"Tentu saja papa sangat penasaran dengan hal itu, Bian saja yang berdiri di kakinya sendiri bisa mendapatkan kontrak eksklusif dengan VH company, tapi kamu.... kamu yang di sokong dengan nama papa saja tidak bisa mendapatkannya. Bagaimana papa tidak excited ketika mendengar berita itu." ucap Zayan kemudian yang lantas membuat suasana makan malam yang tadinya hangat berubah menjadi tegang.
"Pa..." panggil Arsa memperingatkan suaminya.
"Apa lagi ma? bukankah itu memang kenyataannya? mama terlalu memanjakannya selama ini, dia itu putra sulung harusnya bisa lebih di depan dan dapat di percaya untuk memegang tongkat kepemimpinan, tapi nyatanya... mengurus vendor kecil saja gak becus, bagaimana mau memulai kerjasama yang besar?" ucap Zayan semakin mengeraskan suaranya membuat tangan Ardan yang mendengar hal itu lantas mengepal dengan erat namun tidak bisa berbuat apa apa.
"Ini meja makan pa harusnya papa lebih bisa menghargai itu ketimbang membahas yang tidak penting di sini!" ucap Arsa tak mau kalah.
"Kau selalu saja begitu bahkan lima tahun yang lalu pun ketika Ardan dan Fabian kecelakaan kau malah..." ucap Zayan namun terpotong karena mendengar suara benda jatuh yang lantas menghentikan perdebatan keduanya.
Fabian lantas bangkit dan berdiri dari tempat duduknya ketika melihat mata ketiganya sedang menatap ke arahnya dengan tatapan yang bingung akan apa yang di lakukan Fabian barusan.
"Maaf aku sengaja." ucapnya dengan nada yang datar. "Lain kali mama dan kakak tidak usah lagi meminta ku ke sini, inilah alasannya aku tidak ingin pulang. Jujur saja aku muak terus mendengar topik pertengkaran kalian selalu saja sama sejak dulu." ucap Fabian dengan nada yang tertahan karena jujur saja di sini yang terluka bukanlah hanya Ardan tapi juga dirinya.
"Bi..." panggil Arsa lirih namun Fabian hanya tersenyum sekilas menatap ibunya kemudian kembali lagi datar.
"Aku tahu maksud papa mengatakan hal itu agar membuat kak Ardan maju dan mencontoh ku, hanya saja tidakkah papa tahu bahwa aku dan kak Ardan terluka karena kata kata papa. Sejak dulu hingga sekarang papa selalu saja begitu dan tidak pernah berubah, nyatanya kepergian ku sama sekali tidak membuka mata hati papa akan kesalahan yang papa lakukan tanpa papa sengaja itu." ucap Fabian kembali yang lantas membuat Zayan terdiam seribu bahasa karena baru kali ini Fabian terlihat begitu marah akan ucapan Zayan barusan. " Satu hal lagi yang perlu papa ingat, aku mencapai kesuksesan ku itu tidaklah instan, aku juga berjuang dan berusaha lagi pula aku menuju ke titik kesuksesan bukan untuk di puji, aku sama sekali tidak gila akan pujian. Jadi aku mohon untuk papa hentikan membandingkan kami berdua karena itu tidak akan pernah ada ujungnya, sebaiknya aku pulang saja dari sini terima kasih atas makanannya." ucapnya kemudian melenggang pergi dari sana menyisakan keheningan yang tertinggal di meja makan.
Setelah kepergian Fabian dari sana Zayan lantas bangkit dan hendak melangkah pergi dari sana namun urung dan berbalik menatap ke arah Ardan.
"Kau lihat Ar... karena mu semua jadi kacau seperti ini. Jika kau tidak bisa mengembalikannya seperti semula setidaknya cobalah untuk berusaha menjadi lebih baik. Papa tidak pernah meminta mu menjadi seperti Bian hanya menjadi lebih baik, apa kamu juga tidak bisa?" ucap Zayan dengan kesal sementara Ardan hanya terap diam duduk di meja makan sambil menatap kosong ke arah piring miliknya. "Sudahlah lupakan berbicara dengan mu sama saja berbicara dengan tembok, tidak pernah ada manfaatnya." ucap Zayan lagi kemudian melangkah pergi dari sana.
"Nak..." panggil Arsa lirih sambil menggenggam tangan Ardan yang terkepal dengan rapat sedari tadi.
