Kini mobil Edgar sudah menyusuri jalanan kota. Di tengah perjalanan tiba-tiba ponselnya bergetar.
Drett.... Drettt.... Drettt......
Edgar mengambil ponsel dari dalam sakunya dan langsung menyambungkan ke audio connectivity mobil.
"Ini aku Bara!" ucapnya di sebrang telpon.
"Ada apa?" tanya Edgar.
"Kau dimana? Apa kau sedang di jalan?" tanya Bara asal menebak.
"Ya di jalan! Kenapa?" Edgar fokus menyetir sambil melihat ke kaca spion sampingnya.
"Kemana? Apa kau mau pergi ke markas?" tanya Bara lagi.
"Tidak... Aku mau pergi ke coffe shop."
"Aku ikut, jemput aku dan Ernest di markas." Perintahnya dengan santai di sebrang telpon sana.
"Berani-beraninya menyuruhku untuk menjemput kalian." Ucap Edgar dengan nada sedikit tinggi.
Bara terkekeh mendengar ucapan Edgar. "Tidak, bukan begitu. Mobil yang ada di markas...." Jelasnya terpotong.
"Aku segera kesana!" Edgar mematikan sambungan telpon, dan kembali meletakkan ponsel ke dalam sakunya.
Bara Terkekeh. "Dia itu sangat aneh. Walaupun dia kesal dan nada tinggi tapi tetap mau menjemput ke markas." Menggelengkan kepala.
Edgar mulai melajukan mobilnya, tiba-tiba ada seseorang yang lewat menyebrang jalan. Membuat Edgar langsung menginjak remnya dengan cepat.
Ciiiiittttt........
karena mobil Edgar terlalu kencang sehingga suara ban mobilnya terdengar, bahkan berbekas di tanah aspal. Membuat orang yang ada di depan mobilnya terkejut.
Edgar memukul stang mobil. "Sial." Ia melepaskan seat belt lalu pergi keluar.
Terlihat ada seorang wanita yang sedang terduduk di depan sana.
Edgar menutup pintunya dengan keras. Lalu mendekat ke arah wanita itu. "Apa kau buta?" teriaknya. "Bisa-bisanya kau nyeberang tanpa melihat kiri kanan, kalau ku tabrak mati kau!" sambungnya kesal.
"Jika kau tidak bisa menyeberang jalan tidak usah pergi kemana-mana!!!"
Wanita itu memberanikan diri untuk mendongakkan kepalanya menatap Edgar.
"Ma....maaf saya kira tadi tidak ada orang, dan saya juga tidak melihat ada mobil anda. Mungkin karena anda terlalu laju membawa mobilnya." Jawab Moon Ae-ri.
Wajah Edgar seketika berubah. Ia langsung menarik tangan wanita itu lalu membawa ke kursi belakang mobilnya dan menghempaskan badannya ke kursi itu.
"Aw." Aeri meringis kesakitan.
"Apa kau menyalahkan ku hah? Jelas-jelas yang nyeberang tidak menggunakan mata itu kau" maki Edgar sambil menuding kan jari telunjuk ke dahi Aeri.
"Maaf bukan itu maksud saya....." Menundukkan kepalanya karena takut dengan laki-laki yang ada di hadapannya.
"Apa kau mau mati?" Edgar menarik satu alisnya. "Biar ku bunuh sekarang juga." Teriaknya.
Aeri menggelengkan kepalanya. "Tidak."
Edgar menarik bagian belakang kepala Aeri. "Aku lihat...." Ucapnya, empat mata itu pun bertemu. "Kedua bola mata mu masih utuh ya?" menyeringai. "Apa aku perlu menghilangkan kedua bola mata itu sekarang juga?" mengencangkan tarikannya.
"Asal kau tahu, aku tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menghilangkan dua bola matamu itu." Ucap Edgar membuat Aeri merinding mendengarnya.
Aeri memegang tangan Edgar. Ia berusaha melepaskan tarikan Edgar, tidak terasa air matanya turun. Karena menahan sakit akibat tarikan yang sangat keras.
