Ruby, keluar dari dalam kamar mandi, setelah dirinya baru selesai membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian.
Malam ini, udara di kamar itu benar-benar terasa dingin baginya. Ingin sekali dia meminta Arka untuk menaikkan suhu AC, tapi dia tidak cukup berani untuk mengatakannya. Alhasil, dirinya lebih memilih untuk berbaring di sofa, dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
Malam, kini semakin larut. Arma tiba-tiba terbangun, karena mendengar suara Ruby yang mengigau.
"Arghh, sial! bisa-bisanya dia mengigau, benar-benar mengganggu tidurku!" Arka turun dari atas ranjang dan berjalan menghampiri Ruby. Pria itu tidak lupa membawa sesuatu yang akan dia gunakan untuk membangunkan Ruby, agar tangannya tidak menyentuh wanita itu.
Mata pria itu seketika membesar, ketika melihat tubuh Ruby yang menggigil. Tanpa sadar, pria itu meraba kening Ruby.
"Wah, kepalanya panas sekali! sepertinya dia demam. Apa yang harus aku lakukan sekarang?" batin pria itu yang seketika panik.
Arka, tanpa sadar berlari keluar dari dalam kamar, menuju dapur untuk mengambil air hangat guna mengompres kepala Ruby. Pria itu juga tidak lupa untuk mengambil obat demam yang memang selalu tersedianya di rumahnya.
Sesampainya di kamar, pria itu dengan telaten mulai mengompres kepala Ruby, menggunakan air dan handuk kecil yang dia bawa. Kemudian, dia mengangkat kepala Ruby dan memasukkan obat ke dalam mulut wanita itu. Ruby, menelan obat itu antara sadar dan tidak sadar.
Kemudian, Arka mengayunkan kaki melangkah menuju lemari tempat di mana biasanya selimut di simpan. Dia meraih sebuah selimut yang cukup tebal dan berjalan kembali menghampiri Ruby. Lalu,dia menutup tubuh Ruby dengan selimut.
"Haish, membuat orang repot aja!" umpat Arka sembari meraih remot AC, dan menaikkan suhu AC tersebut.
Arka baru saja hendak melangkah kembali ke tempat tidur, tapi dia urungkan ketika tiba-tiba dia mendengar Ruby kembali mengigau.
"Ma, kenapa sih kamu pergi terlalu cepat? kenapa kamu tidak membawaku sekalian?" ucap Ruby dengan mata yang tertutup, tapi dari sudut mata wanita itu terlihat mengeluarkan air mata.
"Mama menyelamatkan nyawaku, agar aku bisa hidup bahagia kan? tapi apa mama tahu, semenjak mama pergi, justru itu adalah awal dari penderitaanku. Papa dan Kakak selalu menyalahkanku, mengatakan kalau aku ini penyebab mama meninggal. Papa selalu mengatakan kalau aku penyebab orang yang dicintainya pergi, Ma. Apa benar ini salahku? harusnya mama jangan menyelamatkanku hari itu, kalau akhirnya aku hidup menderita seperti ini. Ma,aku capek! aku mau ikut mama aja. Tolong jemput aku, Ma. Aku sudah capek dipandang hina oleh semua orang. Bahkan suamiku juga memandangku hina. Aku tidak salah, Ma! aku benar-benar tidak salah. Dulu mama bilang,kalau sebagai seorang perempuan, jangan mau terlihat lemah, dan harus bisa kuat apapun masalah yang kita hadapi. Apa menurut mama aku masih kurang kuat? Aku sudah berusaha untuk tetap kuat selama bertahun-tahun, Ma,tapi sekarang aku benar-benar capek. Ternyata fisik yang lelah, tidak sebanding dengan batin yang lelah, seperti itulah yang aku rasakan sekarang, Ma. Batinku benar-benar lelah. Aku tidak tahu, sampai kapan aku bisa bertahan dengan semua hinaan yang aku terima," Ruby meracau dengan air mata yang tidak pernah berhenti mengalir.
Arka bergeming, mematung mendengar semua ungkapan Ruby yang terdengar sangat lirih.
"Apa benar kalau dia sudah menderita sebelum denganku? Dia bilang dia tidak salah? tidak salah bagaimana? apa karena alasan ingin bisa hidup bahagia terlepas dari keluarganya, makanya dia akhirnya berniat menjebakku?" Arka benar-benar gagal paham dengan maksud ucapan Ruby.
"Tapi, apapun itu,dia tetap salah. Dia sudah membuatku berpisah dengan Jelita, dan itu benar-benar sulit untuk aku maafkan," bisik Arka pada dirinya sendiri.
"Aku tidak boleh terkecoh dengan apa yang sudah dia alami selama ini. Aku harus tetap fokus, untuk membuat dia menderita dengan pernikahan ini, sampai dia menyesali perbumbuan dulu, dan memili untuk menyerah," Arka kembali menatap Ruby dengan tatapan sinis.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Tuan putri itu belum bangun juga jam segini?" ucap Rosa sembari melihat ke arah kursi di samping Arka yang masih kosong.
"Tadi malam dia sakit!" sahut Arka dengan nada datar, tanpa ekspresi sedikitpun.
"Oh, sepertinya Tuhan mulai menghukumnya," Rosa menyeringai sinis.
"Mama! tidak boleh seperti itu!" tegur Adijaya dan Adelia hampir bersamaan.
Rosa terkesiap kaget mendengar Adelia yang tiba-tiba ikut menegurnya. Kalau tadinya itu hanya suaminya, dia tidak terlalu heran, tapi Adelia? benar-benar di luar nalar.
"Sejak kapan kamu membela wanita licik itu?" nada bicara Rosa terdengar menuntut dan tatapannya, menyelidik. Bukan hanya Rosa yang curiga, tapi demikian juga dengan Arka. Ingatannya mengenai kejadian tadi malam di mana Adelia juga terlihat hendak membela Ruby, kembali berkelebat di kepalanya.
"Aku tidak membela Kak Ruby, aku hanya merasa kalau ucapan mama sudah kelewatan," Adelia mencoba menyangkal.
"Sejak kapan kamu memanggil wanita itu Kakak?" Rosa semakin terlihat curiga.
Adelia terdiam, bingung mau menjawab apa. Akhirnya dia lebih memilih untuk diam saja dan melanjutkan makannya.
"Apa kamu mulai dipengaruhi wanita licik itu?"Rosa semakin curiga, melihat putrinya yang diam saja.
"Tidak sama sekali,Ma! aku hanya tidak mau kalau sedang makan begini, ribut-ribut. Itu sama sekali tidak baik," Adelia dengan sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Yakin, kalau hanya karena itu? tapi, kenapa mama merasa kalau sikap kamu ini mencurigakan ya?" Rosa masih belum sepenuhnya percaya dengan alibi yang diutarakan oleh Adelia.
"Udah, udah! sekarang kita lagi sarapan! jangan membuat suasana sarapan ini tidak nyaman karena masalah yang tidak penting,". akhirnya Adijaya kembali buka suara, menghentikan perdebatan istri dan putrinya.
"Aku sudah selesai! aku mau kembali ke kamar," Arka berdiri dari kursinya dan beranjak pergi.
"Arka!" panggil Rosa, sebelum putranya itu melangkah jauh.
Arka menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya, menoleh ke arah mamanya.
"Ini kan hari Minggu. Apa kamu tidak akan pergi ke mana-mana? biasanya kan hari Minggu begini kamu akan pergi, karena tidak nyaman dengan adanya wanita itu di rumah ini?"
Arka tercenung. Dia hampir saja melupakan kebiasaannya itu. "Haish, Kenapa aku tiba-tiba ingin tinggal di rumah hari ini? benar-benar menyebalkan!" umpat pria itu di dalam hati.
"Aku kembali ke kamar bukan untuk melihat kondisi wanita itu. Aku hanya ingin berganti pakaian dan pergi," pungkas Arka sembari ingin melanjutkan langkahnya.
"Arka! tunggu dulu!" lagi-lagi Arka berhenti melangkah, karena mendengar namanya dipanggil lagi, dan kali ini dari papanya.
"Kamu sebaiknya,membawa makanan pada Ruby. Dia juga perlu sarapan, agar bisa minum obat," titah Adijaya.
"Pa, jangan minta aku melakukan hal ini! suruh aja bibi yang mengantarkan makanan untuknya. Maaf!" Arka kembali melanjutkan langkahnya.
"Papa sudah tahu, kalau Arka sangat membenci wanita itu, bisa-bisanya papa meminta dia untuk membawakan makanan, tentu saja dia menolak," sudut bibir Rosa menyeringai sinis.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ruby, membuka matanya perlahan-lahan,lalu memijat kepalanya yang masih terasa pusing. Kemudian, wanita itu mencoba untuk duduk. Wanita itu, kaget karena tiba-tiba ada handuk kecil yang jatuh ke pangkuannya.
"Handuk?" Ruby, melihat ke sekeliling. Dia semakin kaget, karena melihat ada mangkok yang berisi air.
"Apa yang terjadi tadi malam? apa aku demam?" bisik wanita itu pada dirinya sendiri.
Wanita itu kemudian semakin kaget ketika melihat ada selimut baru yang menempel di tubuhnya.
"Siapa yang melakukan semua ini? tidak mungkin mas Arka kan? Dia tidak mungkin sebaik itu, mau melakukan ini semua," lagi-lagi Ruby berbicara pada dirinya sendiri.
Di saat bersamaan, tiba-tiba pintu terbuka. Arka masuk dengan raut wajah datar. Pria itu menatap Ruby dengan wajah datar, dan Ruby menatap Arka dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Emm, apa kamu yang melakukan ini semua?" tanya Ruby dengan nada yang sangat hati-hati.
"Jadi, menurutmu siapa?" sahut Arka, tanpa ekspresi.
"Emm, kalau begitu terima kasih banyak!" ucap Ruby, tersenyum tipis. Ruby merasa bahagia, mendengar ucapan Arka, walaupun terlihat jelas dari nada bicara suaminya itu, kalau dia terpaksa melakukan itu semua
Namun,bagi Ruby, itu sudah merupakan hal paling membahagiakan.
"Kamu jangan salah paham! kebencianku padamu masih tetap! aku melakukan itu semua, karena aku tidak mau kamu mati di kamarku. Aku ingin kamu sehat, sampai nantinya kamu mati berdiri melihat kebahagiaanku dengan Jelita," pungkas Arka tanpa perasaan, hingga membuat wajah Ruby kembali sendu.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
tris tanto
panjaang x ngigonya,,,ckckck
2023-12-17
3
𝖒𝖔𝖓🆁🅰🅹🅰❀∂я💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
imaaf sedikit koreksi thour ini kalimatnya agak kurang sopan dipake , manggil mama dengan kalimat kamu !
2023-06-15
0
Lilee
thor aq nangis, tapi mo tanya, ini ngigau atau lg curhat ya?? 😭😭
2023-02-04
2