Setelah selesai sarapan, Alia dan Allea menaiki taksi menuju toko bunga milik Alia. Toko bunga tersebut berada di pusat kota, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil, namun cukup dikategorikan sebagai toko bunga yang di minati karena desain desain bunganya yang unik dan juga rangkaian bunga yang cantik membuat toko bunga milik Alia di gemari berbagai kalangan.
Alia bersyukur bahwa ia masih bisa memanfaatkan uang dari penjualan resto untuk membeli toko bunga meski tidak terlalu besar karena memang Alia harus bisa membagi uang penjualan resto tersebut untuk keperluan sehari hari dan juga membuka sebuah usaha. Kenapa Alia memilih toko bunga? jawabannya karena usaha bunga bisa ia kelola bersama sang kakak dan tentunya tidak terlalu memberatkannya karena Alia masih harus siap siaga merawat sang kakak.
Setelah beberapa menit taksi berhenti tepat di depan sebuah toko bunga, keduanya lantas turun dan mulai melangkah masuk ke dalam toko bersiap untuk membuka toko.
"Kakak tunggu di sini ya, Al akan buka toko dulu." ucap Alia dengan lembut sambil memberi sang kakak beberapa jenis bunga untuk di rangkai menjadi satu.
Walau Allea menderita autis namun kemampuannya dalam merangkai bunga menjadi satu kesatuan yang indah patut di acungi jempol, banyak pelanggan yang menyukai dan juga puas dengan rangkaian bunga Allea sehingga mereka sering datang ke toko dan meminta untuk di buatkan rangkaian bunga.
Setelah memastikan sang kakak nyaman dan mulai merangkai bunga yang ia beri tadi, Alia memulai bersih bersihnya sebelum toko benar benar di buka. Dikeluarkannya satu persatu tempat standing bunga dan juga beberapa pot pot yang berisi tanaman hias di luar toko, lalu menatanya dengan rapi di sana.
"Semoga hari ini semuanya lancar tanpa ada halangan apapun." ucap Alia dengan senyum mengembang di wajahnya.
Sementara itu tanpa Alia sadari, tak jauh dari sana sebuah mobil nampak terparkir di pinggir jalan. Fabian Antoine Zayan atau yang akrab di panggil Bian terlihat tengah mengawasi gerak gerik Alia dari dalam mobilnya. Tatapan penuh penyesalan tergambar jelas di wajah pria tampan itu, seakan ada dosa yang telah ia lakukan kepada Alia hingga manik matanya tak bisa lepas menatap Alia dari sana.
"Sudah lima tahun, tapi entah mengapa rasanya aku tetap merasa berdosa pada mereka?" ucapnya pada diri sendiri dengan nada yang frustasi di setiap kata katanya. "Haruskah aku melakukan sesuatu untuk mereka agar hati ku menjadi lebih tenang?" imbuhnya lagi pada diri sendiri.
Deringan ponsel milik Fabian lantas memecah konsentrasinya yang sedang fokus memperhatikan Alia sedari tadi.
"Halo bos" ucap sebuah suara di seberang sana, tepat setelah Fabian menggeser ikon berwarna hijau di ponselnya.
"Ada apa?" tanya Fabian dengan santainya.
"Kakak anda tadi datang ke resto bos, beliau meninggalkan pesan ada hal penting yang harus ia bicarakan dengan anda." ucap Valdi dengan nada yang serius.
"Baiklah nanti aku akan mampir ke tempatnya." ucap Fabian dengan datar kemudian memutus sambungan telpon secara sepihak.
Setelah sambungan telpon ia putus, Fabian lantas melajukan mobilnya pergi dari sana menuju perusahaan keluarga yang kini resmi di pegang oleh kakaknya itu.
***
Zayan company
Fabian melangkahkan kakinya memasuki ruangan CEO dengan langkah yang ringan dan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Ada apa kakak mencari ku?" tanya Fabian begitu masuk ke dalam ruangan kakaknya.
