"Mama, lihat siapa yang aku bawa!" teriak Arka dengan suara riang. Suara yang tidak pernah terdengar lagi, selama empat tahun ini.
Rosa dan Adelia yang kebetulan sedang duduk di sofa sembari bercengkrama, kaget dan langsung menoleh ke arah datangnya suara.
Mata kedua wanita berbeda usia itu, sontak membesar ketika melihat sosok wanita yang berdiri di belakang Arka.
"Jelita!"
"Kak Jelita!" seru keduanya bersamaan.
Ya, entah apa yang dikatakan Arka tadi di mobil, sehingga hati Jelita melembut dan mau diajak Arka ke rumah untuk menemui mamanya. Tapi, yang jelas Jelita tadi sempat mengaku kalau sebenarnya dia belum benar-benar bisa melupakan Arka dan masih memiliki perasaan pada pria itu. Dia juga mengatakan kalau sebenarnya dia masih sering berharap bisa kembali bersama dengan Arka. Dengan memasang wajah sedihnya, dia mengatakan kalau itu sama sekali tidak mungkin, mengingat Arka yang sudah memiliki istri.
"Hai,Tante, Adel!" sapa Jelita, sembari memamerkan senyum manisnya.
Rosa bergeming, bingung mau memeluk Jelita atau diam saja di tempatnya. Tapi, yang jelas melihat binar wajah Arka, membuat wanita setengah baya itu, merasa bahagia. Berbeda dengan Adelia, adik perempuan Arka itu, justru menatap tidak senang ke arah Jelita.
"Jelita, kamu kemana saja? apa kamu baik-baik saja?" Rosa akhirnya memutuskan untuk menghampiri Jelita, yang langsung merentangkan kedua tangannya, memeluk Rosa.
"Seperti yang Tante lihat, kalau secara fisik aku sehat, tapi ... Tante pasti tahu bagaimana kondisi batinku yang kurang baik-baik saja," jawab Jelita sembari memasang wajah sendunya.
"Cih, sepertinya dia mulai memainkan dramanya. Aku gak yakin kalau batin dia masih terluka. Dasar wanita manipulatif," batin Adelia sembari menatap Jelita, sinis.
" Adel, apa kabar?" Jelita mencoba ramah pada Adelia, walaupun dia tahu kalau gadis itu dari dulu kurang menyukainya.
"Nggak usah basa-basi dan sok lembut! kamu pasti punya mata, dan bisa lihat kalau aku baik-baik saja. Tapi, nggak tahu deh sebentar lagi. Bisa saja, gula darahku akan naik, kalau lama-lama melihatmu," sahut Adelia dengan nada sarkas.
"Adel! Yang sopan kamu!" bentak Arka.
"Sopan? sikap sopanku, akan aku tunjukkan pada orang yang pantas menerimanya," tolak Adelia, masih tetap tatapan sinisnya.
"Adelia, jaga ucapanmu! jangan kurang ajar!". suara Arka kembali meninggi.
"Arka, sudahlah! jangan membentak Adelia! mungkin dia masih tidak menyukaiku, sama seperti dulu!" ucap Adelia dengan lembut. Ucapannya benar-benar dari hati atau hanya dari mulut saja hanya dia lah yang tahu.
"Cih, mulai lagi dramanya!" umpat Adelia, dengan sudut bibir yang ditarik sedikit ke atas.
"Tahu nggak, ada yang lebih menakutkan dari drakula. Kamu mau tahu apa itu?" tanya Adelia, ambigu.
"Apa itu?" Jelita mengrenyitkan keningnya.
"Dramamu!" sahut Adelia, santai.
"Adelia!" Arka mengayunkan tangannya hendak memukul adik perempuannya itu. Untung dia masih sadar, sehingga tangannya hanya tergantung di udara.
"Kenapa, Kakak berhenti? ayo pukul!" Adelia malah semakin mendekatkan wajahnya ke arah Arka.
Arka menarik napas berat, sembari menurunkan tangannya. Pria itu terlihat benar-benar menahan amarahnya.
"Inilah, yang aku tidak suka dari Kakak. Karena dari dulu, Kakak selalu membela wanita ini. Kalau dia benar dan aku salah, aku sama sekali tidak ada masalah, kalau Kakak membelanya, tapi masalahnya, Kakak membelanya tanpa tahu apa masalah sebenarnya. Bagi, Kakak dia selalu benar. Kakak tidak menyadari kalau wanita yang kata kakak baik ini, sangat pintar, memanipulasi keadaan,"
Plak...
Kali ini tangan Arka benar-benar mendarat di pipi Adelia.
"Arka! kenapa kamu menampar adikmu!" tegur Jelita dan dengan sigap hendak menyentuh pipi Adelia.
"Jangan sok baik di depanku! bilang saja, kalau kamu suka, aku ditamparkan?" tukas Adelia, sembari menepis tangan Jelita.
Jelita, tidak menjawab, melainkan hanya tersenyum.
"Arka, kenapa kamu memukul adik kamu, Nak?" kali ini Rosa yabg dari tadi hanya diam saja, buka suara menegur putranya.
"Maaf! aku refleks melakukannya. Aku __"
"Tidak perlu minta maaf! aku tidak butuh maaf, Kakak!" potong Adelia sembari berlalu pergi.
Selepas, tubuh Adelia menghilang, Jelita mengedarkan tatapannya ke segala penjuru, seperti mencari keberadaan seseorang yanv dari tadi tidak muncul. Siapa lagi yang dia cari kalau bukan Ruby.
"Tan, di mana istrinya, Arka? apa dia sedang keluar?" akhirnya Jelita memberanikan diri untuk bertanya.
Rosa tidak langsung menjawab. Wanita setengah baya itu justru menatap ke arah Arka terlebih dulu.
"Emm, dia tidak pergi ke mana-mana. Mungkin dia lagi ada di kamar," sahut Rosa, akhirnya. Wanita itu berusaha untuk tetap tersenyum ke arah Jelita.
"Oh, begitu? kenapa dia tidak ada di sini mengobrol bersama Tante?" Jelita terlihat mulai memancing.
Rosa menghela napasnya dengan cukup berat seperti merasa kesal.
"Aku tidak akrab dengannya. Selama empat tahun ini, kami tidak pernah duduk berdua berbicara seperti halnya mertua dan menantu,"
"Aduh, kenapa bisa begitu? padahal, mengobrol dengan Tante sangatlah menyenangkan," Jelita berdecak, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dia sangat berbeda denganmu, Sayang. Dia tidak sesupel dan semodis kamu,jadi tidak cocok dengan Tante," Rosa sedikit merasa tersaingi dengan pujian Jelita yang mengatakan kalau mengobrol dengannya adalah hal yang menyenangkan.
"Oh, seperti itu! Tapi, seharusnya Tante harus lebih pendekatan dengannya. Bisa saja dia merasa sungkan pada Tante kan? kasihan dia, kalau merasa dimusuhin sama, Tante." nada bicara Jelita benar-benar lembut.
"Waduh, kamu memang sangat baik, Jelita! kamu sudah disakiti olehnya, tapi kamu masih memikirkan dan kasihan padanya," puji Rosa sembari mengelus lembut kepala Jelita.
"Tentu saja, wanita itu berbeda dengan Jelita, Ma. Mereka berdua bagaikan langit dan bumi. Yang satu bidadari dan yang satu lagi ... ahhh,Mama jawab aja sendiri dalam hati," Arka kembali buka suara, setelah merasa sedikit tenang.
"Hush, Kamu nggak boleh seperti itu, Arka. Bagaimanapun dia itu istrimu! harusnya, sebagai seorang suami kamu harus menutupi keburukan istrimu.
"Kamu jangan terlalu baik, padanya,Jelita!ingat, dia adalah penyebab kita berpisah!" Arka menunjukkan rasa tidak sukanya ketika mendengar ucapan Jelita yang masih saja berusaha untuk berkata baik tentang Ruby.
Sementara itu, di anak tangga, tampak Ruby yang berniat turun hendak mengambil minum, berdiri seperti patung. Wanita itu benar-benar kaget melihat kehadiran seorang wanita yang sangat dia kenal.
Di saat bersamaan, Jelita juga tanpa sadar melihat ke arah Ruby.
"Eh,hallo! " sapa Jelita dengan sikap yang sangat sopan.
Ruby tidak menjawab sama sekali. Wanita itu, hanya menatap Jelita dengan tatapan datar.
"Hei, kamu dengar tidak, kalau Jelita menyapamu? kenapa kamu tidak menyahut? kamu tuli ya!" bentak Arka, merasa tidak senang dengan sikap Ruby.
"Sudahlah, Arka! mungkin dia merasa terganggu dengan kehadiranku! dan aku cukup memakluminya. Sekarang, sebaiknya aku pulang saja," Jelita meraih tasnya dan hendak berlalu pergi. Namun dengan sigap Arka langsung menahan Jelita.
"Untuk apa kamu pergi?dia bukan tuan rumah di sini,kamu duduk saja!" titah Arka, sembari melirik sinis ke arah Ruby. Raut wajah Ruby sekarang terlihat sendu. Hatinya benar-benar sakit mendengar ucapan Arka, yang jelas-jelas mengatakan kalau dirinya bukan bagian dari rumah ini.
"Ta-tapi, Arka, aku benar-benar merasa tidak enak," Jelita masih berusaha untuk menolak.
"Tidak ada tapi-tapi! kamu duduk saja dan tidak usah pedulikan dia," Arka membantu Jelita duduk kembali dengan sangat lembut, hal yang tidak pernah sama sekali dirasakan oleh Ruby.
"Ruby, kenapa kamu masih berdiri di sana? kamu ke dapur dan ambilkan minum untuk Jelita!" Rosa mamanya Arka, menyuruh Ruby tanpa perasaan, seakan-akan Ruby adalah seorang pembantu.
"Eh, tidak perlu, Tante. Biar aku ambil sendiri nanti," Jelita mencoba untuk menolak.
"Kamu ini tamu,jadi kamu tidak pantas untuk mengambil minum sendiri. Biarlah dia yang mengambil minum ke dapur," ucap Rosa dengan lembut, kemudian kembali beralih ke arah Ruby. "Kenapa kamu masih diam? ayo ambil minumnya Jelita!" titah Rosa lagi.
"Baik, Ma!" sahut Ruby dengan lirih sembari berjalan menuju dapur.
"Tante, izinkan aku ke dapur membantunya ya? aku benar-benar merasa tidak enak," pinta Jelita, dengan wajah memelas.
"Tapi, nanti Tante takut kalau dia berbuat macam-macam padamu," ucap Rosa berat hati.
"Tidak akan, Tante. Aku yakin kalau dia itu baik,"sahut Jelita, meyakinkan.
"Kamu memang sangat baik, Sayang. Ya udah, kamu tante izinkan, tapi, hati-hati ya!"
"Baik, Tan!" Jelita bangkit berdiri dan beranjak menuju dapur.
Jelita melihat Ruby yang membelakanginya. Wanita itu berjalan, menghampiri Ruby dengan sebuah senyuman sinis di bibirnya.
"Hai, Ruby! tugasmu sudah selesai! aku sudah kembali!"
Tbc
Makin panas nih kayanya? Ada kipas nggak sih?😁😁😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
vina maria
ayo rubi tinggalkan sj toh jelita juga sdh kembali
2024-08-07
0
vina maria
hmm trnyata benar, jelita dibalik semua ini.
2024-08-07
0
schianthus
pake ac aja thor.
2024-02-02
0