Mansion utama
Ardan memasuki rumah dengan langkah perlahan. Sebenarnya ingin sekali Ardan pindah ke apartment pribadi atau bahkan menempati mansion di daerah pusat kota, hanya saja permintaan ibunya yang meminta Ardan untuk tidak pindah sebelum menikah, membuat Ardan tidak bisa berbuat apa apa dan memilih menuruti permintaan ibunya.
"Proyek taman terbuka hijau, papa dengar kamu kalah dalam tender proyek itu." ucap Aditya yang lantas mengehentikan langkah kaki Ardan ketika mendengar pertanyaan dari papanya itu.
"Iya pa, lagi pula itu hanya proyek pemerintah keuntungannya tidak terlalu tinggi jadi Ardan tidak fokus ke sana." ucap Ardan memberikan alasan.
Mendengar jawaban putranya Aditya lantas membalik korannya perlahan dan mulai berdehem.
"Tahu apa kamu tentang keuntungan, seorang pemimpin itu harusnya bisa membaca situasi, apa begitu saja kamu tidak bisa merabanya? lihat adik mu itu, bukankah dia lebih pintar membaca situasi? bahkan resto yang hampir bangkrut langsung berkembang pesat di tangannya. Belajarlah dari dia mungkin kamu akan menemukan sebuah solusi." ucap Aditya dengan santainya namun membuat Ardan kembali terluka kala lagi lagi Aditya kembali membandingkan dirinya dan Fabian.
"Tidakkah papa harusnya menghargai usaha ku sedikit saja? jika papa begitu mengagumi cara kerja Fabian, kenapa papa tidak menjadikannya penerus papa saja, beres kan?" ucap Ardan dengan nada yang kesal seakan tidak terima selalu di bandingkan dengan Fabian.
Mendengar ucapan Ardan barusan Aditya lantas menaruh koran di tangannya dengan kasar.
"Harusnya memang Fabian yang meneruskan usaha papa, jika saja lima tahun lalu kejadian itu tidak terjadi pasti Fabian sudah meneruskan usaha papa." ucap Aditya dengan nada yang meninggi.
"Pa!" panggil Arsa dengan nada yang cukup keras seakan memperingatkan suaminya untuk tidak meneruskan ucapannya.
Aditya terdiam mendengar panggilan itu, lagi lagi Arsa membela Ardan membuat Aditya tidak bisa berkata apa apa lagi.
"Papa ini, anak baru pulang kerja bukannya di sambut malah di cerca tentang pekerjaan, bukankah papa sudah pensiun? percayakan saja semuanya pada Ardan, mama yakin Ardan mampu dan bisa menjalankan perusahaan dengan baik." ucap Arsa sambil menuruni anak tangga melangkah mendekat ke arah keduanya.
"Ma pa Ardan ke atas dulu." ucap Ardan kemudian, ia benar benar lelah harus terus terusan seperti ini ketika kalah dalam sebuah tender. Bagi Ardan tender tender itu keuntungannya sangat kecil tapi bagi Aditya selalu saja kebalikannya.
"Kamu tidak makan dulu Ar?" tanya Arsa ketika melihat putranya berjalan naik ke atas menuju kamarnya.
"Nanti saja ma, Ardan belum lapar." ucap Ardan sambil terus melangkahkan kakinya naik ke atas.
"Papa ini sebenarnya kenapa sih? selalu saja membandingkan Ardan dan juga Fabian, keduanya itu berbeda pa... mereka punya kelebihan dan kekurangan masing masing yang tidak bisa disamaratakan. Jadi stop membandingkan keduanya." ucap Arsa dengan kesal setelah kepergian Ardan dari sana.
"Kamu selalu saja membela Ardan, lalu Fabian bagaimana? anak mu itu ada dua orang, adil lah sedikit jangan berat sebelah. Baik saat ini maupun lima tahun yang lalu kamu tetap saja sama tak pernah berubah." ucap Aditya dengan kesal dan melangkah pergi meninggalkan Arsa di sana. Aditya benar benar malas berdebat hal yang sama setiap harinya.
"Aku berat sebelah? lalu dengan membandingkan keduanya bukankah papa juga sama saja?" ucap Arsa kemudian yang lantas menghentikan langkah kaki Aditya.
"Papa tidak berat sebelah, yang papa lakukan adalah berdiri di sisi Fabian karena mama terus terusan memanjakan Ardan. Apa mama sama sekali tidak merindukan Fabian dan menginginkannya kembali? sudahlah aku malas berdebat, terserah mama inginnya bagaimana." ucap Aditya dengan nada yang kesal kemudian berlalu pergi dari sana.
