"Ngapain kamu masih berdiri di luar? Ayo masuk!" Bintang menegur Kirana.
"Ini rumah siapa Pak, kita ngapain ke sini?" tanya Kirana.
"Ya, rumah saya lah, masa kamu saya bawa ke rumah orang! Duduk sana!" Bintang lalu masuk ke dalam, setelah menyuruh Kirana duduk di ruang tamu.
Kirana masuk ke dalam, dia merasa semakin takjub melihat perabotan rumah Bintang. "Orang kaya mah beda, kursi aja empuk banget, jadi pengen tidur." Kirana lalu terkikik sendiri, masa iya dia tidur di kursi orang bikin malu aja.
Kirana lalu duduk bersandar, rasanya semakin nyaman. Dia melihat langit-langit, juga lampu kristal yang menggantung. "Lampunya bagus banget, apalagi kalau lampunya nyala."
Sementara itu, Bintang sedang berada di kamarnya. Dia merasa gerah jadi Bintang memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Biarlah Kirana menunggu.
Setelah mandi dan berpakaian rapi. Bintang keluar, dan pergi ke kamar Papahnya.
"Pah, Mah." Panggil Bintang sambil mengetuk pintu.
Pintu terbuka, keluarlah sang Mamah yang cantik meski usianya sudah 45 tahun. "Ada apa Bintang?" tanya Aurora, Mamah Bintang.
"Itu, di bawah ada Kirana." Bintang memberi tahu mamahnya. Tadi saat di kantor, mamahnya menelepon, menyuruh Bintang mengajak Kirana ke rumah. Aurora tahu dari suaminya yang menelepon dan bilang kalau mereka bertemu wanita yang telah menolong anaknya.
"Benarkah? Pah, ayo kita ke bawah, cepat Pah!" Aurora bergegas turun mendahului Bintang.
"Bintang!" Galaksi memangilnya.
"Iya, Pah."
"Kamu serius mau menikahi dia?" tanya Papahnya.
"Iya, kenapa? Papah, tidak setuju?"
"Bukan begitu, Papah setuju saja. Kirana anak yang baik Papah suka padanya. Cuma Papah takut kalian tidak kan bahagia karena kalian menikah bukan karena cinta, itu saja."
"Cinta akan datang karena terbiasa. Lagipula, seperti yang Papah bilang, Kirana gadis yang baik. Aku pasti lambat laun akan mencintainya."
"Papah terserah kamu. Kamu yang akan menjalaninya. Pesan Papah, kamu harus menjaga dan bahagiakan dia. Setia padanya, jangan lagi melihat wanita lain. Kamu harus bertanggung jawab atas keputusanmu sendiri. Jika kamu menyakiti Kirana, kamu akan berhadapan dengan Papah."
Galaksi kemudian, meninggalkan Bintang, menyusul istrinya. Bintang sendiri masih terpaku, memikirkan ucapan Papahnya.
Apa yang akan terjadi nanti, dia tidak mau memikirkannya sekarang, yang penting dia menikah dulu dengan Kirana untuk memenuhi nazarnya.
Bintang pun turun melangkah menuju lantai satu di mana Kirana dan orang tuanya berada.
Sampai di ruang tamu. Bintang melotot dan mengelus dadanya. Orang tuanya terkikik geli menahan tawa, melihat Kirana yang tertidur pulas bersandar di sofa.
"Kirana, memang ajaib." Bintang mendekati Kirana.
"Kiran, bangun." Sepertinya tidur Kirana sangat nyenyak, sehingga dia tidak terusik oleh suara Bintang.
"Kirana, bangun!" Bintang menggoyang bahu Kirana.
Kelopak mata Kirana bergerak, lalu mata indah itu terbuka. Kirana terkejut melihat tiga orang sedang memperhatikannya.
Kirana segera duduk dengan tegak, dia tersenyum canggung pada mereka. Wajahnya lalu tertunduk malu. Rasanya dia ingin sembunyikan wajahnya dan di masukkan ke dalam tas.
Bagaimana mungkin dia bisa tertidur? Bikin malu aja. Dia sungguh tidak sadar, kalau dia tertidur. Kirana tidak menampik, walau sebentar, tidurnya terasa sangat nyenyak.
"Baru, ditinggal sebentar, udah tidur aja!"
"Maaf, aku juga tidak tahu, kalau aku ketiduran."
"Tidak apa-apa Bintang. Kirana pasti cape, habis bekerja seharian," ucap Aurora. Dia mengerti Kirana mungkin lelah habis bekerja sebagai OG.
"Maaf, Nyonya." Kirana merasa tidak enak terhadap ibunya Bintang.
"Kirana, kenalkan saya Aurora Mamahnya Bintang dan jangan panggil saya Nyonya, tapi Mamah."
"Ah, mana pantas saya panggil Mamah, rasanya tidak sopan."
"Tidak apa-apa, sebentar lagi kamu kan akan menjadi istrinya Bintang. Jadi mulai sekarang panggil saya Mamah, ya."
"Hah, ta ...."
"Kalau ini mungkin kamu pernah bertemu dengannya, ini adalah Papah Bintang, Galaksi namanya." Aurora menyela Kirana.
