Keesokan harinya
Alia berdiri memandangi resto mendiang orang tuanya yang sudah ia jual dengan tatapan sendu. Sudah cukup lama dirinya tak pernah mampir ke sini sampai seorang pemuda kemarin mampir dan memberikan kartu nama yang ternyata adalah pemilik resto ini sekarang.
"Apa kita tidak masuk? di sini panas panas sekali!" gerutu Allea karena Alia sedari tadi hanya memandangi resto tersebut dari kejauhan tanpa berniat untuk masuk.
"Tidak perlu kak, kita pulang saja." ucap Alia kemudian.
Alia memutuskan untuk kembali ke toko, sepertinya ia tidak jadi menerima tawaran Fabian kemarin. Entah mengapa rasanya sangat berat bagi Alia untuk kembali melangkah masuk ke dalam, terlalu banyak kenangan menyakitkan di sana membuat Alia enggan dan memikirkan kembali tawaran dari Fabian kemarin.
"Alia... tunggu!" teriak sebuah suara dari arah pintu resto yang langsung menghentikan langkah kaki Alia dan Allea.
Alia berbalik menatap ke arah sumber suara yang baru saja memanggilnya, terlihat Fabian berlarian menuju ke arahnya membuat Alia lantas bingung harus bersikap bagaimana karena ia baru saja ingin menolak tawaran pria itu barusan.
"Alia kan?" tanya Fabian takut salah mengenali orang padahal hampir setiap hari Fabian memantau dua gadis ini, namun sebisa mungkin ia harus bisa bersikap netral dan seakan akan baru bertemu agar Alia maupun Allea tidaklah curiga padanya.
"Iya" jawab Alia singkat.
"Kamu pasti ke sini karena berubah pikiran kan? sudah ku duga, ayo masuk dan membicarakan detailnya." ajak Fabian pada keduanya.
"Em bagaimana ya sebenarnya..." ucap Alia berniat menolak tapi ucapannya malah di potong oleh sang kakak.
"Su... sudahlah ayo kita masuk di sini panas sekali." ucap Allea sambil mendorong adiknya agar maju dan masuk ke dalam.
"Benar kata kakak mu, di sini panas ayo masuk dan bicarakan detailnya di dalam." ajak Fabian lagi tidak pantang menyerah.
Pada akhirnya Alia mengikuti langkah kaki Fabian masuk ke dalam begitu juga dengan Allea yang sedari tadi mengeluh kepanasan.
**
Di ruangan Fabian
Fabian dan Alia sedang sibuk membahas tentang kontrak kerja yang akan di jalin keduanya, sedangkan Allea ia sedari tadi sudah jalan jalan mengelilingi ruangan kantor Fabian yang banyak sekali buku buku bacaan yang menarik perhatian Allea.
"Tidak ada peraturan khusus dalam kontrak ini, kamu bisa membacanya jika tidak percaya." ucap Fabian sambil menggeser sebuah kontrak kerja agar di baca oleh Alia.
Alia menerima kertas tersebut dan membaliknya satu persatu sambil mencermatinya, meski Alia tidak sepenuhnya mengerti dengan kontrak tersebut tapi Alia berusaha untuk mengambil kesimpulan dari kontrak tersebut, kelebihan, kekurangan serta hal hal apa saja yang memberatkannya agar tidak menimbulkan kerugian untuknya di kemudian hari.
"Saya suka isi kontraknya karena tidak terlalu berbelit belit." ucap Alia dengan jujur.
"Jadi bagaimana? apa kamu berminat mengerjakannya?" ucap Fabian kemudian sambil tersenyum ke arah Alia.
"Baiklah pak, di mana saya harus meneken kontraknya?" tanya Alia kemudian.
"Di sini" ucap Fabian dengan singkat sambil menunjuk tempat untuk Alia membubuhkan tanda tangannya.
Setelah tidak ada lagi yang akan di tanyakan oleh Alia, Alia dan Allea lantas memutuskan untuk pamit dari ruangan kantor Fabian. Dengan langkah perlahan keduanya lantas mulai menuruni anak tangga menuju ke area lantai satu dan pulang.
