Edgar dan Aeri sudah masuk ke dalam Mall. Mereka menuju ke sebuah toko butik yang terkenal mewah dan mahal.
Orang yang sedang berjaga di pintu masuk toko butik itu melihat Edgar ingin masuk, ia segera membukanya. Edgar masuk dengan tatapan yang lurus tanpa menoleh. Sementara Aeri, ia memberikan senyuman kepada penjaga itu.
Pegawai butik yang melihat kedatangan Edgar langsung berjalan ke arahnya. “Selamat datang Tuan, ada yang bisa kami bantu?” tersenyum ramah kepada mereka berdua.
Edgar menatap Aeri lalu menatap pegawai butik. “Pilihkan pakaian, sendal, sepatu dan tas yang terbaru dari toko ini untuk istri saya.” Perintahnya kepada sang pegawai toko.
Aeri sejenak menatap Edgar. "Istri?" Batinnya. "Apa dia sudah menganggap ku sebagai istrinya?" tersenyum sambil menunduk. "Waktu bertemu Al juga tadi dia bilang suami……"
Aeri mendongakkan kepalanya lalu menatap Edgar. “Apa kau membelikan ku semua itu?” tanyanya.
“Kalau kau tidak mau, ya sudah kita…..”
Aeri memegang lengan Edgar. "Ah tidak tidak." Nyengir. "Ayo mbak.” Ajak Aeri kepada pegawai butik sambil tersenyum.
“Mari Nona, saya akan pilihkan untuk anda.” Pegawai butik berjalan duluan ke dalam diikuti Aeri.
Edgar hanya bisa menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah Aeri. Ia pun memilih tempat untuk duduk lalu mengambil ponselnya.
Kini pegawai butik mulai memilihkan beberapa dress, baju, celana, rok, sendal, sepatu dan juga tas yang terbaru untuk Aeri.
“Silahkan di coba dulu Nona.” Ucap pegawai butik sambil menyerahkan beberapa dress, baju, celana dan juga rok yang terbaru kepada Aeri.
Aeri meraihnya sambil tersenyum. “Baik.” Pergi ke suatu ruangan dan mencobanya.
Beberapa saat kemudian mereka sudah selesai dan pegawai butik juga sudah memasukkan semuanya ke dalam paper bag.
Pegawai butik berjalan ke arah tempat duduk Edgar sambil membawa beberapa paper bag. “Permisi Tuan, ini semua sudah saya pilihkan untuk istri anda.” Meletakkan semua paper bag itu di atas meja.
Edgar menyerahkan black card miliknya kepada pegawai butik itu sambil menunggu pembayaran selesai, Edgar kembali memainkan ponselnya. Hingga pegawai butik kembali dan menyerahkan black card nya.
“Terimakasih.” Edgar menatap paper bag yang ada di depannya. “Antar semua ini ke rumah saya.” Perintahnya sambil menyerahkan alamat rumahnya kepada pegawai toko.
“Baik Tuan, secepatnya akan kami antar.”
Edgar meraih tangan Aeri dan menggenggamnya lalu berjalan keluar butik.
“Kenapa tidak langsung di bawa saja?” tanya Aeri.
Edgar menoleh. “Apa kau mampu membawa semua itu?”
Aeri menggelengkan kepalanya. “Haha tentu saja tidak.” Tersenyum. “Kita mau kemana?”
“Tidak usah banyak tanya, ikuti saja.”
Mereka pun berjalan menuju sebuah restoran dengan tangan yang saling menggenggam satu sama lain. Edgar membawa ke sebuah restoran yang sering ia kunjungi ketika berada di Mall itu.
Mereka tiba di sebuah restoran mewah yang ada di sana. Saat Edgar dan Aeri masuk, Manager restoran yang melihat kedatangan Edgar langsung mendekatinya. “Selamat datang Tuan Edgar, mari ikuti saya.” Edgar hanya mengangguk.
Manager restoran membawa mereka ke ruang VIP. Sesampai di ruangan VIP, ada 2 orang pelayan yang sudah berada disana menarik kursi untuk mereka. Saat ini posisi duduk mereka saling berhadapan.
“Saya pesan semua menu terbaru yang ada di restoran ini.” Perintah Edgar kepada pelayan yang sedang berdiri di sampingnya.
Pelayan itu menunduk hormat. “Baik Tuan.” Beranjak pergi.
“Saya permisi dulu.” Manager Restoran berjalan keluar.
Edgar menatap ke beberapa pelayan yang masih berdiri disana dan memberi kode untuk meninggalkan mereka berdua di ruangan itu.
Aeri duduk dengan wajah tanpa ekspresi sama sekali, seperti orang yang tidak mempunyai semangat hidup. Walau dia di bawa Edgar ke restoran mewah, tetap saja tidak merubah apapun. Baginya dimana pun dia berada sekalipun di tempat mewah jika bersama orang yang selalu menyakitinya tetap saja tidak ada kebahagiaan.
