Elicia menghentikan langkahnya. Saat tiba-tiba seorang perempuan menghadang dirinya. Matanya menatap perempuan itu dengan datar. Perempuan itu memasang wajah angkuh dan sinis.
"Kau murid baru?" tanya perempuan itu langsung pada intinya.
"Tidak." Elicia menjawab dengan singkat.
Dahi perempuan itu terlihat mengkerut. Matanya memindai Elicia dari bawah ke atas. "Tidak? Tapi aku tak pernah melihatmu selama ini. Dimana kelasmu?"
Sebelum menjawab, Elicia sempat melirik nametag di saku perempuan itu. 'Jennifer Cornelia' batinnya. Elicia tentu mengenalnya.
Jennifer adalah antagonis kedua setelah Angelicia. Perempuan itu turut membuli Ovy dan selalu membuat pemeran utama wanita sengsara.
Tujuan Jennifer melakukan ini jelas bukan karena menyukai pemeran utama pria seperti yang dilakukan Angelicia. Tetapi karena dia iri terhadap sang wanita protagonis. Dia hanya gadis miskin, tetapi bisa membuat pria berpengaruh seperti Erland tunduk hanya bermodalkan dengan wajah polos.
Elicia tersenyum anggun. "Aku teman sekelasmu. Angelicia Marceilious."
Semua orang membelalak terkejut. Termasuk Jennifer yang membulatkan mulut tak percaya. Dalam sekejap dia merubah ekspresinya kembali. Pandangannya memincing ke arah Elicia.
"Kau bercanda?! Mana mungkin perempuan seperti Angel berubah menjadi perempuan cantik!"
"Tidak ada yang tidak mungkin."
Elicia memberi senyum manisnya. "Itu saja yang ingin kau tanyakan? Jika iya, boleh aku pergi sekarang?" sambungnya.
Jennifer menatap Elicia dengan pandangan tak percaya. Sejak kapan Elicia menjadi ramah dan anggun seperti ini?! Sepertinya bukan hanya penampilan serta fisiknya yang berubah. Namun, sikapnya pun turut berubah.
Karena tak ditanggapi apapun oleh lawannya. Elicia memutuskan untuk melanjutkan langkahnya menuju kelas. Mengabaikan tatapan banyak orang serta seorang pria yang sejak tadi tak melepas pandangan sedikitpun darinya.
Elicia berjalan mencari kelasnya berbekal dengan ingatannya sewaktu membaca novel ini. Beruntung ingatannya tajam, jadi tak begitu sulit untuk mencari letak kelasnya berada.
Sesampainya di depan kelas, Elicia menghentikan diri. Matanya menatap kelas itu dengan pandangan meneliti.
"Jika tak salah, ini adalah kelasku. Aku yakin itu," gumam Elicia.
Setelah memantapkan hati, Elicia melangkah ke dalam. Pandangan semua murid yang berada di kelas teralih padanya. Tatapan sama seperti yang ditunjukkan oleh murid-murid di koridor tadi.
Elicia masuk tanpa menggubris lirikan mata semua orang. Dia duduk dengan gaya anggun. Semasa hidupnya, Elicia terbilang memiliki etika yang baik.
"Siapa dia?" bisik salah satu dari teman sekelasnya.
Orang yang diberi pertanyaan mengangkat bahunya. Ia pun tak mengenal perempuan yang baru saja datang itu. Tak lama kemudian Jennifer datang sambil menggebrak meja Elicia.
"Brengsek! Berani sekali kau pergi meninggalkanku?!"
Elicia menanggapi teriakan amarah itu dengan gerakan santai. Kepalanya ia dongakan. "Siapa kau hingga aku harus menunggumu?" Dia memang memasang wajah tenang dan ramah, tapi kata-katanya begitu dingin dan menusuk.
"Kau!" Urat di pelipis Jennifer terlihat. Dia begitu dipermalukan oleh ucapan Elicia! Saat hendak menamparnya, Elicia menahan gerakan tangan itu.
Perempuan itu menghempas tangan Jennifer. "Jaga tanganmu, Nona Cornelia," ujarnya dengan nada datar.
"Lebih baik kau duduk di tempatmu. Sebelum aku hilang kesabaran dan mencekik lehermu," peringat Elicia melanjutkan. Bahkan dia dengan terang-terangan menggerakkan tangannya untuk mengusir perempuan itu.
Dengan perasaan kesal menggebu, Jennifer pergi dari hadapan Elicia menuju bangkunya. Tatapan tajamnya tak lepas dari perempuan itu.
'Awas kau! Aku akan membalasnya, Angelicia!"
...***...
Elicia membereskan peralatan tulisnya sesuai jam pelajaran berakhir. Kemudian dia keluar dari kelas menuju ke kantin untuk mengisi perutnya yang sudah kelaparan sejak tadi. Sesampainya di sana, ia segera memesan makanan dan minuman.
Setelah itu mencari tempat duduk yang kosong. Begitu menemukannya, perempuan itu segera menuju ke sana. Namun, seseorang tanpa sengaja menabrak dirinya hingga kuah sup yang dibawa orang itu tumpah mengotori seragamnya.
"Akh!" Elicia memekik terkejut sembari mengibaskan tangannya yang terkena sup panah.
Suara mangkuk yang pecah disertai pekikan dari Elicia mampu membuat mereka menjadi pusat perhatian dalam sekejap. Para murid di kantin menatap makanan dan pecahan mangkuk di lantai, lalu memandang ke arah dua perempuan tersebut.
Perempuan yang menabrak Elicia tampak gemetar dengan menggigit bibir bagian bawahnya. Dia dengan lirih berujar. "A- Angel, a- aku minta maaf. A- aku sungguh tak sengaja menabrakmu."
