Meratapi cerita nestapa ku

Aku tidak bisa membendung air mataku di hadapan makam ibu mertuaku. Tangisku pecah kalah mengingat semua kebaikan dan kasih sayang dari beliau. Saking sayangnya aku kepada Mama mertuaku, sampai aku belum bisa mempercayai bahwa beliau sudah menghadap kepada yang maha kuasa.

"Kamu harus tabah, Rissa."

Rika bersimpuh di sampingku, dia berusaha untuk menenangkanku yang kini telah kehilangan Mama mertuaku untuk selamanya.

"Kenapa Mama pergi secepat ini, Mbak?" tanyaku dengan tangis.

Rika mengusap lembut punggung ku.

"Ini sudah jalan takdir yang Tuhan berikan, Rissa. Kau harus bisa mengikhlaskan Bu Lidya agar beliau tenang di sisi Nya," ucapkan Rika menasehatiku.

Begitu mendengar berita duka dari Reza, Rika meminta izin untuk pulang dan menemaniku. Dia terus menemaniku saat di rumah sakit sampai ke pemakaman mertuaku. Dan tentunya juga ada Reza yang selalu bersama dengannya.

"Sudah sore, Rissa. Sebaiknya kita pulang sebelum gelap," Rika mengajakku.

Begitu berat rasanya diriku untuk meninggalkan pusara Mama mertuaku. Namun aku harus bisa menerima kenyataan ini.

Pelan, Rika menuntunku. Sementara Reza dan Bi Ira mengikutiku dari belakang. Para pelayat lainnya juga sudah kembali sejak tadi.

"Rissa, lebih baik kamu tinggal bersamaku dan Reza saja untuk sementara." Rika menawarkan tempat tinggal kepadaku. Dia juga sudah mengetahui bahwa Alvin menceraikanku dan juga mengusirku dari rumah. Aku tidak tahu dia tahu dari siapa, mungkin saja Reza yang telah memberitahukannya kepada Rika. Sebab waktu itu pria itu melihatku membawa koper dari rumah. Dia juga sempat membantuku membawakan koper itu dan menaruhnya di rumahnya dan setelah itu kami baru ke rumah sakit.

Dari raut wajahnya saja waktu itu dia terlihat begitu mengasihani ku. Aku seperti seekor anak kucing yang diusir dari rumah majikanku, sungguh sangat menyedihkan.

Aku tidak masalah tinggal di manapun aku berada. Yang terpenting aku bisa menenangkan pikiranku dari segala masalah yang bertubi-tubi menimpaku.

"Non Rissa, non Rika, mas Reza. Bibi permisi ke rumah Nyonya dulu ya, Den Alfin menyuruhku ke sana untuk mempersiapkan sebuah pesta." Suara Bi Ira membuatku mengerutkan dahi ku.

"Pesta apa Bi?" tanyaku kepada Bi Ira.

"Saya tidak tahu, Nona. Tapi Den Alfin mengundang banyak sekali temannya. Beliau juga menyalakan music dengan sangat keras," jelas Bi Ira. Aku mengelus dadaku mendengarnya. Baru saja ibunya meninggal, tapi Alfin malah berfoya-foya. Aku merutuk pria kejam itu dalam hati.

"Keterlaluan sekali Alfin! Mamanya baru saja meninggal malah membuat pesta. Dasar pria gila!" umpat Rika ketika mendengar penuturan dari Bi Ira. Sementara Reza, dia mengeratkan rahangnya terlihat nampak begitu marah walaupun pria itu dari tadi hanya diam saja. Desa pria yang begitu sulit untuk ditebak.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Nona. Saya takut dan Alfin nanti akan mengamuk kepada saya."

"Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus ikut ke sana untuk memberi pria itu pelajaran!" Rika nampak terlihat begitu berapi-api.

"Sudah mbak, jangan. Aku tidak ingin dia menyakiti Mbak Rika nanti," ucapku begitu memelas. Mbak Rika terlihat menghela nafasnya sejenak.

Akhirnya Mbak Rika membiarkan Bi Ira pergi. Sementara kami pulang menggunakan taksi yang tadi mengantar kami. Reza duduk di depan, sementara Rika duduk bersamaku. Ia terus menggenggam tangan ku karena Aku masih begitu kalut saat ini.

Sesampainya di rumah, Rika menuntunku masuk kedalam rumah. Sementara Reza berjalan mengikuti di belakang.

Di saat Rika hendak mengantarkan ku ke kamar yang sudah disiapkan untukku, ternyata ponselnya berdering dan mengharuskannya untuk segera mengangkatnya. Ku rasa itu telpon dari tempat kerjanya.

"Mas, tolong antarkan Rissa ke kamarnya dulu ya, aku mau mengangkat telepon sebentar," ucap Rika kepada Reza. Reza menganggukkan kepalanya. Sementara Rika sedikit menjauh untuk mengangkat telepon tersebut.

