15

Arra duduk dengan anteng di pinggir lapangan, ikut memantau kegiatan lomba dengan sesekali menegur para penonton agar tidak melewati batas yang diperuntukkan bagi kegiatan lomba. Dengan pohon mangga yang berdiri kokoh tak jauh dari tempatnya menghalau sinar mentari yang sangat terik untuk seorang Misya Ratna Farradibha.

Arra mendongakkan kepala saat seseorang mengulurkan sebotol air mineral kearahnya.

Reno.

Arra menepis pelan tangan Reno yang terulur dengan sebotol Air mineral yang terarahkan pada Arra.

“Ambil Ra, gwe tau lo haus kan?” Reno berkata lembut yang di balas dengan tatapan galak dari Arra.

“Jangan panggil gwe Arra. Lo gak pantes! Dan makasih, gwe gak mau nerima pemberian dari lo walau cuma air mineral!” Arra beranjak meninggalkan Reno yang hanya mengedik bahu acuh sebelum meminum air mineral yang niatnya untuk Arra tadi.

Arra kembali mendudukan diri di sudut lapangan, tepat di belakang salah satu penonton lomba. Arra tak merasa terganggu bahkan saat ada beberapa cewek seusianya yang mungkin berasal dari sekolah lain menggunjinginya, mengatakan kalau dirinya panitia yang malas. Arra tak perduli, memangnya mereka pikir jadi panitia lomba tidak cape apa? Apalagi dalam posisinya yang harus terus mengawasi penonton yang setiap saat terus saja melewati batas yang di tentukan. Lelah Arra tuh!

Cowok yang berdiri tepat di depan Arra menoleh, menatap Arra yang tertunduk dan menyembunyikan wajah di kedua lengan yang dilipat di atas lutut. Cowok itu tersenyum, ikut terduduk di samping Arra membuat mendongakakn wajahnya dan menoleh.

“Nih. Lo pasti haus kan?” Cowok itu menyodorkan air mineral yang dia peroleh dari tiket masuk untuk menonton lomba.

Arra terdiam sejenak, menimang apa harus mengambil atau menolaknya. Kalau dia mengambil dia takut Shendy marah. Tapi kalau tidak di ambil Arra haus, dan sangat ingin minum. Ahh, Arra lebih memilih opsi yang kedua. Dari pada dia dehidrasikan? Terus pingsan. Bikin Shendy khawatir terus ngerpotin Osis atau Panitia yang lain?Bahaya! Pluss Ribettt!

“Makasih.” Arra tersenyum ramah.

Mengambil air mineral yang cowok itu ulurkan padanya setelahnya meminum dengan rakus.

“Lo haus banget yah? Emang gak ada minuman buat panitia?” Cowok itu bertanya memecah hening.

Glekk...

“Enggak kok. Disediain, cuma belum bisa ninggalin tugas aja. Btw, makasih yah Gio.”

Sergio tersenyum ramah mengangguk sekilas, sebagai balasan sebelum merogoh saku hoddie hijaunya untuk mengangambil sesuatu.

“Sini gwe lap-in. Lo kepanasan, sampe berkeringet gini. Berat banget yah, jadi panitia?” Sergio mengulurkan tangannya mengusap kening Arra yang berkeringat menggunakan sapu tangan milik cowok itu.

Arra hanya diam. Bingung harus berbuat apa.

Tanpa mereka tau, disudut yang berlawanan dengan sudut mereka berada terdapat sepasang mata di tengah kerumunan orang-orang dan penampilan salah satu regu paskibra yang sedang berlangsung menatap mereka intens, lebih tepatnya menatap marah pada Sergio dan kesal pada Arra. Cowok pemilik mata tajam itu mengambil Hp yang terdapat di saku kanan celananya, mengotak-atik sebentar sebelum menempelkannya pada telinga kanan.