Elicia yang awalnya fokus menatap lukanya, kini beralih memandang wajah perempuan itu. "Ya, tak apa. Lain kali berhati-hatilah," ujarnya secara singkat.
Elicia segera berlalu dari hadapan perempuan itu tanpa memperdulikan pecahan di lantai. Ini bukan kesalahannya, jadi dia tak merasa mempunyai tanggung jawab untuk membersihkan kekacauan itu.
Tanpa peduli dengan tatapan tak percaya dari seluruh murid. Elicia duduk tenang sambil menunggu pesanannya datang. Pikirannya melayang memikirkan kehidupan barunya di dunia fiksi ini. Ini sungguh mengherankan, dia hidup di dunia fiksi tapi semua ini terasa nyata baginya. Seolah ia sungguh hidup di dunia nyata.
Elicia membuang nafas kasar. Walau sudah menerima, tetapi ia tetap harus memikirkan langkah selanjutnya. Saat sedang sibuk dengan lamunannya. Seorang laki-laki datang dan menggebrak meja kantin. Perempuan itu mengangkat kepala, melihat seorang pria berwajah familiar, Erland. Di belakangnya ada perempuan bergetar yang menabraknya tadi.
"Apa masalahmu?" tanya Elicia dengan nada tenang.
"Apa masalahku? Kau yang bermasalah di sini! Lagi-lagi dirimu menganggu Ovy!" teriak Erland penuh amarah memburu.
Elicia melirik sejenak Ovy yang menunduk. Kemudian kembali menatap Erland tenang. "Kau tahu, pria yang bodoh adalah pria yang dengan seenaknya menuduh tanpa bukti, dan kau adalah salah satunya."
"Kau! Lancang!" Erland menatap amarah Elicia yang masih berwajah tanpa ekspresi.
"Aku? Lancang? Apa kau tak salah dalam berbicara?" Elicia menatap Erland tenang. Keadaan semakin memanas, bahkan sebagian orang tanpa sadar menahan nafas sedari tadi.
"Erland, lebih baik kita pergi saja dari sini. Aku sungguh tidak apa-apa." Ovy yang sejak tadi tak berani bersuara konu memberanikan diri untuk membuka mulut. Ia tak ingin ada keributan di antara Erland dan sepupunya, Angel.
Erland berbalik menghadap arah perempuan yang dicintainya. "Ovy, aku harus memberinya pelajaran agar tak mengganggumu terus! Jadi kau diam saja, oke? Biar ini menjadi urusanku."
Pria itu kembali menoleh ke arah Elicia yang berwajah malas. "Minta maaf pada Ovy sekarang juga!"
Elicia berkerut tak senang. Minta maaf? Minta maaf untuk apa? Dia saja tidak memiliki masalah apapun.
"Aku tidak memiliki salah padanya. Kenapa aku harus meminta maaf atas kesalahan yang tak ku perbuat?"
"Kau masih ingin mengelak?! Jelas-jelas kau yang salah, Angel! Kau sengaja menabrak Ovy dan membuatnya membersihkan kekacauan yang dibuat olehmu! Juga karena hal itulah tangan Ovy jadi terluka!"
Elicia melirik tangan Ovy yang sedikit mengeluarkan darah. Kemudian ia mendengus keras sambil menatap datar Erland.
"Kau sebut itu luka? Cih, itu hanya luka kecil, jangan berlebihan." Elicia memutar mata jengah. Sebelum Erland menyela marah, ia segera melanjutkan ucapannya.
"Lihat tanganku ini," Elicia menyodorkan lukanya ke arah wajah Erland yang terdiam. "Tanganku terkena kuah panas yang dibawa oleh kekasihmu itu. Lalu, apa aku menyalahkan dia? Tidak sama sekali. Jadi kau, jangan melebih-lebihkan hal ini!"
"Silahkan pergi dari sini. Wajahmu menganggu pandanganku." Elicia kembali duduk setelah menggerakkan tangan untuk mengusir pria itu.
Erland melotot kesal. "Kau--"
"Erland, lebih baik kita pergi dari sini." Ovy berucap lembut sambil memegang lengan baju Erland.
Erland mendengus. Tetapi pada akhirnya Erland menurut, ia pergi dari hadapan Elicia yang kini sudah duduk tenang seperti semula. Namun, perkataan perempuan itu membuat langkahnya berhenti dengan wajah yang perlahan berubah merah.
"Oh, satu lagi yang perlu kau tahu, bahwa aku tidak menabrak kekasihmu itu. Tetapi kekasihmu itulah yang menabrakku. Jika kau tak percaya, tanyakan saja pada semua orang di sini. Mereka tau kebenaran karena melihatnya sendiri. Bukan sepertimu, yang hanya menuduh tanpa mau mencari tahh kebenarannya. Lain kali, pakailah otak kecilmu dibanding emosimu itu."
Perkataan itu diakhiri dengan senyuman manis oleh Elicia. Erland melirik tajam, tetapi tak berniat untuk membalasnya dan segera pergi dari sana dengan emosi memuncak. Diikuti oleh Ovy di belakangnya.
"Benar. Pergilah sejauh mungkin," gumam Elicia menatap kepergian Erland dan Ovy dengan pandangan dingin.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
bhunshin
ah si ovy jgn jgn lembut lembut menghanyutkan....
2025-02-14
0
JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊
Cinta dan Bodoh tu beda Erland😆😆
2024-12-12
0
Moza vin
kyaa aku suka gayamu elicia....uhh sangat elegan
2024-09-02
1