Aku menatap Reza yang ternyata juga menatapku. Aku segera mengalihkan tatapanku ke arah lain. Entah kenapa tatapan Reza seperti tersirat maksud lainnya.

"Ayo, ku antarkan ke kamarmu," ucap Reza kepadaku tanpa mengalihkan pandangannya. Aku hanya mengangguk dan menunduk, kakiku berjalan mengikutinya.

Hingga sampailah Aku di depan pintu kamar yang ku yakini sudah dipersiapkan Rika untukku.

"Ini kamarmu, dan di sebelahnya adalah kamarku dan juga istriku. Jika kamu membutuhkan sesuatu kamu bisa mengetuk pintu kamar kami." ucapnya tanpa ekspresi. Aku hanya mengangguk saja. Setelahnya Reza pergi.

Aku langsung memasuki kamar. Ku rebahkan tubuhku di atas kasur sembari mengingat cerita nestapa ku. Dan semua itu berawal dari hilangnya keperawanan ku dua tahun silam.

Waktu itu setelah kuliah, Aku akan melakukan pekerjaan sampingan ku, yaitu bekerja di rumah almarhum Mama Lidia.

Tapi tiba-tiba Candra, kekasih sahabatku meneleponku dan mengatakan bahwa ponsel Dira, sahabat ku ketinggalan di hotel miliknya. Dia tahu Aku sahabatnya, dan menghubungi ku melalui nomor ponsel yang ada di HP Dira.

Aku sudah menyuruhnya untuk memberikannya kepada Dira langsung. Namun, Candra mengatakan bahwa saat ini Dira sedang sibuk bekerja. Jadi mau tidak mau Aku pun menyetujuinya dan bergegas pergi ke hotel miliknya.

Sesampainya di hotel milik Candra, Aku bergegas menuju resepsionis. Dan ternyata resepsionis sudah mengetahui bahwa Aku akan datang. Resepsionis itu memberikan ku kunci hotel. Dia mengatakan bahwa ponsel Dira berada di kamar tersebut.

Aku segera menuju ke kamar nomor 609. Sesuai dengan kunci yang di berikan oleh resepsionis itu.

Setelah menaiki lift dan berjalan sebentar, akhirnya sampailah Aku di depan pintu kamar nomor 609. Aku segera membukanya dan melangkah masuk kedalam kamar hotel tersebut.

Kamar hotel itu begitu gelap sehingga Aku berusaha untuk mencari tombol untuk menyalakan lampu.

Tapi Aku begitu terkejut tatkala tiba-tiba saja ada seseorang yang menarikku ke atas ranjang dan menindih ku. Aku begitu ketakutan kala itu.

Hingga tubuh kekar itu mengunciku dan kurasakan sebuah bibir yang mencium ku dengan paksa. Aku terus berontak, tapi sepertinya tenagaku kalah jauh dengan seseorang itu.

Hanya satu yang ku pikirkan kala itu, yaitu Candra telah menjebak ku. Aku meyakini bahwa seseorang itu adalah Candra. Aku terus saja meneriakkan memanggil namanya. Namun dia tak menyahutiku.

Candra akhirnya berhasil mengambil kesucian ku. Bahkan semalaman dia tak melepaskan ku sama sekali. Aku yang tidak pernah merasakan hal yang belum pernah kurasakan pun lama-lama menjadi menikmatinya.

Setelah kejadian itu, Aku begitu membenci diriku. Aku sudah mengkhianati sahabatku, Dira. Dan kejadian itu ku jadikan rahasia dalam hidup ku. Aku tidak ingin lagi mengorek kejadian masa lampau itu. Maafkan Aku Dira.

***

Pagi itu, Aku terjaga dari tidurku kala merasakan tubuh ku seperti ada yang menarik narik. Bahkan telingaku berdenging kala mendengar suara yang memanggil namaku dengan begitu lantangnya. Aku berusaha keras untuk membuka mataku. Dan ternyata Dira yang telah membangunkan ku.

"Rissa, ayolah bangun. Aku mau minta maaf padamu karena kemarin tidak bisa menemanimu," rengek Dira.

Aku langsung terbangun. Sementara Dira langsung memelukku. "Rissa,kamu yang sabar ya. Maafkan Aku kemarin tidak ada untukmu."

Aku tersenyum dan membalas pelukan Dira. Aku sudah sangat merindukan sahabatku ini.

***

Terpopuler

Comments

Nur Evida

Nur Evida

yg sabar y Rissa

2022-11-23

0

Dear Cindy

Dear Cindy

apakah Rissa akan jatuh cinta pada suami kakak tirinya thor 🙄

2022-08-04

0

Uciha Naruto

Uciha Naruto

next

2022-08-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!