“Ga. Samperin Arra, suruh masuk ke ruangan gwe. Sekarang!” cowok itu memberi perintah, sebelum akhirnya mematikan sambungan telfon secara sepihak, tanpa menunggu jawaban dari orang yang ditelfonnya setelahnya cowok itu mulai beranjak dari tempatnya berdiri, menuju Ruangan yang menjadi miliknya sebagai Ketua Osis.

Naga menatap tak mengerti kearah Hp-nya, bukan karena Hp-nya rusak atau baru saja jatuh. Tapi karena panggilan yang baru saja dia terima dari seseorang yang memiliki mata tajam dan ucapan yang tidak bisa di bantahkan, siapa lagi memangnya kalau bukan Shendy Sambara. Teman dekatnya yang satu itu selalu saja merepotkannya, tapi anehnya dia tak pernah bisa membantah Shendy dan selalu saja menurut pada apa yang Shendy perintahkan. Seperti saat ini, Naga sudah berdiri tepat di belakang Arra yang tengah terduduk dengan cowok yang Naga ketahui sebegai Ketua Eskul Pramuka. Bukan untuk meminta Arra agar kembali menjalankan tugasnya sebagai Panitia. Tapi untuk meminta Arra agar menemui Shendy di dalam ruangan milik temannya itu, sesuai yang teman dekatnya tadi perintahkan padanya.

“Ra.” Arra menoleh, menatap Naga dengana tatapan tanya.

“Lo di suruh keruangan Ketos noh!”

“Ada apa?” Arra bertanya akan maksud dari ucapan Naga.

“Gak tau. Udah cepet kesana. Nanti keburu Ketos ngamuk lagi, kan berabe.” Arra mengangguk. Beranjak setelah pamit kepada Sergio yang masih duduk ditempatnya.

Arra berjalan tepat di belakang Naga, dengan perasaan yang heran kenapa dirinya dipanggil untuk menemui Shendy dalam ruangan khusus cowok itu. Naga memberhentikan langkahnya tepat didepan pintu ruangan Osis yang tertutup.

“Lo gak ikut masuk Ga?” Arra bertanya.

“Enggak. Gwe cuma diminta buat manggil lo. Lo sendiri yang harus masuk.”

“Ga, kok gwe takut yah?” Arra menyampaikan perasaannya, yang mulai gugup dan sedikit takut?

“Santai aja Ra. Shendy gak bakal ngamuk sama lo juga kan?” Arra mengangguk membenarkan. Benar juga sih!

“Udah sana masuk!” Arra mengangguk sekilas, sebelum akhirnya memasuki Ruangan Osis yang sepi itu.

Arra menghembuskan nafasnya pelan, entah kenapa dia merasa gugup. Ahh apa dia melakukan kesalahan? Karena biasanya, jika Arra melakukan kesalahan maka dia akan merasa gugup dan ketakutan. Tapi bukannya Arra tidak melakukan apapun yang dianggap salah. Lalu kenapa dia merasa gugup? Ahh Arra tidak akan tau kalau tidak masuk dan menemui Shendy kan? Arra membuka pintu ruangan Shendy dengan pelan. Menyembulkan kepalanya dan menatap ruangan Shendy sebentar.

“Shendy....” Arra memanggil sebelum memasuki Ruangan Ketos itu dengan pelan.

“Duduk Ra.” Shendy mengintruksi dari tempat duduknya, dibelakang meja Ketua Osis.

Arra patuh. Mendudukan dirinya di sofa ruangan dan menoleh pada Shendy yang sekarang tengah berjalan menuju sofa dan mendudukan diri, dengan punggung yang sepenuhnya bersandar pada badan sofa tepat di sebelah kiri Arra.

“Kenapa?” Arra bertanya setelah beberapa saat Shendy hanya duduk dengan tangan yang di taruh di badan sofa tanpa berbicara. Membuat ketakutan Arra semakin bertambah.