"Sepertinya kedua matamu itu sudah tidak berguna lagi." Edgar menatap tajam ke arah Aeri. "Kau seperti orang yang buta padahal mempunyai sepasang bola mata."
"Maaf saya salah...... Jangan lakukan apapun." Teriak Aeri sambil menggelengkan kepalanya.
Edgar melepaskan tarikannya lalu mencekik leher Aeri. "Jangan karena kamu seorang wanita lalu aku akan kasihan kepada mu!! Jangan mengharapkan itu."
Kedua tangan Aeri berusaha melepaskan tangan Edgar yang sedang mencekik lehernya.
"Aku peringatkan padamu, dengar baik-baik!!! Jangan pernah muncul lagi di hadapan ku, jika kau masih ingin hidup dengan tenang." Perintah Edgar lalu melepaskan tangannya dari leher Aeri.
Uhuk... Uhuk.... Uhuk......
Aeri terbatuk-batuk sambil memegang lehernya yang sudah memerah.
Edgar mendekatkan wajahnya "Kau tidak tuli kan? Ingat itu!" menarik paksa tangan Aeri dan mendorong tubuhnya keluar dari mobil, sehingga badan Aeri terpental di atas aspal jalanan.
Aeri menundukkan kepalanya sambil menangis. "Kenapa takdir hidupku begitu buruk?" Batinnya.
Menatap Edgar yang mulai berjalan menuju kursi kemudi. "Baru kali ini aku bertemu dengan seorang laki-laki yang seperti itu." Gumamnya sambil merapikan rambut.
**
"Pagi-pagi aku sudah sial!!" kesal Edgar, ia beranjak pergi meninggalkan Aeri sendirian.
melangkahkan kakinya ke arah kursi kemudi, dan masuk ke dalam.
Edgar pun memasang seat belt. dan menatap tajam ke arah wanita yang ada di depan mobilnya. "Wanita itu....." Gumamnya dengan tatapan tajam.
Edgar menginjak gas dan melajukan kembali mobilnya dengan suasana hati yang sangat buruk.
Sepanjang perjalanan Edgar ngedumel. Tidak terasa mobilnya sudah memasuki kawasan markas terlihat ada pos keamanan yang selalu berjaga. Edgar segera memasuki halaman markas dan memarkirkan mobilnya.
Markas HEREWOLF terletak di tengah hutan, tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam kawasan markas itu. Karena banyaknya petugas keamanan dan juga beberapa beberapa bawahan yang di perintahkan nya untuk menjaga markas HEREWOLF , karena Edgar memiliki banyak musuh dan musuhnya itu ada dimana-mana. Kapanpun mereka bisa menyerang HEREWOLF.
Jarak dari rumah Edgar ke markasnya tidak terlalu jauh.
Markas yang sangat besar dan juga mewah. Hampir semua isi yang ada di dalamnya itu berwarna hitam pekat. Dengan halaman yang sangat luas, bermacam mobil sport terparkir di tempat khusus, kolam renang yang luas, ruangan untuk olahraga,dan ruangan billiar.
Tetapi Edgar jarang tidur di markas itu, ia tetap tidur di rumah utamanya. Yang tidur di markas adalah Bara dan Ernest, mereka dulunya sahabat Edgar di masa SMA.
Edgar keluar dari dalam mobil dan membanting pintunya dengan kasar.
"Hari ini adalah hari yang sangat buruk bagiku." Gumam Edgar sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam markas.
**
Di sisi lain.....
Saat ini Aeri masih terdiam duduk di pinggir jalan karena benar-benar ketakutan gara-gara ucapan Edgar tadi.
Aeri seperti orang yang sedang linglung, tidak percaya dengan kejadian yang baru saja dia alami.
"Apa laki-laki tadi gila? Bisa-bisanya memperlakukan wanita seperti itu." Gumamnya, dengan kepala yang menunduk.
Aeri mengelus lengan kirinya. "Semoga aku tidak bertemu dengan laki-laki itu lagi." Ucapnya. "Yang ada nanti aku yang menjadi gila."
Ketika Aeri sedang asik melamun, tiba-tiba ada seseorang menepuk bahunya dari arah samping.
"Hey.... Apa yang sedang kau lakukan disini?" tanya orang itu.
Aeri tersadar dari lamunannya lalu menoleh ke arah sumber suara. "Hah? Tidak ada kok." Tersenyum. "Tadi kaki ku keseleo." Ucapnya berbohong sambil menyentuh kaki kirinya, agar Al tidak curiga kepadanya.
Al menyentuh kaki bagian kiri. "Yang mana sakit? Di sini?" tanyanya sambil meraba-raba kakinya dengan cara menekan.
"Tidak usah, aku sudah mendingan kok." Aeri melepaskan tangan Al dari kakinya.
Al menatap Aeri, ia merasa tidak enak atas sikapnya tadi. "Maaf aku tidak bermaksud apa-apa...."
"Aku hanya....." Sambung Al terpotong.
Aeri terkekeh. "Tidak apa-apa kok." Tersenyum. "Terimakasih ya."
"Baguslah kalau memang sudah tidak apa-apa." Ucap Al. "Ayo kita berangkat kerja, nanti telat."
"Kenapa kamu jam segini baru berangkat kerja? Biasanya juga lebih awal datangnya." Tanyanya heran, Al selalu datang lebih awal ke tempat kerja.
"Hahaha iya tadi itu aku mengerjakan sesuatu terlebih dulu, makanya sedikit terlambat." Jelas Al, ia beranjak sambil mengulurkan tangan kanannya ke Aeri.
Aeri terdiam dan menatap tangan Al yang ada di hadapannya. Tanpa banyak bicara, Al menurunkan sedikit badannya sehingga wajah mereka berdua sangat dekat, membuat Aeri menelan ludahnya.
"Wajahnya sangat dekat." Batin Aeri dengan mata yang tidak berkedip.
Al meraih tangan Aeri dan menggenggamnya sambil tersenyum. "Ayo." Ajaknya. Empat mata itu bertemu dan bertahan beberapa detik.
"A...Ayo" ucap Aeri tergagap, ia pun berdiri.
Mereka berdua melangkahkan kaki menuju tempat kerja.
Aeri adalah seorang anak yatim piatu, bekerja di sebuah coffe shop yang terkenal banyak pengunjung nya. Dan Al adalah teman kerjanya di coffe shop itu.
Aeri dan Al sudah berada di tempat kerja dengan wajah Aeri yang masih linglung.
Al menepuk bahu Aeri. "Apa kamu baik-baik saja?" Tanyanya. "Aku perhatikan daritadi kamu seperti orang yang sedang ada masalah."
Aeri tersadar. "Hah? Tidak ada."
Al menatap Aeri dengan teliti. "Kamu sakit ya? Wajah kamu terlihat pucat."
Aeri menyentuh wajahnya dengan kedua tangan. "Tidak, aku tidak sakit."
"Tapi...." Ucap Al terpotong.
"Aku pergi ke dapur dulu ya." Aeri tersenyum lalu beranjak pergi meninggalkan Al.
Al menatap kepergian Aeri sambil geleng-geleng. "Apa dia membohongi ku? Padahal terlihat jelas wajahnya pucat." Gumamnya. "Kenapa dia tidak mengambil cuti saja untuk hari ini?"
Aeri memasukkan tas nya ke dalam lemari khusus. "Aku sangat takut jika bertemu dengan laki-laki itu lagi." Batinnya.
"Aeri." Panggil seseorang. Membuat Aeri tersadar dari lamunannya.
"Apa kau baru datang?" tanya temannya.
"Iya nih." Jawab Aeri tersenyum. "Aku kesana dulu ya." Sambungnya, lalu berjalan ke arah pembuatan minuman.
"Ada apa dengan hari ini? Kenapa aku begitu sial." Batin Aeri.
...- First time saya membuat cerita seperti ini, maaf jika dalam penulisan banyak kekurangan...
...- Jika suka dengan ceritanya, jangan lupa dukung terus karya ini dengan cara like, vote, gift dan favorit. Terimakasih...
...Bersambung.............
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Wulandhary
semangat terus thor
2022-09-08
3