"Ruby! kamu dari mana saja? kenapa wajah kamu, pucat?" Adijaya dan Adelia dengan cepat langsung menghambur menghampiri Ruby.
Sementara itu, Arka bergeming dan menatap Ruby dengan tatapan yang sukar untuk dibaca, dari tempatnya berdiri.
"Aku tadi malam menginap di rumah Papa, Pa. Maaf kalau aku merepotkan!" ucap Ruby, berbohong.
"Masih saja dia mau berbohong? apa maksud dia? apa dia mau cari muka di depan,Papa? bisik Arka pada dirinya sendiri. Entah kenapa kebenciannya pada Ruby masih belum hilang sepenuhnya.
"Kamu sama sekali tidak pintar berbohong, Ruby. Kalau kamu menginap di rumah papamu, tidak mungkin kamu masih mengenakan gaun ini. Lagian, tadi papamu baru saja menelpon ke sini, untuk mencarimu. Kamu tidur di mana tadi malam?" ucap Adijaya,yang nada suaranya tersebut sangat lembut.
"Maaf, Pa, kalau aku sudah buat kalian khawatir. Tadi malam aku pingsan di jalanan, dan ada orang yang membawaku ke rumah sakit. Jadi, semalaman aku menginap di rumah sakit," jelas Ruby, masih berusaha untuk tersenyum.
"Apa? kamu di rumah sakit?" suara Adijaya meninggi. Sementara itu, Arka tidak kalah kagetnya, tapi dia berusaha untuk tetap bersikap seperti biasa, seakan kabar mengenai apa yang terjadi pada Ruby itu, bukan lah hal yang penting.
"Kenapa kamu tidak memberikan kami kabar? dan bagaimana keadaanmu sekarang? wajahmu masih sangat pucat, kenapa kamu sudah pulang dari rumah sakit?" Adijaya kembali melontarkan, pertanyaan yang beruntun tanpa memberikan Ruby kesempatan untuk menjawab.
"Aku sudah mendingan, Pa. Hanya butuh istirahat saja," jawab Ruby, masih tetap tersenyum.
"Kak, sebaiknya kakak sarapan dulu, baru kakak minum obat dan istirahat," Adelia buka suara sembari memberikan urutan ringan di bahu Ruby.
"Emm, aku tadi sudah sarapan dari rumah sakit dan juga sudah minum obat. Apa sekarang aku bisa pergi istirahat?" tanya Ruby penuh harap. Dia benar-benar takut, ibu mertuanya melarangnya untuk istirahat dan justru memintanya membantu asisten rumah untuk melakukan pekerjaan rumah, seperti biasanya.
"Ya udah, kamu istirahat saja!" ucap Adijaya, mempersilakan.
Ruby tidak langsung beranjak pergi. Wanita itu justru mengalihkan tatapannya ke arah Rosa yang kini juga tengah menatapnya.
"Apakah boleh, Ma?" tanya Ruby memastikan.
Rosa tercenung, tidak langsung menjawab. Entah kenapa, mulut yang biasanya mudah untuk melontarkan kata-kata sinis itu, serasa kaku untuk mengeluarkan suara.
"Tidak boleh ya, Ma?" suara Ruby terdengar sangat lirih.
"Emm, ya udah kamu istirahat aja," pungkas Rosa akhirnya, membuat mata Ruby membesar, terkesiap kaget. Dia tidak menyangka kalau wanita setengah baya itu, akan memberikan dia izin.
"Terima kasih,Ma. Kalau begitu, aku izin pergi ke kamar," Ruby berbalik dan berlalu pergi.
Sebelum naik ke atas, Ruby lebih dulu menatap ke atas. "Apa kandunganku akan kuat jika aku menaiki tangga ini? Bagaimanapun itu aku harus kuat," batin Ruby, yang seketika mengingat pesan dokter tadi, kalau dirinya harus mengusahakan menghindari yang namanya naik turun tangga.
"Ya Tuhan, Engkau tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diriku. Aku berharap agar Engkau, ikut andil menjaga kandunganku," doa Ruby, sebelum akhirnya dia menaiki tangga dengan perlahan.
Sementara itu, di ruang makan, Adijaya menatap Arka dengan mata yang terpicing.
