Hari keempat..
Sudah 4 hari semenjak Arra tidak melihat Shendy. Sudah 4 hari juga Arra lebih memilih untuk menyendiri. Tak mau diganggu, tak mau di ajak main juga tak mau di ajak bicara. Bahkan saat ke-4 temannya mengajak ngobrol pun Arra hanya diam dan menjawab hanya jika dia mau. Itu pun hanya dengan Hmm, iyh, dan tidak saja. Benar-benar seperti bukan Arra.
Seperti yang teman-temannya bilang Arra tanpa Shendy adalah kekosongan yang menyeramkan. Arra tanpa Shendy bagai pulpen tanpa tinta. Tak berarti. Kosong. Dan tak bermakna. Menyedihkan!
Seperti saat ini, perpustakaan yang harusnya menjadi tempat membaca buku berjuta ilmu, kini telah berganti menjadi tempat untuk melamun bagi seorang Misya Ratna Farradibha.
Duduk sendirian, menatap keluar jendela, dengan satu tangan yang menopang dagu dan satu tangan yang lain membuka lembar demi lembar kertas dalam buku yang ada di depannya tanpa mau susah-susah membaca buku itu.
Gerakan tangan Arra terhenti, bukan karena Arra lelah. Tapi karena ada sebuah tangan yang menahan tangannya untuk bergerak. Arra menatap tangan seseorang itu sebentar sebelum kemudia menarik tangannya dan mendorong buku itu kehadapan orang yang Arra sudah tau siapa itu.
“Ra.” Arra menatap sewot.
“Oke, Sya!”
“ Lo kenapa?” Arra diam. Mengalihkan pandangan kearah yang lain. Enggan untuk menatap seseorang yang duduk disampingnya itu.
“Sya.” Arra menepis tangan cowok itu dari tangannya tak lupa memberikan tatapan tajam penuh permusuhan pada orang yang selalu berusaha dia jauhi.
“Lo kenapa sih Sya. Pas gwe deketin lo ngejauh, pas gwe panggil lo dengan panggilan Arra lo sewot. Dan pas gwe megang tangan lo, lo marah. Sedangkan pas Shendy ngelakuin semua itu bahkan lebih, lo biasa-biasa aja? Lo kenapa sih sama gwe?”Cowok itu mulai mengeluarkan keluhannya, membuat Arra memutar matanya jengah.
“Lo tanya kenapa?” Cowok itu mengangguk.
“Karena gwe benci dan jijik sama Lo... Reno Mandiar!!” Reno terdiam.
“Lo benci sama gwe, cuma kerena waktu itu? Heh lucu lo. Lo sadar gak sih bahkan Shendy ngelakuin yang lebih dari pada yang gwe lakuin? Dan lo enggak benci Shendy sedikitpun tuh?!” Reno tak terima atas ucapan Arra.
“Hah...Haha!... “ Arra tertawa serkastik.
“Lo nyamain diri lo sama Shendy yang jelas beda dan gak pernah sama! Mikir! Inget apa yang lo mau lakuin sama gwe waktu itu?!” Arra berkata setengah membentak, dia masih tau posisinya dimana. Reno mengalihkan pandangan sejenak sebelum menatap kembali pada Arra yang duduk di samping kanannya.
“ Jangan pernah nyamain lo sama Shendy yang jelas beda!” Potong Arra cepat sebelum Reno mengucapakan kata-katanya.
“And now! Stay fucking away from me! Reno Mandiar!” Arra berseru dengan nada rendah namun serat akan peringatan. Lalu pergi meninggalkan Reno yang masih terdiam ditempat.
“Ahhhkhhhh!!!” Reno berseru lantang mengacak rambutnya frustasi, tanpa memperdulikan tatapan disekitarnya.
“Apa?!” Reno kembali berteriak pada beberapa orang yang menatapnya karena tadi berteriak dengan keras didalam perpustakaan.
