Healing ke pantai

Banyak sekali pria berpoligami dan mencintai dua wanita. Tapi itu tergantung dari si prianya sendiri. Kalau menurutku, Reza adalah pria yang hanya mencintai Rika seorang.

Wanita-wanita yang dekat dengannya hanya sebagai pelampiasan nafsunya saja. Semua itu terlihat jelas dari cara Reza bermesraan dengan Rika berbanding terbalik dengan para j.a.l.a.n.g itu.

Reza memperlakukan Rika dengan begitu lembut seolah-olah Rika adalah benda berharga yang mudah pecah. Sementara para j*lang itu, Reza begitu kasar dan tidak berperasaan.

Beberapa saat kemudian, Aku mendengar Rika dan Reza memasuki kamarnya. Mereka terdengar sedang mengobrol, terdengar begitu samar-samar dari kamar ini. Namun beberapa detik kemudian, suara obrolan itu berubah menjadi suara des.ah.an. Aku maklum saja, lusa kan Rika mau bekerja untuk waktu yang lama lagi. Dan pastinya sebelum ia kembali, Reza akan menggempurnya habis-habisan.

Aku pun mencoba untuk tidur malam itu dan mengabaikan suara mereka.

Pagi harinya, Aku bangun pagi sekali. Hari ini Aku akan pergi liburan bersama Dira. Aku segera mencuci muka ku dan mengeringkannya. Setelahnya Aku pergi keluar untuk membantu pekerjaan Rika dengan menyapu dan menyiapkan sarapan. Agaknya Rika belum bangun, jadi Aku mengerjakannya sendiri.

Pukul tujuh pagi semuanya sudah beres. Aku tinggal mandi dan menunggu Dira datang menjemput ku.

Di saat Aku selesai dan keluar dari kamar, Reza dan Rika sudah berada di meja makan. Aku pun berjalan menuju ruang makan.

"Pagi Mbak Rika, Mas Reza," sapaku dengan tersenyum.

Mbak Rika membalas senyum ku. "Pagi, Rissa. Kamu yang masak semua ini?" tanya Rika menatapku. Aku mengangguk tersenyum. Aku berharap Reza menyukai masakanku itu.

Kami pun mulai menyantap sarapan pagi. Di tengah sarapan, Rika kembali memuji masakanku dan bertanya kepada Reza tentang kelezatannya. Reza hanya mengatakan lumayan dengan wajah yang tanpa ekspresi.

Ternyata Aku sudah salah berharap. Sepertinya masakan yang paling enak menurut Reza adalah masakan Rika. Tentu saja, Rika istrinya. Sementara Aku hanya apa sih.

"Pagi semuanya." Suara lantang Dira membuatku kami menoleh ke arahnya, kecuali Reza.

"Pagi, Dira. Ayo sini ikut sarapan. Rissa yang memasaknya lho," ucap Rika.

"Oh ya? Wow, jadi nggak sabar mau sarapan nih, masakan Rissa selalu nagih," ucap Dira yang langsung duduk di samping ku. Dia dengan cepatnya mengambil makanan yang dia inginkan dan langsung memakannya.

"Dih, kamu itu Dir, bukanya masakan kamu sendiri lebih enak daripada masakanku?"

"Masakan kamu yang paling enak, Rissa. Aku kan bekerja di sana sebagai kepala restoran saja. Mana bisa Aku memasak," jawab Dira. Aku hanya menggeleng saja.

Setelah kami menyelesaikan sarapan pagi ini, Aku dan Dira berpamitan kepada Rika untuk berangkat berlibur ke pantai.

Kami berangkat menggunakan mobil yang Dira pinjam dari temannya. Bersamaan dengan Aku dan Dira berangkat, Reza juga mulai berangkat ke tempat kerjanya. Sejak kedatangan Dira, Reza sama sekali tak mengeluarkan suaranya. Dira juga sepertinya enggan untuk sekedar menyapa Reza.

Entah apa yang membuat Dira begitu membenci Reza. Yang pasti, Dira selalu mengatakan jika harusnya Rika menikah dengan pria kaya, bukan pria yang seperti Reza.

Dimata ku Reza pria yang begitu sempurna. Apalagi melihat tubuh kekar dan tampan wajahnya, sungguh membuatku begitu meleleh. Mengenai kaya dan tidak kaya, itu bukan masalah. Karena harta masih bisa di cari.

"BESTie, kenapa melamun woi, kita mau healing loh ini." Suara Dira memecah lamunan ku.

"Aku hanya memikirkan tentang kehidupan ku yang akan datang, Dira," kilahku. Mana mungkin Aku menceritakan bahwa Aku sedang memikirkan Reza saat ini. Apalagi kalau Aku menceritakan tentang Aku yang akan menjadi istri kedua Reza. Sudah ku pastikan Dira akan menentang keras. Jadi ku putuskan untuk bungkam saja.

