandra gak mau tanggung jawab🥺.
dira jangan terlalu benci kepada reza, nanti suatu saat kamu malah yang tergila2 sama reza😏
2022-08-15
1