"Kenapa kamu masih ada di sini? apa kamu tidak mau menyusul istrimu?"
"Buat apa aku menyusulnya? aku masih butuh penjelasan Papa, kenapa papa lebih memilih aku menikah dengan Ruby dibandingkan Jelita? Papa tahu jelas kan kalau aku sangat mencintai Jelita?" nada bicara Arka terdengar menuntut.
"Karena menurut Papa dia kurang baik untukmu. Belum jadi istri, tapi dia sudah bertindak seakan-akan kamu itu adalah milik dia satu-satunya dan harus selalu kamu prioritaskan. Kamu bahkan hampir tidak punya waktu buat keluarga semenjak menjalin hubungan dengannya. Kamu harus tetap bersedia menjemput dia kalau dia minta, walaupun kamu sakit atau sedang ada pertemuan penting. Bukannya itu egois?" tutur Adijaya panjang lebar tanpa jeda.
"Tapi, aku melakukannya dengan ikhlas, Pa. Itu aku lakukan karena aku sangat mencintainya." Ujar Arka.
"Tapi, cintamu membuat kamu jadi bodoh,"
"Benar kata Papa. Cinta Kak Arka pada Kak Jelita, membuat Kakak jadi bodoh," Adelia buka suara menimpali ucapan Papanya.
"Dulu aku memang tidak terlalu menginginkan kalau Kakak menikah dengan kak Jelita, karena semenjak, Kakak menjalin hubungan dengannya, Kakak selalu mengabaikanku dan kita tidak pernah saling bercanda lagi, seakan waktu Kakak semuanya hanya untuk dia. Tapi, memang aku lebih tidak suka, melihat Kak Ruby, karena membuat Kakak berubah menjadi dingin. Dulu, aku merasa dibandingkan Kak Ruby, lebih baik Kakak menikah dengan Kak Jelita, walaupun Kakak cuek, tapi setidaknya Kakak tidak berubah jadi jahat. Tapi, sekarang aku menyadari, bukan Kakak itu yang membuat Kakak berubah dingin, tapi itu diri Kakak sendiri," lanjut Adelia, mengungkapkan isi hatinya dengan panjang lebar.
Arka bergeming, diam seribu bahasa, tidak berani untuk membantah karena yang dikatakan oleh papa dan adiknya itu benar adanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Arka masuk ke dalam kamar, dan melihat Ruby yang terbaring lemah di atas sofa. Wanita itu kini sudah mengganti gaunnya dengan pakaian rumahan.
Sementara Ruby yang menyadari kehadiran Arka, membuka matanya untuk sepersekian detik, dan dia pejamkan kembali di detik berikutnya.
Apa yang dilakukan Ruby tentu saja membuat Arka,marah. Pria itu merasa tidak dianggap oleh Ruby. Rasa simpati dan penyesalan yang awalnya sudah mulai timbul di hatinya menguap seketika, begitu melihat sikap Ruby. ditambah dengan pikiran jelek yang tiba-tiba berkelebat di pikirannya.
"Hei, Ja*Lang! jangan karena Papa membelamu, kamu jadi bersikap kurang ajar seperti ini ya? bangun kamu!" bentak Arka sembari menendang sofa.
Ruby, kembali membuka matanya dan duduk.
"Ada apa sih, Mas? Apa Kamu kecewa karena aku masih hidup? maaf kalau membuatmu kecewa. Itu berarti, Tuhan masih melindungiku, Mas," ucap Ruby lirih.
"Sialan kamu! Aku memang menginginkan kematianmu, tapi tidak sekarang. Aku menginginkan kamu mati setelah aku bahagia dengan Jelita, baru aku puas." ucap Arka, tanpa memikirkan perasaan Ruby.
"Sekarang jelaskan! kamu tadi malam tidak benar-benar pingsan dan dibawa ke rumah sakit kan? kamu pasti menghubungi laki-laki teman SMA mu itu, dan pergi bersamanya, benar kan? Kamu mau menyebarkan pancingan, karena dia merupakan sasaran empuk bagimu, iya kan? kamu benar-benar wanita bermuka dua!" tukas, Arka dengan nada yang berapi-api. Entah darimana datangnya pemikiran itu, di kepala pria itu. Hingga tanpa sadar membuat dirinya murka.
"Sumpah demi apapun, aku tidak bertemu dengannya dan aku benar-benar dibawa ke rumah sakit oleh seseorang," Ruby, berusaha menyakinkan Arka kalau tuduhan pria itu sama sekali tidak benar.
Arka mendengus dan berdecih. "Cih, kamu kira aku akan semudah itu percaya? tidak akan!" ucapnya dengan bibir yang menyeringai sinis.
"Terserah, kamu kalau mau percaya atau tidak! tapi aku benar-benar tidak berbohong. Sekarang boleh tidak aku istirahat lagi? kepalaku benar-benar pusing," suara Ruby kembali terdengar lemah.
"Hei,aku belum puas dengan jawabanmu. Ok, lah kamu di rumah sakit, tapi yang membawamu ke rumah sakit pasti laki-laki itu kan? JAWAB!" suara Arka meninggi, benar-benar kesal.
"Mas, sampai berapa kali aku harus bilang kalau aku dan dia sama sekali tidak bertemu lagi. Tapi, kalau seandainya dia yang membawaku ke rumah sakit, apa urusanmu? kenapa kamu semarah ini? Bukannya seharusnya kamu tidak peduli, dengan siapapun aku dekat?"
Arka terdiam, tidak tahu mau menjawab apa. Dia tidak menyangka kalau Ruby akan melontarkan pertanyaan seperti itu, karena dia sendiri saja bingung kenapa dia bisa semarah itu.
"Aku hanya tidak mau nama baik keluargaku, hancur dengan skandal yang kamu buat. Hanya itu! Kamu jangan sampai mengira kalau aku cemburu," ucap Arka akhirnya, memberikan alasan.
"Aku tidak pernah berpikir kalau kamu cemburu. Kamu aja yang berpikir seperti itu. Kenapa kamu bisa sampai berpikir kalau aku akan memiliki pikiran kalau kamu cemburu?" Ruby, memberikan serangan balik, membuat Arka kembali terdiam untuk beberapa saat.
" Arghh,jangan mengalihkan pembicaraan! kamu jujur saja, kamu menghubungi laki-laki itu, dan memintanya membawamu ke rumah sakit kan?" Arka kembali melontarkan tuduhannya.
"Aku sudah jawab dari tadi, dan aku sudah jujur. Terserah kamu, mau percaya atau tidak. Sekarang, tolong izinkan aku untuk istirahat sejenak," mohon Ruby dengan wajah memelas.
"Tidak bo__" Belum sempat Arka menyelesaikan ucapannya, handphonenya tiba-tiba berbunyi. Pria itu melihat ada nama Pandu di layar ponselnya.
"Ada apa?" ucap Arka tanpa basa-basi, karena rasa kesalnya belum hilang.
"Ka, tadi malam aku menemukan istrimu pingsan di jalanan dan aku membawanya ke rumah sakit. Aku sudah mencoba menghubungimu, tapi nomormu tidak bisa dihubungi, apa istrimu sudah pulang ke rumah?"
Arka seketika langsung terdiam sembari melirik ke arah Ruby.
"I-iya, sudah!" jawab Arka, lirih.
"Syukurlah! jaga dia baik-baik! kali ini kamu benar-benar sudah kelewatan!" ucap Pandu dengan tegas.
"Bukan urusanmu!" jawab Arka sembari memutuskan panggilan secara sepihak.
Bukannya minta maaf, karena sudah menuduh Ruby, Arka justru melangkah menuju balkon.
Tbc
Mohon untuk tetap di like dong. Tinggalkan komentar juga. Kalau berkenan, bolehlah kasih vote dan hadiah. 😁🙏🏻🙏🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Eity setyowati
terlalu kejam udah lah ditinggalin aja bakalan nysel nanti apalagi ada sikembar 3 nangis gulung gulung dan sujud dia
2024-03-26
0
Soraya
dh q ksh sekuntum y thor
2023-12-17
0
Denzo_sian_alfoenzo
ya ampun arkan bs2nya lu pcrn sma jelita jd bodoh nikah sma ruby ttp bodoh 😭
2023-12-03
0