Sungguh, duduk berdua dengan Shendy dalam ruangan yang hanya diisi oleh mereka berdua dengan Shendy yang diam tanpa berkata sepatah kata adalah ketakutan yang lebih nyata dari pada ketakutan yang Arra rasakan bahkan saat bertemu dengan hantu sekalipun. Walau Arra tidak pernah tau rasanya takut saat bertemu dengan hantu itu seperti apa? Karena memang dirinya tidak pernah bertemu dengan hantu! Tapi sungguh Shendy saat diam adalah seram yang sangat menyeramkan untuk Arra. Lebih seram dari devil may be?

Shendy mengubah posisi duduknya, menjadi menghadap kearah Arra dengan menyerongkan sedikit badannya. Arra tetap dalam posisi semula, memandang kedepan sebelum kedua tangan Shendy menggenggam kedua tangannya membuat Arra sepontan menoleh dan ikut menyerongkan badannya agar menghadap Shendy. Arra menunduk, rasa takutnya kembali bertambah entah kenapa.

“Ra...” Shendy memanggil dengan suara rendah. Yang amat sangat rendah.

“Ra... liat Shendy bisa?” Dengan gugup Arra menatap tepat mata Shendy.

“Arra cape?” Arra menggeleng.

“Arra pengen pulang?” kembali, Arra menggelengkan kepalanya pelan.

“Terus pengen apa?” Arra menggeleng lagi. sedikit bingung dengan pertanyaan Shendy. Kenapa tiba-tiba sahabatnya itu bertanya demikian?

“Ngomong Ra. Jangan cuma geleng-geleng kaya gitu.” Shendy kembali bertanya dengan nada yang sangat rendah, amat sangat rendah.

“Huftt... Shendy kenapa?” Arra menyuarakan kebingungannya.

“Shendy?” cowok yang duduk didepannya dan mesih menggengam tanangnya itu menunjuk dirinya sendiri. Arra mengangguk.

“Iya, Shendy kenapa? Kenapa tiba-tiba Shendy panggil Arra kesini. Terus nanya kaya tadi?” Arra balik menggenggam tangan Shendy yang hendak melepaskan genggaman pada tangannya.

Shendy mengalihkan tatapannya. Menatap kearah samping menghindari tatapan Arra yang akan selalu lembut itu. Shendy beranjak, berhenti tepat dibalik pintu ruangan khusus untuknya itu.

“Shendy juga gak tau Ra. Shendy marah, kalo liat Arra sama cowok lain. Rasanya Shendy pengen datengin Arra tadi pas Arra berdua sama Sergio dan Sergio ngambil kesempatan ngelap keringet Arra. Terus pengen banget Shendy mukul Sergio sampe gak bisa bangun lagi. gak perduli walau semua akan kacau karena Shendy. “

“Shendy marah, Shendy gak suka saat ada orang lain yang nyentuh Arra selain Shendy. Apalagi pas waktu itu Arra dikasih minum sama Sergio, terus Sergio pergi setelah nyubit pipi Arra. Shendy gak suka. Shendy marah. Tapi gak bisa marah sama Arra, apa lagi liat tatapan mata Arra yang lembut itu. Shendy gak bisa Ra!” Arra ikut beranjak berjalan mendekati Shendy yang menyeruakan perasanannya, yang mungkin cowok itu pendam selama ini.

“Shendy takut, Shendy marah! Mungkin itu sebabnya Shendy selalu ngancem cowok-cowok yang deket sama Arra supaya ngejahuin Arra. Karena Shendy gak suka Ra!” Arra mengusap pipi Shendy pelan.

“Jadi Shendy mau Arra gimana?” Arra bertanya lembut, sangat lembut seperti sebuah nada merdu dipendengaran Shendy.

Shendy menatap Arra tepat dimanik mata cewek yang membuat perasaanya tak karuan saat ini. Mengambil tangan Arra yang berada di pipinya juga menggenggam tangan Arra yang satunya erat.

“Tolong jauhin Sergio. Jangan deket sama cowok lain selain Shendy. Shendy mohon! Sangat amat memohon” Arra menghembuskan nafasnya sebelum menghambur memeluk Shendy erat.