Cowok itu kembali mengacak rambutnya, bahkan menarik rambutnya kesal, sebelum pergi dengan kesal dan menabrak beberapa kursi membuat semua mata yang ada di perpustakan hanya bisa menggelengkan kepala tak mengerti sambil berseru dalam hati.
Dasar cowok gila!
-*-
Hari kelima..
Arra bersiap. Karena hari ini hari minggu, Arra memutuskan untuk jalan-jalan ke taman. Taman dimana Arra gagal untuk menang dari tantangan Shendy, yang membuat Arra harus rela berjalan kaki dari parkiran menuju kelas selama satu minggu waktu itu. Walaupun lebih tepatnya hanya satu hari, itu pun karena kebaikan Shendy yang tidak tega melihat Arra kecapeaan.
Arra mendudukan dirinya di bangku taman tempat yang sama seperti waktu Arra datang dengan Shendy waktu itu.
Arra hanyut dalam lamunanya. Sekarang Arra tau bersama Shendy yang menguras waktu itu ternyata sebenar candu yang melekat dalam kalbu. Tanpa terasa air mata menetes begitu saja dari mata Arra.
Arra kangen Shendy.
“Nih “ Sebuah sapu tangan terulur tepat di samping wajah Arra.
Arra mendongak keatas untuk menatap siapa orang yang telah mengulurkan sapu tangan kepadanya itu. Arra sedikit mendengus saat menatap siapa yang mengulurkan sapu tangan kearahnya.
Ya Tuhan kenapa harus dia lagi? Apa sesempit itu dunia?
“Gak butuh.” Arra berkata sekaptis.
Sergio mengedikan bahunya acuh, memasukan kembali sapu tangannya kesaku hoddie sebelum mendudukan dirinya disamping Arra, Arra sempat mendelik tidak terima namun Sergio tak perduli. Arra kembali cuek, membuka tasnya dan mencari tissue yang biasa dia bawa.
Arra lupa membawa tissue... Ahh mengesalkan!
Dengan sedikit kesal Arra menghapus air matanya kasar menggunakan punggung tangannya. Tanpa di duga, Sergio dengan cepat menarik kedua tangan Arra yang sedang cewek itu gunakan untuk mengusap air matanya dengan satu tangan, dan satu tangan Sergio yang bebas mengambil sapu tangan yang sempat dia ulurkan kepada Arra dari saku hoddienya, dan mengusap air mata cewek di sampingnya itu dengan lembut. Pandangan Arra terkunci pada wajah Sergio yang hanya berjarak beberapa jengkal dari wajahnya.
Ganteng... tapi masih gantengan Shendy!
Arra mengerjap, mendorong dada Sergio agar cowok itu menjauh.
“Apaan sih lo?!” Arra berkata sewot.
“Sorry.” Sergio merasa tidak enak. Namun diam-diam tersenyum bahagia, karena melihat Arra yang sedikit merona.
Arra hanya berdehem sebagai jawaban. Kemudia kembali diam dan melajutkan sesi melamunnya.
“Kalo lo butuh sandaran. Bahu gwe kosong buat lo.” Arra diam tak mau perduli pada apa yang diucapkan cowok disampingnya itu. Tidak penting!
-*-
Hari ke-enam..
Malam yang dingin tidak membuat seorang Misya Ratna Farradibha menggigil dan masuk kedalam selimut yang mungkin nampak menggoda jika dilihat dari sudut pandang orang lain. Arra terdiam, menatap bintang yang berkelip indah dari balkon dengan gitar milik Shendy yang cowok itu tinggalkan dikamarnya.
Gitar yang semula berada disamping Arra kini sudah berada dalam genggaman tangan cewek itu. Senar gitar perlahan dia petik, mencipta sebuah nada yang terdengar sendu penuh rindu. Arra menghembuskan nafasnya sebelum menyanyikan lagu dari seorang penyanyi yang amat pas dengan suasana hatinya sekarang.
“Ku berandai...
Kau disini....