Edgar menatap Aeri dan melihat raut wajahnya yang sama sekali tidak ada tanda kehidupan walau tadi sudah shopping. “Kenapa wajahmu seperti itu?” memecahkan keheningan. “Apa yang sedang kau pikirkan?”
Aeri tersadar dari lamunannya. “Hah? Tidak ada.” Jawabnya cuek.
“Apa kau tidak suka dengan tempat ini?” tanya Edgar. “Jika tidak suka kita pulang saja.”
Aeri menggelengkan kepalanya. “Kata siapa aku tidak suka? Bahkan aku sangat menyukai tempat ini.”
“Lalu kenapa kau daritadi diam saja? Apa kau bisu? Apa kau tidak mempunyai mulut untuk berbicara?” Edgar mulai kesal.
“Aku merasa sedikit pusing saja.” Aeri berbohong, karena memang ia merasa tidak bahagia saja.
Yang awalnya Edgar duduk di depan Aeri, kini ia memindahkan tempatnya menjadi duduk di samping Aeri. “Kenapa kau berpindah tempat?” tanya Aeri bingung.
Edgar meletakkan tangan kanan di kening Aeri. “Jangan membohongi ku, aku tidak menyukainya.”
"Hah?" Aeri melebarkan matanya dengan wajah bingung karena tidak mengerti maksud Edgar.
"Bukankah tadi kau bilang pusing?"
"Aku hanya pusing, bukan berarti suhu tubuhku panas.”
Edgar langsung menurunkan tangannya sambil berdehem, Aeri tersenyum melihat tingkah Edgar.
“Apa kau mengkhawatirkan ku?” tanya Aeri.
Edgar menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Aku tidak mengkhawatirkan mu.”
“Kalau tidak mengkhawatirkan ku, kenapa kau tadi bersikap seperti itu?” Aeri sengaja mengatakan seperti itu, karena ia ingin melihat reaksi Edgar.
“Itu hanya…..” Ucap Edgar terpotong.
Para waiters sudah mulai berdatangan membawa pesanan Edgar dan meletakkan di atas meja hingga penuh, setelah semuanya sudah selesai waiters pun pergi meninggalkan ruangan itu.
Aeri menatap semua makanan yang ada di atas meja sambil menelan ludahnya. "Kenapa dia memesan makanan sebanyak ini?" bergumam dalam hati sesekali menatap Edgar.
“Jangan di lihat saja, makanlah!” titah Edgar sambil meletakkan beberapa lauk dan berbagai macam sayuran ke piring Aeri sehingga penuh.
“Ini terlalu banyak, aku tidak bisa menghabiskannya.” Sahut Aeri saat Edgar ingin menambahkan lagi sayur di piringnya.
“Habiskan! Lihatlah tubuh mu semakin hari semakin kurus.” Ucap Edgar sambil mengamati tubuh Aeri.
"Apa dia memperhatikan badanku?" Batin Aeri. "Sepertinya dia memang aneh, di depanku dia bersikap kasar, tapi di belakang ku dia memperhatikan ku."
Aeri mulai memakannya hingga nasi yang ada di piringnya sudah setengah. Edgar yang sedang makan sambil memperhatikan Aeri tanpa sadar bibirnya dihiasi dengan senyuman.
Edgar mengambil Steak lalu meletakkan di piring kosong dan memotongnya menjadi beberapa bagian. “Makan yang ini.” Meletakkan piring itu di depannya.
Aeri menatap piring yang berisi Steak. “Sungguh aku sudah sangat kenyang.”
“Makanlah!!” tegas Edgar.
“Baiklah, terimakasih.” Aeri mulai mengambil steak lalu memakannya.
"Sepertinya laki-laki ini mempunyai kepribadian yang aneh, sekarang lembut sebentar lagi juga kasar." Aeri menatap Edgar yang sedang menikmati makanannya.
Edgar sadar bahwa Aeri sedang menatapnya. “Kenapa menatap ku seperti itu?”
“Ah tidak ada.” Aeri tersenyum. “Apa kau ingin mencoba makananku?” menawarkan makanan yang belum Edgar makan.
Edgar hanya menatapnya tidak memberi jawaban apapun.
Aeri mulai menyodorkan sendok yang berisi makanan ke mulut Edgar sambil tersenyum.
Edgar menatap heran. “Tidak, kau saja yang makan.”
“Tidak usah ragu-ragu seperti itu.” Goda Aeri.
Edgar pun membuka mulutnya lalu menguyah.
“Enak?” tanya Aeri.
Edgar mengangguk sambil mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya.
“Apa kau mau lagi?” Aeri menawarkan lagi. Tetapi Edgar menolaknya.
Mereka melanjutkan makan hingga selesai.
...- First time saya membuat cerita seperti ini, maaf jika dalam penulisan banyak kekurangan...
...- Jika suka dengan ceritanya, jangan lupa dukung terus karya ini dengan cara like, vote, gift dan favorit. Terimakasih...
...Bersambung ............
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Chakira Silaban ❤️❤️❤️
bisa kena mental airi dkat dengan Edgar
2022-09-20
2