"Iya, Nyo ...."
"Mamah!" Sela Aurora.
"Iya, Mamah. Kami bertemu dua kali." Kirana memandang intens pada Papah Bintang. Galaksi yang Kirana temui waktu itu terlihat sedikit berbeda dengan yang sekarang. Satu hal yang membuat Kirana dapat mengenalinya yaitu, tahi lalat di bawah bibirnya.
"Ada apa, lihatin Papah kaya begitu?" tanya Bintang.
"Ah, maaf. Saya cuma agak bingung. Soalnya, Pak Galaksi yang sekarang, sedikit berbeda dengan yang di rumah sakit."
"Hahaha ...."
Terdengar suara gelak tawa dari Galaksi.
"Saat itu Papah sedang menyamar, Papah tidak mau ada yang mengenali wajah Papah ketika membawa pulang Bintang dari rumah sakit. Bisa heboh dunia persilatan." Galaksi menerangkan pada Kirana setelah tawanya berhenti.
"Oh, tapi Kiran dapat mengenali Papah dari tahi lalatnya," ucap Kiran.
"Kamu hebat berarti, tidak ada yang menyadari tahi lalat ini." Galaksi terkekeh.
"Wah ... Bintang, Mamah sangat setuju kamu menikah dengan Kirana, orangnya baik, menyenangkan dan lucu."
"Mamah belum tahu aja, keras kepalanya dia," ucap Bintang.
"Kamu juga keras kepala jadi Kalian cocok, biar kamu ngerasain jadi Mamah kaya gimana."
Kirana diam saja, dia hanya mencibir dalam hati, "Saya keras kepala, nggak terbalik, tuh!"
"Maaf, Mah sebelumnya, tapi saya belum setuju mengenai pernikahan saya dengan Pak Bintang."
"Loh, Mamah pikir kalian sudah bicara, dan kamu setuju."
"Tadi kita udah bicara berdua, dan dia setuju. Karina cuma mau pacaran dulu, nggak mau langsung nikah."
"Eh, nggak, bo ... hm ... hm ...." Bintang membekap mulut Kirana.
"Kenapa kamu tutupin mulut Kirana? Kan kasihan dia."
"Nggak apa-apa, Mah."
"Mamah sama Papah, sih terserah kalian kapan mau nikah, tapi ... kalau bisa jangan lama-lama pacarannya. Mamah 'kan udah mau nimang cucu."
"Aw!"
Kirana menggigit jari Bintang. Nafasnya sesak karena tangan Bintang menutupi hidungnya.
"Aku nggak bisa nafas, tahu?" Kirana melotot pada Bintang.
Galaksi terkekeh melihat interaksi antara Bintang dan Kirana. Baru kali ini ada wanita yang berani melototi Bintang selain Aurora.
"Mamah senang lihat kalian berdua, rumah ini sepertinya akan ramai kalau ada Kirana."
"Maaf, Mah ...."
"Nanti akan kami bicarakan lagi, sekarang Bintang harus mengantar Kirana pulang, ayo!" Bintang memotong perkataan Kirana dan menarik tangannya, lebih baik dia pergi sebelum menolak pernikahan mereka.
"Lepas, ih!" Kirana mengibaskan tangan Bintang yang menarik tangannya.
"Kenapa, Bapak menarik tangan saya? Saya kan belum selesai bicara sama Nyonya."
"Sudah selesai! Sekarang waktunya kita yang bicara!" Bintang berkata dengan tegas.
Sekali diktator, tetap diktator. Selalu memutuskan sendiri tentang semua hal. Kirana paling benci sifat yang seperti ini.
Kirana bingung, Mamah Bintang bilang mereka cocok. Dari mana cocoknya? Kalau di satukan justru akan selalu bertengkar, tidak ada yang mau mengalah karena dua-duanya keras kepala.
"Bicara apa lagi? Tidak ada yang perlu di bicarakan karena aku tidak mau menikahimu."
"Banyak yang harus di bicarakan, tapi bukan di sini. Ayo masuk!" Bintang membuka pintu kemudi dan masuk ke dalam mobil.
Kirana kesal bukan main. Dia lelah, cape, lapar, badannya gerah. Kirana ingin sekali pulang dan beristirahat, tapi Bosnya ini malah mengajaknya pergi lagi.
Kirana, dengan kesal membuka pintu mobil dan masuk ke dalam.
"Kenapa, duduk di situ? Pindah ke depan!" Bintang protes saat Kirana duduk di belakang. Memangnya dia supir, duduk di depan sendirian.
"Tadi aku duduk di depan, Anda protes, sekarang saya duduk di belakang masih aja protes." Kirana menggerutu.
"Ya, iyalah tadi kamu duduk di depan, padahal akunya di belakang. Sekarang aku di depan kamu duduk di belakang. Intinya kamu itu kalau duduk harus di samping aku, karena tempat kamu itu di sisi aku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Nurmalia Irma
aahhhhaaaayy yg nembak nya langsung doorrr..maksa bgt yaak
2023-01-31
1
Kinan Rosa
ih gombal terus pak bintang 🤣🤣
2023-01-22
0
EuRo
terima kasih ... 🥰🥰
2022-08-04
0