Berbeda dari Rumor

Elicia merenggangkan otot tubuhnya yang kaku. Jam pelajaran sudah usai, sekarang waktunya untuk beristirahat. Gadis itu beranjak dari bangkunya, keluar kelas dan menuju kantin.

Banyak pasang mata yang memandangnya. Namun Elicia memilih tak acuh, dia fokus mendengarkan musik dari earphone di telinganya. Dari arah berlawanan, sepasang insan tampak bercengkrama dengan mesra.

Mereka yang tak lain adalah Erland dan Ovy. Dua manusia yang Elicia masukan ke dalam buku hitamnya. Namun, takdir seolah tak membiarkan Elicia terlepas dari kedua pemeran utama tersebut.

"Akhh!"

Ovy mengerang saat bahunya tak sengaja tersenggol Elicia. Kini perhatian tertuju kepada tiga manusia itu. Mereka seolah menantikan drama yang menarik untuk menghibur diri.

"Ovy, apa kau baik-baik saja?" tanya Erland cemas.

"A- aku tidak apa-apa, Erland," cicit Ovy pelan dengan kepala menunduk.

Elicia melirik tak peduli, berniat untuk melanjutkan kembali langkahnya. Dia tak bersalah, jadi tidak mempunyai kewajiban untuk meminta maaf. Gadis itu sendiri yang menabrak bahunya karena terlalu fokus berbicara dengan Erland.

Akan tetapi Erland tak membiarkannya pergi dengan mudah. Pergelangannya dicengkram oleh tangan laki-lakiitu.

"Setelah menabraknya kau berniat pergi begitu saja tanpa meminta maaf?" kata Erland dengan nada geram.

Elicia menatapnya risih, dia menghempas tangan itu dengan kekuatan penuh hingga Erland tersentak, begitupun yang lain.

"Untuk apa aku meminta maaf? Seharusnya dia yang meminta maaf padaku," sarkas Elicia dengan datar.

"Ovy tidak bersalah untuk meminta maaf padamu yang jelas-jelas salah!" sinis Erland dengan tatapan tajam.

Elicia mendengus dengan keras. "Seharusnya itu kalimatku."

Matanya memutar jengah. "Aku tidak berniat memperpanjang masalah ini. Jadi lupakan saja, dan aku sudah memaafkan kekasihmu itu."

Tanpa menunggu balasan, Elicia segera hengkang dari tempat itu. Erland yang marah ingin mengejar dan memberi gadis itu pelajaran. Namun, Ovy menahannya seraya menggeleng.

"Biarkan saja, Erland. Di sini memang aku yang salah," ucap Ovy dengan lembut.

"Kau terlalu baik, Ovy. Gadis sepertinya sekali-kali harus diberi pelajaran agar tidak mengulangi kesalahan yang sama!"

Erland menatap punggung Elicia dengan tatapan kebencian. Ovy menggenggam tangannya dengan lembut.

"Tidak apa. Aku yakin Angel pasti akan berubah lebih baik nantinya."

Dia memberi senyuman tipis yang mampu meluluhkan emosi Erland. Laki-laki itu mengelus kepala Ovy.

"Kau memang manusia berhati malaikat, Ovy."

Ovy hanya membalas dengan senyum kecil. Kemudian mereka kembali melanjutkan langkahnya. Sedangkan para siswi mulai bergosip tentang perubahan yang terjadi kepada Angelicia. Mereka tahu betul bagaimana watak gadis itu. Angel tidak akan membiarkan Ovy lolos begitu saja. Apalagi jika Ovy berani berjalan berdua dengan Erland, orang yang selama ini Angel cintai.

Namun, apa yang terjadi tadi? Ada apa dengan Angel? Pertanyaan itu berputar di kepala mereka. Sementara di sisi lain, seorang pemuda yang sejak tadi mengamati pertunjukan itu tersenyum miring.

"Gadis yang selama ini selalu tergila-gila kepada Erland, kini bersikap dingin? Rumor memang tidak sepenuhnya benar."

Dia bergumam kecil, lalu berlalu dari sana sambil bersiul. Matanya bersinar terang, seolah menemukan sesuatu yang menarik.

...****************...

Elicia membuang napas berat. Nafsu makannya jadi hilang karena perkara tadi. Dua orang itu sungguh merusak suasana hatinya. Gadis itu tidak jadi melanjutkan langkahnya menuju kantin. Elicia memutar arah berlawanan yang mengarah ke atap sekolah. Lebih baik dia menghabiskan waktunya di sana.

Untungnya pintu atap tidak terkunci. Dia melangkah maju, berhenti di samping pembatas atap. Memejamkan mata untuk menikmati semilir angin yang membuat suasana hatinya menjadi sedikit lebih baik.

Elicia berbalik kala rungunya menangkap suara langkah kaki yang mendekat. Terlihat seorang pemuda yang seumuran dengannya tengah melangkah ke sini. Berhenti dengan jarak yang tidak terlalu jauh darinya. Tangan pemuda itu merogoh sakunya dan mengeluarkan rokok.

Elicia belum mengalihkan pandangannya dari pemuda itu. Hingga membuatnya risih, akhirnya pemuda itu pun menengok untuk membalas tatapannya dengan sebelah alis terangkat.

"Apa yang kau lihat?" tanyanya dingin.

Elicia menangkap nada tak bersahabat dari suara pemuda itu. Lantas dia membuang muka sambil mendengus.

"Tidak ada," singkatnya, kembali menatap ke depan dan mengabaikan pemuda itu.

Sedangkan pemuda itu mulai membakar ujung rokoknya.

"Jika kau ingin merokok, sebaiknya menjauhlah. Aku benci asap rokok," sarkas Elicia tanpa mengalihkan tatapannya.

Si pemuda melirik tak peduli. Dia dengan sengaja menghembuskan asap itu ke arah Elicia yang membuatnya berdecak tak suka. Gadis itu menghalau udara sambil menutup separuh wajahnya.

"Bocah sialan! Menganggu ketenanganku saja," gerutu Elicia dan berniat untuk pergi.

Dia tidak ingin berdebat dengan bocah laki-laki itu hanya karena masalah sepele. Lebih baik dia mengalah dan kembali ke kelas. Menghadapi bocah remaja sepertinya hanya membuang tenaga saja.

"Bocah?" gumam si pemuda dengan alis berkerut, terlihat tidak terima dengan panggilan tersebut.

Pemuda itu menatap punggung Elicia yang terlihat menjauh. "Tunggu!"

Teriakan tersebut menghentikan langkah Elicia. Namun, gadis itu tidak berniat untuk berbalik badan. Hanya diam mendengar apa yang akan dikatakan oleh bocah remaja tersebut.

"Kau Angelicia bukan? Gadis yang tergila-gila dengan Erland."

Elicia melirik setengah untuk menjawab pertanya tersebut. "Benar, aku Angelicia. Tapi untuk perkataan keduamu, kau tidak sepenuhnya benar. Karena aku yang sekarang, tidak akan lagi tergila-gila kepada orang sepertinya. Dia bukan tipeku!"

Tanpa menunggu balasan, dia hengkang dari tempat itu meninggalkan si pemuda dengan kebisuan yang melanda. Beberapa saat setelah kepergian Elicia, pemuda itu menyeringai.

"Bukan tipenya, ya?"

Dia menyesap tembakau itu lagi dengan pikiran melayang memikirkan Elicia yang tampak berbeda dari rumor.

...****************...

"Bos, kenapa kau membiarkan target kita lolos begitu saja? Ini seperti bukan dirimu yang biasanya."

Pria yang menjadi bawahan itu bercicit pelan agar tidak menyinggung sang bos. Pria bertubuh kekar yang menjadi ketua gangster itu melepaskan hisapannya pada batang rokok.

"Entahlah. Itu terjadi begitu saja, saat aku tidak sengaja menatap matanya," balasnya dengan ragu.

Dia sendiri pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi kepadanya kemarin. Saat netranya tak sengaja menatap mata itu, tiba-tiba dadanya sesak seolah dihantam oleh batu besar.

Bawahannya itu membisu, turut bingung dengan balasan sang bos.

"Sudahlah, untuk apa membahas ini?" tuturnya tak peduli dan kembali menghisap tembakau di tangannya.

"Tapi Nona Cornelia berniat untuk menuntutmu, Bos."

"Menuntutku? Kenapa dia menuntutku? Apa yang akan dia tuntut dariku? Uangnya sudah aku kembalikan, lengkap dengan kompensasinya. Bukankah artinya urusanku dengannya sudah selesai?" tanyanya dengan datar.

"Saya juga tidak tahu, Bos. Kemarin saya sudah berusaha menjelaskan dan menawarkan untuk menambah jumlah uangnya. Namun Nona Cornelia menolaknya mentah-mentah dan terus memaksa untuk bertemu denganmu. Jika tidak, dia akan menuntutmu."

"Ck, merepotkan!" decihnya.

"Atur pertemuannya! Aku penasaran apa yang akan gadis manja itu katakan padaku."

"Baik, Bos!"

To be continued...

Terpopuler

Comments

JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊

JanJi ◡̈⋆ⒽⒶⓅⓅⓎ😊

malaikat d mata mu d mata orang lain iblis🤭

2024-12-12

0

BATU CHINA

BATU CHINA

malaikat ndasmu, dari pada disebut malaikat lebih cocok disebut iblis bermuka dua yang sangat-sangat menjijikan

2024-12-09

3

miyura

miyura

lanjut othor semangat

2023-11-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!