"Sudah, jangan di pikirkan lagi. Sekarang lupakan dulu, karena kita akan bersenang-senang." Dira menepuk pundak ku. Aku menatapnya tersenyum dan mengangguk. Sahabat ku ini memang selalu ceria orangnya.

"Ke pantai kita...!" teriaknya.

Begitu mendengar nama pantai, mataku langsung berbinar. Sudah lama Aku tidak bermain-main di hamparan pasir , dengan cahaya matahari berbaur dengan ombak yang menyentuh kaki. Pasti sangatlah asyik.

Kami pun langsung berangkat menuju pantai. Tapi kita tidak jadi ke Bali karena sepertinya akan memakan waktu lama. Karena besok Rika sudah harus kembali bekerja, jadi kami memutuskan untuk pergi ke pantai di dekat-dekat saja.

Perjalanannya cukup memakan waktu 1 jam untuk mencapai pantai yang kami tuju.

Sepanjang perjalanan, Dira menyalakan music barat yang menjadi kesukaannya. Sesekali dia mengikuti lirik lagunya. Dira terlihat begitu girang sekali saat ini.

"Kok kelihatannya kamu seneng banget, ada apa sih, Dir?" tanya ku penasaran.

"Seneng lah, soalnya nanti ada do'i di pantai," jawab Dira dengan riangnya membuat ku mengerutkan kening.

Aku langsung terpikir seseorang, mungkinkah?

"M-maksudmu Candra?" Aku berkata pelan. Dia mengangguk.

Aku menghela nafas panjang. Aku sangat menghindari bertemu dengan pria itu. Ada pengalaman tak terlupakan bersama dengan pria itu. Pengalaman yang belum ku ceritakan kepada sahabat ku ini. Dan tidak akan pernah mungkin ku ceritakan kepada Dira.

'Maafkan Aku, Dira. Aku tidak terbuka kepada mu dalam segala hal. Padahal kita sudah berteman sejak kecil. Aku terpaksa seperti ini karena tidak ingin persahabatan yang sudah terjalin lama hancur.

"Rissa, kenapa kamu segitunya menatapku?"

Aku tersentak ketika Dira menegurku.

"Eh, tidak apa-apa kok. Aku hanya tertarik dengan kalung yang kamu pakai, baru yah?" Aku berusaha mengalihkan pembicaraan.

Dira tampak mengerutkan keningnya. "Loh, kamu ini aneh banget. Ini kan kalung yang kamu pilihan untuk ku pas kita belanja beberapa bulan lalu."

"Ah, masa iya sih," Aku tercekat. Tak ingin ketahuan, Aku pura-pura memperhatikan kalung tersebut lebih dekat. "Ah, iya. Kirain baru. Habisnya tadi kelihatan beda." Aku menyengir. Sementara dirinya memutar bola matanya jengah menatap ku.

"Aku lapar banget nih Ris, kita mampir makan dulu ya. Udah siang juga," ajak Dira. Aku mengangguk saja.

Dira memberhentikan mobilnya di rumah makan di dekat pesisir pantai. Namun belum sampai ke pantai yang kami tuju.

Kami duduk setelah Dira memesan beberapa menu untuk makan siang. Sementara kami langsung duduk di dekat jendela yang mengarah pada pantai.

"Rissa, kamu baik-baik saja kan tinggal di rumah Mbak Rika? Reza tidak menyakitimu kan?"

"Tentu saja tidak lah Dir, mana mungkin Reza menyakiti ku. Kamu jangan khawatir," ucap ku. Dira nampak manggut-manggut saja.

'Sebenarnya dia sangat mengganggu ku, Dira. Setiap malam dia selalu membuat ku susah untuk tidur. Tubuhku selalu panas hanya dengan membayangkan dirinya. Hari-hari ku menjadi gelisah, sampai mimpi pun dia terus mengusikku. Andai kau tahu Dir, jika Aku begitu terobsesi dengan Reza. Betapa Aku ingin tidur dengan pria yang menjadi suami Mbak Rika. Aku ingin di cintai olehnya. Tapi kurasa itu hanyalah angan ku saja.'

Kata-kata ini begitu tertahan. Aku benar-benar bingung mau mengungkapkan perasaanku ini kepada siapa. Rasa cintaku kepada Reza, mungkin hanya Aku dan Tuhan saja yang akan mengetahuinya.

Terpopuler

Comments

Vita Zhao

Vita Zhao

rissa kenapa harus jadi wanita lemah sih, gak ada tegas2nya sama sekali.
manut terus dengan kata2 Rika dan juga dira😏.

aduh gimana nanti ya kalau rissa bertemu dg Chandra🤔

2022-08-09

1

Widi

Widi

Menurut ku rissa mending pindah rumah aja, terus batalin nikah sama reza, dari pada makan hati, walaupun rika setuju untuk berbagi suami tapi seorang wanita kebanyakan hayang ingin suami nya untuk dirinya seorang

2022-08-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!