"Aku akan pergi ke apartment untuk sementara waktu ma, jangan mencari atau menghubungi ku untuk beberapa waktu ke depan." ucap Ardan dengan nada yang di tahan.
"Apa kamu mau meninggalkan mama juga nak?" tanya Arsa dengan tatapan yang sendu ke arah Ardan.
"Aku tidak pergi ma, hanya saja aku butuh waktu untuk menenangkan diri, Adan mohon ma..." ucap Ardan dengan nada yang memohon.
Arsa yang melihat putranya memohon lantas mulai melepas genggaman tangannya. "Pergilah nak... telpon mama jika kamu sudah merasa lebih baik." ucap Arsa pada akhirnya.
Mendapat persetujuan dari Arsa barusan membuat Ardan lantas bangkit dan langsung pergi meninggalkan Arsa sendiri di meja makan. Hati Arsa benar benar hancur ketika melihat kedua putranya pergi hanya karena masalah ini. Memang terlihat sepele namun ternyata pengaruhnya sangat besar bagi keduanya.
"Mama harus bagaimana untuk meringankan beban kalian berdua?" ucap Arsa dengan lirih sambil menatap sendu ke arah makanan yang masih tertata rapi di meja makan.
***
Sementara itu Fabian yang sedang melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi lantas langsung berhenti mendadak dan melipir di pinggir jalan. Fabian menyandarkan kepalanya sejenak pada stir mobilnya sambil mengetuk ketukan jari tangannya di dashboard. Bayangan kejadian lima tahun silam tentang kecelakaan itu mendadak kembali terlintas di benaknya. Fabian benar benar lelah akan sikap Zayan yang selalu membanding bandingkan dirinya dan juga Ardan.
"Apa papa tidak lelah terus terusan seperti ini? aku benar benar lelah membahas kembali hal ini." ucap Fabian dengan lirih pada dirinya sendiri sambil perlahan bangkit kemudian memijat pelipisnya perlahan.
Fabian benar benar tidak habis pikir dengan sikap Zayan yang terus selalu membandingkan keduanya dalam segala hal. Bukan hanya Ardan yang tertekan akan sikap papanya itu namun juga Fabian, Fabian selalu saja terluka ketika melihat sang kakak seperti depresi dan tidak kuat menhan tuntutan dari Zayan. Awalnya Fabian menganggap bahwa keputusan dirinya untuk pergi dari mansion utama adalah langkah yang paling tepat untuknya. Namun nyatanya meski sudah bertahun tahun sikap papanya tidak pernah berubah dan malah semakin jadi.
Fabian sudah sering mengalah dalam hal ini dan ia tak menginginkannya lagi kali ini. Karena sang kakak yang selalu saja merasa tertekan akan tekanan yang di berikan oleh Zayan, pada akhirnya Fabian lagi lah yang menjadi korban akan hal itu.
Tanpa Ardan dan juga Zayan ketahui Arsa selalu saja mampir ke kamarnya ketika perbandingan antara dirinya dan juga Ardan kembali di bahas oleh Zayan. Yap ketika Fabian masih di sana setiap malamnya Fabian selalu saja mendapat wejangan dan juga permohonan dari Arsa agar ia mau mengalah untuk kakaknya. Sekali dua kali Fabian masih bisa mengatasinya, namun setelah berkali kali Fabian tidak lagi sanggup menahan beban dan pada akhirnya memutuskan untuk pergi dari mansion utama.
"Mereka tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya menjadi aku? di saat semua orang termasuk papa memuji dan membanggakan ku. Tapi mama... mama malah menyuruh ku mengalah dan mundur satu langkah di belakang kak Ardan. Yang mama pikirkan hanyalah kak Ardan dan selalu kak Ardan, lalu apakah mama tidak pernah bertanya bagaimana perasaan ku?" ucap Fabian dengan nada yang lirih.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
💜Bening🍆
y berarti kedua ortunya sama2 gk bijak.. akhirnya malah melukai anak2nya...🙄😌
ini yg menjadi ortu sebenernya siapa 🙄
klo aku jd ardan.. anak cowok.. udah ada kata dr papanya tuh " klo gk mau mengembalikan..." artinya papanya berharap ardan melepas jabatannya.. yo wes lepasin aja.. mandiri usaha sendiri.. kerja apa pun meski gk tinggi jabatan.. meski cm pekerja biasa yg penting gk tertekan.. gk d remehkan... lebih d hargai..
2022-10-13
0