"Kamu datang datang bukannya permisi malah main nyelonong aja." sindir Ardan begitu melihat sang adik melangkah dari arah pintu mendekat kearahnya.
Dengan acuh dan tak menanggapi sindiran kakaknya, Fabian lantas malah duduk di sofa dengan santainya tanpa merasa bersalah sama sekali. Ardan hanya menghela nafasnya panjang kala melihat kelakuan sang adik yang tetap saja sama dan tak pernah berubah.
"Sudahlah kak, ini juga bukan kali pertama Bian datang ke sini jadi kakak tidak perlu terlalu terkejut seperti itu." ucap Fabian dengan santainya.
Ardan hanya tersenyum kala mendengar jawaban dari adiknya itu, ia kemudian lantas mendudukkan dirinya di sofa tepat di sebelah Fabian.
"Kapan kamu akan berubah kembali seperti dulu Bi? ini sudah lima tahun, saatnya kamu berubah, lagi pula itu bukanlah kesalahan mu sepenuhnya." ucap Ardan dengan lembut menasehati adiknya itu.
Mendengar nasehat sang kakak Fabian nampak terdiam, kejadian lima tahun yang lalu bukanlah sebuah hal kecil yang bisa di lupakan begitu saja. Butuh waktu bertahun tahun bagi Fabian untuk bangkit dan menyadarkan dirinya bahwa itu bukanlah kesalahannya, hanya saja mengapa semua orang malah terus saja menyuruhnya untuk melupakan kejadian itu tanpa bertanya apakah Fabian sudah baik baik saja atau tidak.
"Andai kakak tahu apa yang sebenarnya terjadi, kakak pasti tidak akan mengatakannya semudah itu." ucap Fabian dalam hati tanpa ingin mengucapkannya kepada Ardan. "Pasti ini karena mama kan kak?" tebak Fabian secara langsung tanpa menjawab terlebih dahulu pertanyaan dari Ardan sebelumnya.
"Bukan hanya mama, aku juga menginginkan mu kembali seperti dulu Bi." ucap Ardan dengan nada yang tulus walau di hati kecilnya rasanya ia ingin sekali menolak ucapannya barusan.
"Sudahlah kak, semua sudah ada porsinya. Perusahaan ini lebih cocok di pegang oleh kakak, aku sudah menemukan kebahagian ku. Apa kakak tidak lihat resto milik ku berkembang pesat?" ucap Fabian dengan nada sedikit sombong agar sang kakak tidak lagi mendesaknya untuk kembali dan memimpin perusahaan.
"Ya kakak tau, bukankah apapun yang kau kelola selalu berjalan dengan baik? Sungguh berbanding terbalik dengan aku yang tidak bisa melakukan apa apa." ucap Ardan dengan nada yang sendu.
Mendengar ucapan sedih kakaknya membuat Fabian merasa bersalah karena berkata sembarangan.
"Bukan begitu maksud ku kak, aku mengatakan hal itu maksudnya aku lebih cocok mengelola resto yang bisa ku buka dan ku tutup sesuka hati ku, jika untuk masalah perusahaan kakak lebih cocok dari pada aku." ucap Fabian menjelaskan kembali ucapannya agar sang kakak tidak salah paham.
"Ya ya ya tak perlu di jelaskan kakak sudah mengerti maksud mu." ucap Ardan kemudian sambil mencoba tersenyum. "Minggu depan mampirlah ke rumah, mama merindukan mu." imbuh Ardan kemudian.
"Ya nanti akan ku pikirkan untuk pulang." ucap Fabian sambil tersenyum lebar.
"Jangan coba coba untuk beralasan lagi kali ini Bi, kakak tahu apa isi kepala mu itu. Mama akan sedih jika kamu melewatkannya lagi kali ini." ancam Ardan yang tahu betul bahwa Fabian tidak akan memenuhi permintaannya.
"Iya iya aku pasti datang kali ini janji..." ucap Fabian pada akhirnya yang di tanggapi Ardan dengan senyuman.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments