Penjelasan

Di sisi lain, Erland baru tiba di mansion. Dia memutuskan untuk membersihkan diri sebelum mengistirahatkan tubuhnya yang lelah karena seharian ini sibuk mengurus suatu hal. Usai membersihkan diri, dia berbaring di tempat tidur.

Erland memutuskan untuk membuka ponselnya lebih dulu. Banyak notifikasi pesan yang masuk ke ponselnya setelah seharian ini dia matikan. Pertama-tama dia membuka notifikasi pesan dari Ovy. Gadis itu menanyakan dirinya tadi pagi, juga memberikan kalimat semangat agar dirinya bisa menjalani hari dengan baik.

Pemuda itu tersenyum kecil, jarinya segera mengetikkan kata demi kata untuk membalas pesan dari Ovy. Begitu pesan itu terkirim, keningnya berkerut.

"Kenapa nomornya tidak aktif?" tanyanya heran.

Erland melihat jam di ponselnya. Ternyata sudah jam 10. Tetapi tidak biasanya Ovy mematikan datanya. Biasanya, meski dia sudah tidur pun, Ovy selalu mengaktifkan nomornya. Namun, mengapa sekarang tidak?

Pemuda itu tak ingin ambil pusing, mungkin saja Ovy lelah, begitu pikirnya. Dia langsung beralih membuka ruang grup yang berisi teman-temannya. Kenapa grup ini tiba-tiba ramai? Biasanya memang selalu ramai, tetapi tak seramai ini. Jarinya terus bergerak membaca pesan teman-temannya. Hingga tangannya berhenti kala salah satu dari mereka mengirim sebuah vidio.

Tanpa membuang waktu lagi. Erland segera melihat vidio itu. Tatapan marah tergambar jelas di dalam netranya. Tangannya meremat benda persegi itu dengan kuat.

"Sial! Apa-apaan ini?!" serunya menggeram marah.

Erland langsung melesat mengambil kunci mobilnya. Tujuannya adalah rumah Ovy. Dia ingin meminta penjelasan atas apa yang terjadi di sekolah saat dirinya tidak ada tadi. Ketika sampai di ruang tengah, ada Ayah dan ibunya yang tengah menonton televisi. Pemuda itu berjalan lurus tanpa menghiraukan orang tuanya.

"Erland, mau kemana kamu malam-malam begini?" tanya sang ayah dengan suara berat.

Erland tahu, jika dia nekat keluar tanpa menjawab sang ayah lebih dulu, itu sama saja dengan menggali kuburannya sendiri.

"Aku ingin keluar sebentar, Ayah. Ada sesuatu yang harus aku lakukan, dan ini sangat penting."

Erland kembali berjalan usai menjawab ucapan ayahnya. Tuan Imanuel yang melihat sikap Erland agaknya sedikit marah. Dia belum selesai bicara, dan anak itu berani pergi begitu saja!

"Ayah belum selesai bicara, Erland! Kembali kemari!" tegas ayahnya. Namun, Erland tak menggubris ucapan itu dan terus melangkah, mengabaikan seruan serta ancaman dari sang Ayah.

"Sudahlah. Biarkan saja Erland keluar," ucap Nyonya Imanuel yang membuat pria itu menoleh dengan wajah marah.

"Kau selalu memanjakannya! Lihat, anak itu jadi tak tahu aturan sekarang! Berani sekali dia mengabaikan ucapan ayahnya sendiri!"

"Setelah pulang nanti, aku tidak akan melepaskannya! Anak itu harus diberi hukuman agar tahu sopan santun!" sambungnya menahan rasa marahnya.

Kemudian dia berlalu pergi dari sana meninggalkan sang Istri yang hanya bisa menghela napas dengan lelah. Suami dan anaknya memiliki sifat yang sama-sama keras. Mereka selalu bertentangan sedari dulu, dan itu membuatnya pusing.

...****************...

Sesampainya di rumah Ovy, Erland mengetuk pintu kayu yang sudah reyot termakan waktu dengan beberapa kali ketukan. Dia tahu, bertamu ke rumah orang pada jam malam seperti ini tidaklah sopan. Terlebih lagi, rumah ini adalah milik seorang gadis. Namun, Erland sudah tak bisa menahan rasa penasaran sekaligus amarahnya lagi. Jadi dia nekat datang ke rumah Ovy tanpa peduli akan itu semua.

Setelah beberapa kali ketukan, pintu itu terbuka. Menampilkan Ovy yang terkejut akan kedatangan Erland. Dia buru-buru keluar dan menutup pintu rumahnya, lalu menarik Erland menjauh ke tempat yang lebih sepi agar tak diketahui oleh tetangga serta orang tuanya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Ovy menatap wajah suram Erland.

Tak ingin membuang lebih banyak waktu, Erland langsung menunjukkan sebuah foto dan vidio yang menampilkan dirinya dan Mikael ke depan wajah Ovy. Gadis itu tampak memucat, tangannya sedikit gemetar.

"Erland, a- aku bisa jelaskan," ucapnya terbata.

Erland memasukkan ponselnya ke saku jaket. "Jelaskan!" perintahnya dengan suara datar.

"I- itu--"

Ovy kebingungan dalam menjelaskan. Tetapi jika tidak dijelaskan, Erland akan menjauhinya. Hal itu tidak boleh terjadi! Dia tidak akan membiarkan Erland menjauhinya. Jadi, dia meraih kedua tangan Erland mendongak dengan mata berkaca-kaca.

"A- aku dijebak, Erland. Mikael memaksaku, dia bahkan mengancam diriku juga."

Ovy meloloskan air matanya. "Ji- jika aku tidak menurutinya, aku akan dikeluarkan dari sekolah."

Dia menangis tersedu-sedu, sejenak wajah Erland mulai melunak. "Kau tahu bukan posisiku sangat sulit? A- aku tidak memiliki kekuasaan seperti yang lainnya. Bahkan aku tidak bisa membela diriku sendiri, hiks."

"La- lalu tiba-tiba saja seseorang memergokiku. Di- dia merekam dan menyebarkannya ke seluruh web sekolah. Rambutku ditarik menuju lapangan basket. Kemudian dia menamparku bahkan mencaci makiku tanpa mendengar penjelasan ku dulu."

Ovy semakin menangis keras. "Dan sekarang, aku dikeluarkan dari sekolah hiks."

"Aku tidak tahu bagaimana caranya memberitahu orang tuaku. Mereka pasti sangat kecewa padaku. Aku tidak mempermasalahkan perlakuan mereka terhadapku, ta- tapi bukankah ini sudah keterlaluan hiks? Apa salahku? Apa dosaku hingga mereka memperlakukanku seperti ini?!"

Erland tidak tega melihat Ovy menangis seperti ini sampai memukul dadanya sendiri. Jadi, dia langsung menarik tubuh itu untuk dipeluk. Pemuda itu mengelus punggung Ovy dengan lembut.

"Jangan menangis. Biar ini menjadi urusanku," ucapnya menenangkan.

Ovy masih terus menangis, dia juga meremat jaket yang Erland pakai.

"Katakan padaku, siapa orang itu? Siapa orang yang berani menarik rambut indahmu ini, Ovy?" tanya Erland berganti mengelus rambut Ovy yang terasa halus di tangannya.

Ovy mendongak, lalu berucap sendu, "Sudahlah. Aku tak apa. Lagipula semua juga sudah terjadi."

Erland berkerut tak terima, "Bagimu mungkin begitu, tapi bagiku tidak. Katakan, siapa dia?"

Ovy menggigit bibirnya ragu, Erland mengusap bibir yang kekasihnya itu gigit. "Jangan digigit, bibirmu bisa terdarah."

"Aku takut jika mengatakannya semua akan bertambah besar," lirih gadis itu.

"Tidak akan. Ada aku di sampingmu, Ovy. Jangan takut, ya?" ucap Erland berusaha menyakinkan.

Ovy menatap dalam mata Erland. Setelah berdiam untuk beberapa waktu, dia akhirnya membalas. "Jennifer. Orang itu adalah Jennifer."

"Jennifer?" beo Erland dengan kening berkerut.

Ovy mengangguk, "Kaumengenalnya? Dia teman sekelas Angel, Erland."

Akhirnya Erland tahu gadis yang Ovy maksud. Dia menatap wajah kacau gadis itu. Kemudian mencium keningnya.

"Jangan dipikirkan lagi. Ini akan jadi urusanku, aku jamin kau masih bisa bersekolah," ucapnya begitu bibirnya menjauh dari kening gadis itu.

"Sekarang tidurlah."

Ovy mengangguk dan menjauh dari Erland. Gadis itu berjalan menuju rumahnya setelah melambai ke arah kekasihnya itu. Erland membalas dengan senyuman kecil. Setelah kekasihnya benar-benar masuk ke dalam rumah, raut wajahnya berubah datar. Tangan yang tersembunyi dibalik saku jaket terkepal erat.

"Angelicia. Jadi ini perbuatanmu, ya?" geramnya menahan emosi.

"Lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu besok!"

Erland berjalan pergi dari halaman rumah Ovy menuju mobilnya. Pemuda itu pulang dengan keadaan menahan marah. Sementara itu, Ovy yang mengintip kepergian Erland diam-diam menyeringai senang.

"Angel, ini adalah balasanku kepadamu yang berani merusak hidupku!"

To be continued...

Terpopuler

Comments

Ari Peny

Ari Peny

waaaaah ckckckck ini dia penjahat sesungguhnya hhhh

2025-01-05

0

nuke

nuke

erland goblok

2025-02-11

0

Mamadut

Mamadut

dasar ovy bermuka 2

2025-01-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!