"Tidak hanya papa, mama juga merindukannya. Mama akui ini memang salah mama, kepergian Fabian dari rumah adalah salah mama." ucap Arsa dengan nada sendu setelah kepergian Aditya dari sana.
******
Toko bunga Alia
Terlihat Alia sedang mulai mengangkati bunga bunga yang tertata di depan karena Alia akan menutup tokonya. Sedangkan Allea ia hanya diam saja dan bermain main dengan bunga bunga yang berjajar rapi dalam pot.
"Kak bisa bantu Al sebentar, apa kakak tidak ingin pulang?" ucap Alia meminta bantuan pada sang kakak.
"Tid..dak mau! itu itu kan tugas mu sebagai seorang adik." ucap Allea dengan acuhnya.
"Kakak jangan begitu dong" ucap Alia tidak terima dengan raut wajah yang kecewa.
Melihat raut wajah adiknya seperti itu membuat Allea lantas kasihan, perlahan Allea mulai bangkit dan mendekat ke arah di mana Alia berada. Ditepuknya pelan pundak Alia membuat Alia lantas bingung akan apa yang akan di lakukan kakaknya.
"Jangan menangis... jangan menangis, kau jelek kalau menangis." ucap Allea dengan pelan membuat Alia lantas tersenyum karena ternyata sang kakak masih memikirkannya walau kadang kadang memang sering kali mengesalkannya.
"Kita lakukan sama sama ya kak." ucap Alia dengan halus.
"Baiklah" ucap Allea pada akhirnya pasrah dan mau mengikuti ucapan Alia.
***
Malam hari di kediaman Alia
Seorang gadis kecil nampak berlarian sambil membawa sebuah rapot di tangannya dengan senyum mengembang di wajahnya saat itu.
"Mama dan papa pasti bangga ketika melihat aku peringkat pertama di sekolah." ucapnya pada diri sendiri dengan yakin.
Dengan langkah bahagia Alia kecil melangkah masuk ke rumah dan mencari keberadaan kedua orang tuanya. Alia melangkah dengan bahagia menuju kamar orang tuanya karena berpikir mereka pasti ada di kamar saat ini.
"Ma.." ucap Alia kecil namun kata katanya tercekat kala tanpa sengaja mendengar percakapan kedua orang tuanya.
"Mama jangan terlaku kasar dengan Alia dia juga butuh kasih sayang mu." ucap David menasehati istrinya.
"Sudahlah pa jangan terus terusan membahas itu, aku sudah berulang kali mengatakan kalau aku tidak menginginkan anak itu, aku melahirkannya untuk dijadikan penjaga Allea ketika kita tidak ada, jadi jangan papa membahasnya terus menerus karena mama lelah menjelaskannya lagi dan lagi!" ucap Tiara dengan nada yang meninggi.
"Ma semua anak itu sama tidak ada yang berbeda, jangan menghukum Alia untuk kesalahan yang tidak pernah dilakukannya." ucap David lagi.
"Jika ku bilang hentikan ya hentikan pa!" ucap Tiara kemudian dengan nada yang kesal.
Alia kecil yang semula bahagia lantas menjadi sedih kala mendengar ucapan Tiara barusan. Ditatapnya rapot di tangannya dengan sendu, meski sampai kapan pun Tiara pasti akan tetap membencinya walau Alia berjuang seperti apapun.
Hhhhhhhhh
Alia terbangun dari tidurnya, mimpi itu kembali datang lagi seakan terus terulang walau Alia tidak memintanya. Diusapnya pelan air mata Alia yang mengalir di sudut matanya tanpa ia minta.
"Sudah bertahun tahun, tapi mengapa rasanya tetap sedih ketika mengingatnya?" ucapnya pada diri sendiri.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
TDT Angreni
ceritanya bagus, masih terus menyimak. semangat terus kakak.
2023-05-18
0
💜Bening🍆
si pak aditya marahin istrinya krn d bilang gk adil.. sendirinya yg bersikap gitu ama ardan adil gak...🙄🙄
krn d rasa si istri lebih condong ke ardan dia jd gitu sikapnya ke ardan nyalah2in mulu.. gk bijak banget jd ortu apa lg dia seorg kepala keluarga🙄😒
nah sama kayak si mama alia klo gitu.. ada gitu ibu yg kayak gitu mikirnya.. beneran2 gk bijak dan gk mencerminkan seorg ibu🙄🙄😒
ini kayaknya kejadian 5thn lalu yg melibatkan fabian n ortu alia gk hanya merubah kondisi keluarga alia tp jg keluarga fabian🤔
2022-10-13
0