Hanya saja entah bagaimana bisa terjadi sang kakak yang berjalan di sebelahnya sedari tadi malah tidak sengaja menabrak pundak salah satu staf di resto ini.
"Aw punya mata gak sih...Oh si cupu dan kakak kesayangannya?" ucap sebuah suara yang ternyata adalah Lira teman masa SMA nya dahulu.
"Maaf kakak ku tidak sengaja menabrak anda barusan." ucap Alia sedikit membungkuk seperti enggan menanggapi ucapan Lira barusan.
Setelah di rasa cukup, Alia lantas menggandeng tangan Allea untuk pergi dari sana namun di cegah oleh Lira.
"Mau ke mana buru buru? santai saja hem..." ucap Lira dengan nada menggoda sambil memainkan rambut Allea.
"Le... lepaskan jangan sentuh aku!" ucap Allea dengan nada yang tidak suka sambil memainkan jari jarinya.
Mendengar hal tersebut Lira lantas tersenyum mengejek menatap keduanya. "Orang idiot seperti mu bisa apa ha? jangan sok..." ucap Lira dengan nada yang kasar sambil mendorong pundak Allea berulang kali.
Alia yang melihat kakaknya di tandas lantas langsung maju dan mendorong Lira dengan cukup keras hingga Lira terhuyung dan hampir terjatuh, beruntung Lira masih bisa menstabilkan tubuhnya hingga tidak sampai tersungkur dan jatuh ke lantai.
"Jangan ganggu kakak ku! kau pikir kau siapa bisa membuli dia seperti itu!" ucap Alia setengah berteriak membuat beberapa pengunjung melihat ke arah keduanya sambil berbisik bisik.
Lira yang sadar mereka sudah menjadi pusat perhatian lantas hanya menatap tajam ke arah Alia tanpa bisa membalasnya.
"Ada apa ini?" tanya sebua suara dari atas tangga membuat Alia dan Lira langsung mendongak ke atas.
"Tidak ada pak hanya kesalahpahaman saja." ucap Lira buru buru ketika melihat Fabian menuruni anak tangga melangkah ke arah mereka.
"Bu... bukan begitu..." ucap Allea hendak menyangkal namun langsung terdiam karena mendapat tatapan tajam dari Lira.
"Katakan ada apa kak?" tanya Fabian dengan lembut ke arah Allea karena Fabian tahu ada yang tidak beres di sini.
Mendapat pertanyaan tersebut Allea hanya menggeleng sambil memainkan jarinya, sedangkan Lira lantas tersenyum tipis karena ia tahu Allea tidak akan mungkin mengadukannya pada Fabian.
"Tak perlu takut kak, di sini di lengkapi dengan kamera pengawas, kita bisa melihatnya sama sama apa yang terjadi sebenarnya, bagaimana?" ucap Fabian kemudian memberikan solusi.
Perlahan lahan mimik wajah Lira mendadak berubah pucat, Lira bahkan tidak berpikir sampai di sana tadi.
"Sialan, harusnya tadi aku memikirkannya sebelum bertindak, bodoh kau La!" ucap Lira merutuki dalam hati kebodohannya.
"Tak perlu pak, ini hanya kesalahpahaman kakak saya tadi tidak sengaja menyenggol pundak mbak ini, saya tadi juga sudah minta maaf kok." ucap Alia kemudian tidak ingin memperpanjang masalah yang ada. Kenangan buruk tentangnya dan juga Lira cukup menjadi masa lalu yang ingin sekali Alia lupakan.
"Apa kamu yakin?" tanya Fabian memastikan karena ia masih berpikir ada yang tidak beres di sini.
"Iya bapak tenang saja, kalau begitu saya dan kakak saya permisi dulu..." ucap Alia dengan sopan kemudian melenggang pergi dari sana.
Fabian hanya menatap kepergian Alia dengan tatapan yang tidak bisa terbaca, Fabian tahu ada yang di sembunyikan oleh Alia hanya saja Fabian tidak bisa memaksa Alia untuk berbicara.
"Sepertinya gadis itu butuh waktu untuk membuka hatinya agar bisa lebih terbuka dengan orang lain." ucapnya dalam hati.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments