Larissa berlari panik keluar, Nona mudanya sejak tadi diam dengan pandangan kosong. Ia sudah memanggil namanya berulang kali, tapi tidak ada respon. Apalagi semenjak bangun, nonanya menjadi aneh. Tentu saja dia khawatir.
Gracia tidak menyadari kepergian pelayannya, karena ia masih sibuk memikirkan rencana untuk ke depannya.
Hingga suara pintu yang terbuka keras membuatnya menoleh lantaran terkejut. Seorang pria tampan dengan tubuh atletis masuk dan mendekat ke arahnya. Di belakangnya ada seorang wanita cantik yang mengikuti.
"Angel, apa ada yang sakit?" tanya pria itu dengan nada khawatir yang jelas.
Gracia menatap kedua orang paruh baya itu dengan kerutan samar. Ia tebak jika pria dan wanita itu adalah orang tua Angelicia, Gerald dan Celine.
"Angel, katakan pada kami dimana yang sakit." Kali ini Celine yang bertanya.
Tidak ingin membuat mereka semakin khawatir, Gracia menggeleng dengan senyum kecil. "Tidak ada yang sakit, Pa, Ma. Jadi tidak usah khawatir oke?"
Gerald dan Celine tertegun mendengar suara lembut Angelicia. Sejak kapan putri mereka menjadi selembut ini?
"Em, apa aku boleh istirahat dulu? Kepalaku masih sedikit sakit." Gracia memegangi kepalanya dengan raut dibuat sesakit mungkin.
Kedua orang tuanya langsung panik. "Papa panggilkan Dokter, 'ya?"
Gracia segera menggeleng kencang. Sedetik kemudian dia tersadar dan kembali memegang kepalanya, dengan lemah ia membalas. "Tidak perlu, Pa. Aku hanya butuh istirahat sejenak."
"Ya sudah kamu istirahat saja." Celine dengan lembut membantu putrinya berbaring dan tak lupa menyelimutinya.
Ia tersenyum hangat sambil mengelus kepala sang putri, lalu menyematkan kecupan kecil dikeningnya.
"Selamat tidur putri Mama."
Gerald juga ikut mengucapkan selamat tidur padanya. Hanya saja pria itu tidak mengecup keningnya seperti yang dilakukan Celine. Tetapi diganti dengan elusan lembut di kepalanya.
Setelah memastikan bahwa putrinya nyaman. Gerald dan Celine pergi keluar bersama Larissa. Saat itu juga Gracia membuka matanya kembali. Tubuhnya yang mulanya berbaring, berganti menjadi duduk.
"Gadis ini benar-benar bodoh karena telah menyia-nyiakan orang tua seperti mereka!" sarkas Gracia yang kesal mengingat Angelicia lebih memilih mengejar cintanya daripada mendengarkan ucapan kedua orang tuanya.
"Pada akhirnya dia hanya mati secara sia-sia," cibirnya.
"Tapi sekarang semuanya akan berubah. Tak ada lagi Angelicia si gadis bodoh dan kekanakan yang mengemis cinta. Sekarang hanyalah Angelicia si gadis pintar dan tak mudah ditaklukkan!"
Gracia berujar dengan penuh ketegasan. Sorot matanya begitu tajam dan penuh dengan ambisi.
"Mulai sekarang namaku adalah Elicia. Bagaimanapun juga, hidupku sebagai Gracia sudah berakhir."
Hidupnya sebagai identitas Gracia sudah berakhir semenjak kematian pada malam itu. Sekarang ia hidup sebagai identitas baru, dan harus mengganti identitas lamanya.
"Mungkin aku harus memulai semuanya dengan menyesuaikan diri di sini," gumam Gracia atau sekarang berubah menjadi Elicia.
Elicia bangkit dari ranjang sambil menyeret tiang infus. Ini di rumah keluarga Marceilious, tetapi perawatan yang didapat oleh Angelicia tidak kekurangan sedikitpun.
Elicia berjalan menuju setiap sudut kamar. Mengamatinya dengan teliti, kamar yang mewah dan indah, pikirnya. Langkahnya berhenti di depan cermin.
Mata hazelnya memandang tubuh yang memantul di cermin. Tangannya bergerak menyentuh seluruh wajahnya.
"Wajahku berubah. Tidak seperti dulu lagi, bahkan umurku sepuluh tahun lebih muda sekarang."
Jika dulu wajahnya terlihat begitu cantik dan dewasa, maka sekarang tidak lagi. Wajah ini cantik, hanya saja lebih menonjol ke manis dan imut.
Tatapan matanya berubah lebih polos dan jernih, berbeda dengan sebelumnya yang selalu terlihat dingin dan tajam.
"Tidak masalah. Meski fisikku berubah, kepribadian asliku tidak akan pernah berubah."
Elicia kembali ke ranjangnya. Ia harus memulihkan kondisi tubuhnya sebelum memulai rencananya.
...***...
Sudah tiga hari semenjak ia bangun di tubuh Angelicia. Kini tubuhnya sudah lebih sehat dari sebelumnya. Infus dan selang oksigen sudah dilepas.
Elicia bangun pada jam enam pagi. Ia mencuci muka dan bergosok gigi sebelum melakukan aktivitas paginya, yaitu berolahraga dan berjemur di bawah sinar matahari.
Tubuhnya melakukan gerakan olahraga dengan luwes. Di kehidupan sebelumnya, ia sering berolahraga dan berjemur sebelum berangkat kerja.
Hal itu sudah menjadi kebiasaannya. Jadi sekalipun raganya berubah, jiwanya tetap seperti sebelumnya. Apa yang ia suka dan tidak suka akan tetap sama.
"Nona, apa yang anda lakukan di sini?" Larissa tiba-tiba datang mengejutkan Elicia. Beruntung ia bukan orang yang latah. Jadi walau terkejut, ekspresinya masih datar.
"Menurutmu, apa yang sedang aku lakukan?" balas Elicia meneruskan kegiatan berolahraganya.
"Em, berolahraga?" jawab Larissa sedikit ragu mengingat nonanya sangat anti olahraga tiba-tiba melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Bukankah itu mengejutkan?
Elicia berdengung mendengar jawaban Larissa. Kemudian ia berbalik menatap pelayannya.
"Larissa, tolong buatkan aku jus wortel dan kupaskan buah Apel untukku," ujar Elicia.
"Jus wortel?" beo Larissa sedikit ragu dengan pendengarannya.
"Ya. Ada apa? Apakah ada masalah?" Elicia mengangkat sebelah alisnya.
Larissa langsung menggeleng cemas. "Ti- tidak, Nona. Kalau begitu akan segera ku buatkan." Gadis itu berlari ke dalam menuju dapur untuk membuatkan pesanan sang Nona.
Elicia mengangkat bahu acuh dengan respon aneh Larissa. Dia tau sebenarnya, bahwa gadis itu merasa aneh akan sikapnya yang berubah drastis. Tetapi ia mana peduli.
Sudah dikatakan bukan, jika ia akan menjadi dirinya sendiri. Ia akan melakukan apapun yang disukainya seperti kehidupannya dulu. Tidak peduli jika orang-orang di sini akan curiga padanya.
Karena Elicia hidup sesuai dengan apa yang ia inginkan tanpa terpangaruh oleh lingkungan sekitar.
Elicia berjalan menuju bangku taman. Ia duduk di sana dengan mata terpejam menikmati sinar matahari yang menerpa wajah serta tubuhnya.
Tak lama kemudian Larissa datang dengan nampan berisi pesanan Elicia, Jus wortel dan buah Apel yang sudah dikupas dan dipotong kecil-kecil.
"Nona, ini Jus dan buah yang anda inginkan," kata Larissa begitu sampai dihadapan Elicia.
Dengan mata yang masih terpejam Elicia menjawab. "Terima kasih. Kau bisa meletakan di sampingku."
Larissa menurut dan menaruh nampan itu dibangku taman, tepat di samping Elicia. Kemudian menegakan tubuh kembali dan berdiri diam di sana dengan kepala menunduk.
Beberapa menit setelahnya Elicia membuka mata. Keningnya menekuk melihat Larissa berdiri di sisi sampingnya. "Apa yang kau lakukan?"
Larissa kini menatap Elicia saat gadis itu bertanya padanya. "Menemani, Nona," balasnya.
"Menemaniku?"
"Iya." Kepala Larissa mengangguk.
Elicia menggeleng pelan. Lalu mengambil nampan buah dan jusnya, kemudian kembali menatap Larissa.
"Duduklah di sebelahku. Kakimu akan letih jika terus berdiri."
"A- a, ti- tidak perlu, Nona. Aku akan berdiri saja," tolak Larissa halus.
Elicia memberi tatapan tajam. "Duduk. Ini perintah," ujarnya penuh penekanan dan sarat tidak ingin dibantah.
Karena takut, Larissa mengangguk dan duduk di samping Elicia yang meminum jus dengan tenang. Kepalanya terus menunduk dan jari-jarinya terpaut resah.
Elicia yang menyadari keresahan pelayannya mulai menoleh dan bertanya. "Kenapa? Apa kau takut duduk bersebelahan denganku?"
Larissa terkejut mendapat pertanyaan seperti itu. "Tidak, Nona. Sa- saya tidak takut, ha- hanya saja." Ia tidak bisa melanjutkan ucapannya karena bingung.
"Kau gugup dan merasa tidak pantas. Benar?" tebak Elicia tepat sasaran.
Gadis itu mengangguk pelan. Ia benar-benar merasa gugup dan gelisah berada satu kursi bersama sang majikan. Bukankah itu terlihat tidak sopan? Ia hanya seorang pelayan, dan tidak pantas duduk berdampingan dengan majikannya.
"Rissa," panggil Elicia halus.
Larissa menoleh. "Ya, Nona?"
"Jangan terlalu gugup seperti itu. Bukankah kau pelayanku sejak kecil? Aku sudah menganggapmu sebagai teman, oh bahkan lebih dari sekedar teman."
Senyum tersungging di wajah Elicia, membuat Larissa terharu. Nona mudanya menjadi lebih dewasa semenjak sadar dari komanya.
"Terima kasih, Nona. Saya merasa tersanjung mendengar hal itu." Larissa berdiri dan membungkuk.
"Hei, tidak perlu membungkuk seperti itu. Duduk kembali!"
"Ba- baik, Nona." Tidak ingin menyulut emosi Nonanya. Larissa kembali duduk sesuai perintah Elicia.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Tracy Kay Gabriela
vote buat author..biar semangat bekarya
2025-01-15
0
Fajar Ayu Kurniawati
.
2025-01-31
0
Ari Peny
mampir dulu kelihatannya bagus
2025-01-05
0