“Arra bakal turutin apa yang Shendy mau. Shendy jangan khawatir. Dan Shendy gak perlu takut lagi! Arra Cuma buat Shendy.” Arra tersenyum bersamaan dengan perginya rasa takut yang ada di hatinya tadi. Meluap begitu saja, saat Arra mendengar semua ungkapan Shendy. Arra tak tau itu apa? Tapi yang jelas Arra bisa tenang sekarang.

“Makasih Ra.”

Shendy merangkuh tubuh Arra semakin erat dalam pelukan mereka, membuat tiga cowok di balik pintu Ruang Khusus Katua Osis itu menatap mereka tak mengerti juga geram secara bersamaan, merasa greget namun hanya bisa diam, membuat mereka menyerapahi semua yang Shendy ucapkan tadi.

“ Bangsulll...Gila... Sinting lahk! Mereka beneran sahabatan atau apa sih?!” ucap salah satu cowok yang mengenakan hoddie merah, tepat saat Shendy balas memeluk Arra di balik pintu yang mereka intip itu.

“Gila emang si Shendy. Ngaku sahabatan tapi posessifnya naudzubillah summa naudzubillah!... Gila parahh... Gila emang, gak tau deh harus ngumpat apa lagi buat Shendy!!” Cowok dengan kemeja biru ikut menimpali, misuh – misuh dengan semua sikap Shendy yang menurutnya sangat dan super duper posesif itu.

“Shendy bukan gila tapi bego! Dia emang pinter dalam segala hal, tapi kalo udah ngomongin soal perasaannya sendiri, dia gak tau apa-apa! Udah tau yang dia rasain itu cemburu dan menurut lagu, cemburu itu tanda cinta tapi bego-nya Shendy malah bilang kalo dia sayang ke Arra karena Arra sahabatnya sejak kecil! Bego gak tuh?!” cowok dengan pakaian sama seperti panitia lainnya ikut mengungkapkan opini kekesalnnya tentang seorang Shendy Sambara.

Tanpa mereka bertiga sadari Shendy yang mereka bicarakan berdiri tepat di belakang mereka. Menatap kearah mereka dengan tatapan yang sulit diartikan dengan Arra yang terkikik geli dibelakang cowok itu.

“Khmm!”

Shendy berdehem membuat ketiga cowok itu menoleh kebelakang tepat dimana Shendy berdiri dengan kedua tangan yang berada di pinggang cowok itu. Membuat ketigannya menelan ludah takut, sekaligus terkejut.

“Heheh Shendy. Sejak kapan berdiri di situ Shend?” cowok dengan hoddie merah bertanya kikuk.

“Umm sejak kapan ya?” Shendy mengatukan jari telunjuknya didagu. Seolah berpikir.

“Mungkin sejak lo ngeraguin persahabatan gwe sama Arra...kali yah? Atau sejak kalian bilang gwe bego?!” Shendy berkata lagi dengan nada mengintimidas dan tatapan sinis yang kentara, membuat ketiganya tak tau harus berkata apa, bahkan berbuat apa?

“Heheh. Shendy tau aja. Kita bercanda kok Shend. Udah yah. Kita pergi dulu ada urusan nih!” cowok berhoddie merah itu tertawa kikuk, tau dengan jelas kalau alasannya akan berakhir sia-sia didepan Shendy Sambara.

Ketiganya beranjak, sebelum dengan secepat kilat Shendy menarik kerah ketiganya tanpa kesulitan sedikitpun.

“Ouhh gak semudah itu.” Shendy mengulas smrik andalannya.

“Ahhh Mama mampus kita!!!” Ketiganya kompak berkata. Membuat Arra yang masih setia memperhatikan, tertawa lepas. Tanpa berniat untuk membantu atau mencegah Shendy melakukan apa yang cowok itu mau.

Seperti membuat ketiganya menjadi badut didepan semua penonton lomba misalnya.

Hahaha!

-*-

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!