Mengobati rindu ruai....” Arra mulai bernyanyi dengan tangan yang tak berhenti memetik senar gitar mencipta nada dari lagu itu.
“Dalam sunyi....
Ku sendiri meratapi....
Perasaan yang tak jua didengar....
Tak berdaya... diri bila diantara....
Walau itu hanya bayang-bayangmu....” Arra mengambil jeda.
“Senyumanmu....
Yang indah bagaikan candu ingin trus kulihat walau dari jauh....
Sekarang aku pun sadari semua hanya mimpiku yang berhayal akan bisa bersamamu....”
Jrengg..
Arra mengakhiri nyanyiannya. Mendekap gitar milik Shendy erat seolah gitar itu adalah sang pemiliknya.
Dilain tempat namun diwaktu yang bersamaan. Seorang cowok terduduk di teras rumah dengan bangunan yang sudah tua, namun masih berbalut kata indah sambil memandang bintang dengan gitar yang baru saja dia mainkan dengan lagu Halu yang cowok itu nyanyikan.
“Shendy kangen Arra..”
“Arra kangen Shendy..”
Ucap keduanya berbarengan walau ditempat yang berbeda.
-*-
Jam sudah menujukan pukul 9 namun gadis dengan baju tidur warna merah itu masih bergulung dengan selimut, enggan untuk bangun walau saharusnya dia sudah berada di kelas mendengarkan Para Guru yang menjelaskan materi atau tidak, karena hari ini jadwal untuk pengangkatan Osis baru yang akan menggantikannya dan Anggota Osis lain juga Shendy.
Dia Arra yang masih enggan untuk beranjak dari kasurnya walau selangkah. Rasanya malas sekali, bahkan untuk turun menikmati masakan Sang Mama yang aromanya sangat lezaatt kelewat batass itu. Arra tak nafsu makan, tak mau ke sekolah, dan tak mau keluar kamar. Arra sedih, Arra kosong, Arra bingung, Arra gak ngerti.
Ahh Arra rasanya pengen mati aja!!!
Tok tok tok...
Terdengar pintu kamar Arra yang diketuk. Arra hanya diam. Malas bahkan hanya untuk menyahut bahkan saat panggilan yang terdengar dari luar pintu kamarnya itu menggema sampai telinganya yang tertutup bantal.
“Sayang, ini Papah!” Suara Sunjaya terdengar sampai kegendang telinga Arra, namun sang pemilik gendang telinga enggan tuk menyahut, barang se-iya.
“Papah masuk yah?” Sunjaya membuka pintu kamar purti sematawayangnya dengan perlahan, menghampiri Sang Putri yang masih nyaman diatas kasur empuknya.
“Sayang, Kamu gak mau sarapan Nak?” Sunjaya mendudukan dirinya di samping Sang Putri.
“Males Pah.” Arra akhirnya menyahut walau dengan suara yang kecil. Hampir tak terdengar.
“Lohh, jangan gitu dong Arra. Arra harus makan, kalo gak makan nanti sakit. Arra mau sakit?” Arra menggeleng, diantara bantal yang membungkus kepalanya.
“Yah udah yuk makan dulu.” Arra mengangguk.
“Papah duluan aja, Arra mau cuci muka dulu.” Sunjaya tersenyum, mengangguk sebelum kemudian beranjak pergi setelah mengelus surai indah Sang Putri yang masih kusut itu.
Arra berjalan gontai menuju kamar mandi. Mencuci muka dan sikat gigi. Sebelum beranjak turun menuju meja makan.
“Ahh kesel, kenapa sih Arra kaya gini? Apa Arra kangen sama Shendy?” Arra menggeleng. Segera keluar dari kamar mandi untuk ikut sarapan dengan Papah Mamahnya. Dia harus makan dan melawan rasa tidak nafsu makannya. Arra gak mau sakit! Sakit itu repot, sakit itu ngeselin. Sakit itu nyebelin. Dan Arra gak suka itu!
-*-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments