Sebuah mobil keluaran terbaru kini telah melaju membelah jalanan ibu kota malam itu, mobil tersebut di kemudikan oleh Ardan sedangkan di sebelahnya Fabian tengah duduk sambil terdiam entah apa yang tengah ia renungkan sekarang. Suasana di dalam mobil begitu hening, sepertinya kakak beradik itu tengah berselisih tegang saat ini.
"Jika kakak menginginkannya kakak boleh maju dan memimpin, aku bahkan tidak pernah mempersalahkan hal itu." ucap Fabian yang tidak tahan lagi karena sang kakak terus saja menyudutkannya sedari tadi.
"Kamu memang tidak pernah memintanya, tapi papa? papa selalu saja memilih mu karena kamu anak kesayangannya!" ucap Ardan tak mau mengalah sama sekali sambil terus melajukan mobilnya.
"Papa papa papa... kenapa selalu saja itu yang kakak ributkan! jika kakak menginginkannya kakak tinggal memintanya, beres kan?" ucap Fabian dengan nada yang meninggi.
"Masalahnya tidak semudah itu Bi..." ucap Ardan terpotong karena tiba tiba mendengar teriakan Fabian.
"Kakak awas!" teriak Fabian tiba tiba membuat Ardan terkejut, namun ketika ia menoleh ke depan mobil yang ia lajukan sudah bertabrakan dengan mobil yang ada di depannya ketika berhenti tepat di persimpangan lampu merah.
Hhhhhhhhhhh
Fabian terbangun dari mimpi buruknya, kenangan 5 tahun yang lalu tentang kecelakaan itu kembali berputar di ingatannya. Fabian mengelap peluh yang membasahi dahi dan bajunya kemudian menatap ke arah jam weker yang ada di atas nakas.
"Pukul 3 dini hari, mengapa aku masih saja terbayang akan kejadian itu? padahal ini sudah lima tahun, mengapa aku belum juga bisa melupakannya?" ucap Fabian kemudian bangkit dan berjalan ke arah balkon kamarnya.
Fabian menatap langit langit malam yang kali ini tanpa adanya satu pun bintang di sana.
"Cih bahkan bintang pun tak ingin menampakkan dirinya saat ini, seakan akan enggan untuk menemani diriku." ucap Fabian sambil tersenyum tipis.
Perlahan Fabian mulai menyalakan pemantik api dan mendekatkannya pada sebatang rokok di tangannya. Hanya ini yang bisa mengurangi rasa stres dan juga gelisah Fabian ketika perasaan bersalah tentang kejadian lima tahun yang lalu kembali terasa dan menghantuinya.
"Apa aku bisa membuat kedua gadis itu bahagia? aku bertanggung jawab penuh atas kematian kedua orang tuanya saat itu. Apa kebahagiaan saja cukup untuk menebus semua dosa dosa ku di masa lalu?" ucap Fabian pada diri sendiri bertanya tanya. "Aku terlalu naif jika hanya memberikan kebahagiaan untuk keduanya, bukankah kasih sayang orang tua tidak bisa tergantikan walau aku memberinya seribu kali lipat kebahagiaan?" imbuhnya lagi, padahal tanpa tahu bahwa hidup Alia sangatlah tertekan ketika kedua orang tuanya masih hidup dulu.
Bukan bermaksud durhaka atau apa? jika di suruh memilih Alia menginginkan kehidupan yang mana. Tentu saja Alia akan memilih kehidupan yang sekarang, walau kehidupannya yang sekarang lebih sulit tapi setidaknya batin dan mentalnya tidak tertekan seperti ketika orang tuanya masih hidup dulu.
****
Pagi harinya
Seperti biasa dan menjadi rutinitasnya sehari hari. Setelah selesai dengan rutinitas mandinya Alia beralih menyiapkan sarapan pagi untuknya dan juga Allea. Dua piring nasi goreng kini sudah tersaji di meja makan bersama segelas jus jambu kesukaan kakaknya. Dengan senyum yang mengembang Alia lantas melangkahkan kakinya menuju kamar sang kakak.
"Kak sarapan yuk" ucap Alia sambil mengetuk pintu kamar sang kakak.
Tidak beberapa lama pintu kamar Allea nampak terbuka menampilkan sosok Allea yang sudah memakai pakaian rapi siap untuk pergi keluar.
"Ayo" ucap Allea yang lantas di balas senyuman oleh Alia.
Keduanya kemudian lantas melangkah ke arah meja makan dan mulai sarapan mereka. Tidak ada pembicaraan yang berarti antara keduanya, sampai kemudian Allea nampak bertanya sesuatu hal.
"Apa kali ini kita tidak ke toko?" tanya Allea tiba tiba membuat Alia langsung mendongak menatap ke arah Allea.
"Mungkin nanti sore kalau gak besok kita baru bisa ke toko kak, soalnya aku sudah menerima tawaran pekerjaan dari pak Fabian pemilik resto kemarin." ucap Alia menjelaskan.
"Oh oke" ucap Allea singkat.
"Ada apa memangnya kak?" tanya Alia penasaran karena Allea baru kali ini menanyakan kegiatan mereka selanjutnya.
"Tidak ada, baguslah... kalau kita nanti ke sana." ucap Allea seakan enggan untuk mengatakan isi hatinya.
Alia yang tahu ada sesuatu lantas mulai menggenggam tangan sang kakak. "Kakak kangen mama ya?" tebak Alia, namun Allea hanya diam dan tak menanggapi ucapan Alia barusan. "Tak apa kak, Al tidak marah kok" ucap Alia yang langsung membuat sang kakak menoleh ke arahnya.
"Be... benarkah kamu tidak marah?" ucap Allea sambil memainkan jari tangannya karena takut.
"Iya, jika kakak kangen mama atau papa kakak bilang saja tak perlu sungkan. Nanti setelah kita dari resto kita mampir ke makam mama dan papa ya kak?" ucap Alia kemudian.
Allea yang mendengar hal itu tentu saja bahagia, dengan perasaan yang semangat Allea memakan sarapannya sambil sesekali tersenyum menatap ke arah Alia.
**
Dream Resto
Terlihat Alia tengah sibuk membuat mural di dinding resto sebelah kiri dengan cekatan dan tentu saja dengan hasil yang maksimal. Sejak kecil Alia memang suka sekali dengan menggambar dan melukis namun sayangnya ia tidak bisa menyalurkan bakatnya karena memang kedua orang tuanya yang tidak mendukung bakatnya untuk berkembang.
Sebenarnya Fabian tidak mengatakan dengan detail desain seperti apa yang ia inginkan. Kemarin Fabian hanya mengatakan agar dirinya mendesain spot spot tertentu yang dapat menarik pelanggan untuk datang ke restonya. Karena Fabian kemarin hanya mengatakan hal itu tanpa penjelasan yang detail, jadilah ia berinisiatif untuk memadupadankan lukisan dan juga beberapa desain yang sekiranya dapat menarik minat pelanggan untuk datang ke resto, tidak hanya untuk makan, namun juga untuk bersua foto.
Sedangkan Allea yang memang pandai dalam rangkai merangkai, jadilah keduanya membagi tugas masing masing di mana Alia yang mendesain tembok sedangkan Allea yang akan memberikan sentuhan akhir dengan pernak pernik maupun rangkaian bunga buatannya.
"Ternyata kamu pandai melukis ya?" ucap sebuah suara yang lantas langsung mengejutkan Alia yang tengah sibuk membuat mural.
"Eh bapak, sebelumnya saya minta maaf karena gak tanya dulu konsep apa yang bapak minta, saya hanya menggunakan insting saja tanpa bertanya terlebih dahulu apa pendapat bapak." ucap Alia dengan sopan kepada Fabian yang tiba tiba sudah berada di belakangnya.
"Tak apa aku malah menyukainya santai saja" ucap Fabian sambil tersenyum menatap ke arah Alia. "Tapi ngomong ngomong bisakah kamu memanggil ku nama saja? lagi pula usia kita tidak jauh berbeda bukan?" ucap Fabian karena risih mendengar Alia terus memanggilnya bapak.
"Oh ya memangnya bapak berapa?" tanya Alia lagi dengan penasaran.
"Saya 27 tahun, bukankah tidak setua itu hingga mengharuskan mu memanggil ku bapak?" ucap Fabian dengan percaya diri.
"Em maaf saya baru 22 tahun... pak" ucap Alia sambil tersenyum.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
💜Bening🍆
jd kecelakaan 5thn lalu krn pertengkaran febian dan ardan🤔
2022-10-13
0