Raquel mengangguk puas dengan janji yang Derrick katakan, Raquel berdiri. Dia mulai merapikan tas dan perlengkapannya yang tadi dibawanya.
"Anda akan pulang, Tuan?" tanya Derrick.
"Hem, ada urusan lain yang harus aku kerjakan." Raquel mengangguk.
Derrick berjalan menuju lemari obat miliknya, dia memberikan sesuatu berbentuk permen pada Raquel membuat alis Raquel naik sebelah.
"Apa ini?" tanya Raquel dengan alis berkerut.
"Permen untuk meningkatkan imun Anda, Tuan! Permen ini bagus untuk Anda," ujar Derrick dengan senyum tulus.
"Terima kasih," ucap Raquel dan menyimpan semua permen yang Derrick berikan ke dalam tasnya.
Raquel mengambil satu permen itu lalu memasukkan ke dalam mulutnya setelah bungkus permen dibuka dia dengan santai melangkah keluar dari teknologi center itu setelah urusannya selesai.
"Hei, kenapa ada anak ini di sini?" Seorang pria bertubuh kekar terkejut dengan kehadiran Raquel di sana.
Tampaknya pria itu adalah petugas keamanan di tempat itu, semua dapat dilihat dari seragam yang dipakainya.
"Tidak tahu, aku tidak melihatnya saat masuk tadi." Teman pria itu langsung menjawab dengan bahu terangkat serentak dan kepala menggeleng.
Dia sungguh tidak tahu dari mana Raquel masuk, padahal sejak tadi dia berjaga-jaga di sana dan tidak beranjak sedikitpun.
"Pergi dari sini, kau hanya akan menghalagi orang-orang besar di sini!" usir pria itu dengan cepat saat melihat Raquel berhenti di depan pintu masuk.
Raquel mendengkus, dia menatap pria di depannya lama lalu melangkahkan kaki dengan santai meninggalkan tempat itu sesegera mungkin.
Raquel melewati gang kecil untuk bisa sampai di rumahnya, saat hampir sampai di tengah-tengah gang Raquel bertemu dengan seorang gadis seusianya dengan pipi tembem dan tubuh sedikit berisi.
"Hai Raquel apa kabar?" sapa gadis itu dengan palsu.
Senyum yang dia berikan sedikitpun tidak mencapai matanya, bibirnya pun tidak menunjukkan itu karena hanya terangkat setengah.
Kimberly mengingat buku diary yang dibacanya tadi malam, dia ingat kalau gadis di depannya adalah sahabat Raquel. Sayangnya hanya Raquel yang menganggap dirinya sahabat sedangkan gadis di depannya hanya tidak pernah menganggap Raquel sebagai teman.
"Kau menyapaku? Apa ada sesuatu yang kau inginkan?" tanya Raquel santai dengan senyum aneh.
Senyum itu bukan lagi senyum yang biasa Raquel berikan padanya.
Wajar saja Kimberly melakukan itu pada gadis di depannya, di dalam diary dia membaca kalau gadis itu sangat suka memerinta Raquel ini dan itu.
Dia menganggap Raquel sebagai bawahannya dan dia juga tidak baik pada Raquel.
'Cih, apa dia pikir aku Raquel yang lama? Raquel yang bisa dia tindas dan perintah sesuka hati, teman macam apa yang merebut kekasih temannya. Dasar munafik,' ejek Kimberly di dalam hatinya sembari melihat gadis di depannya melalui sudut mata.
"Kau baik-baik saja kan Raquel? Kenapa kau melihatku seperti itu apakah ada yang salah dengan diriku?" tanyanya dengan senyum ramah dan suara lembut yang begitu dibuat-buat membuat Raquel merasa jijik dan ingin muntah.
Kimberly tahu ini hanya sekedar basa-basi saja, 'apa yang direncanakan perempuan ini? Tumben dia bersikap baik pada tubuh ini? Apa dia sedang merencanakan sesuatu!' tanya Raquel dalam hatinya dengan curiga.
"Kasihan sekali hidupmu ya Raquel, gara-gara orang tuamu meninggal dunia kau terpaksa menjual diri untuk bisa mendapatkan baju dan biaya sekolah." Dia menatap Raquel sedih dengan mata berkaca-kaca seolah ingin menangis.
Sudut bibirnya terangkat saat dia menunduk berpura-pura menghapus air matanya yang jatuh, apa yang dipikirkan oleh Raquel tadi menjadi kenyataan rupanya. Dia tahu wanita di depannya ini tidak memiliki niat baik sama sekali untuk menghentikan dirinya dan mengajaknya berbicara.
Raquel melipat tangan di dada bersandar pada dinding gang untuk melihat drama yang dimaikan wanita di depannya, wajah cantik Raquel tidak menunjukkan perubahan sedikitpun meski orang-orang di sekitar mulai berbisik tentang dirinya.
"Aku tahu kau pasti melakukan semua itu karena kau sangat ingin bersekolah dan bisa hidup seperti orang-orang kan? Maafkan aku yang tidak bisa membantu dirimu." Dia berbicara dengan suara yang sengaja dikeraskan.
Dia tersenyum sinis, biasanya Raquel tidak akan mengatakan apa-apa untuk melakukan pembelaan diri dan dia yakin Raquel tidak akan pernah bisa. Hanya dia teman Raquel, selain dirinya Raquel tidak memiliki teman lagi.
"Kenapa kau diam? Apa yang aku katakan salah? Aku benarkan! Ayah dan ibumu meninggal dunia, kau sekolah dan belanja karena menjual dirimu pada pria kaya. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kau masuk ke mobilnya." Wanita itu seperti seorang teman yang menanyakan kabar tapi semua yang keluar dari mulutnya adalah untuk menjelek-jelekkan Raquel.
"Oh, apa kabarmu juga Selena? Apa orang tuamu tidak mengajarimu sopan santun? Apa dia tidak mengajarimu cara berbicara dengan baik atau mungkin kau yang sudah tidak memiliki orang tuan?" Raquel menjawab dengan santai.
Dia tersenyum sama seperti Selena, senyum manis tidak bersalah. Selena terkejut dengan jawaban yang Raquel berikan, biasanya Raquel hanya akan menangis dan menundukkan kepala dan tidak akan membantah kata-kata yang dia ucapkan.
"Oh, aku juga melihatmu masuk ke sebuah hotel kemarin dengan seorang laki-laki. Dia siapa? Apa yang kau lakukan di sana bersamanya?" Raquel bertanya dengan santai membuat Selena mengepalkan tangan karena kesal.
Dia tidak mengira kalau Raquel akan membantah ucapannya dan berani melawan dirinya sekarang, dia merasa Raquel penakut dan penangis tidak ada lagu. Alis Selena berkerut melihat keberanian Raquel padanya.
"K-k-kau, beraninya kau membalas ucapanku!" tunjuk Selena dengan kata-kata terbata.
Selena curiga kalau Raquel mengalami sesuatu yang menyebabkan Raquel berani menjawab ucapannya.
"Memangnya kenapa? Kau memang tidak diajari oleh orang tuamu sopan santun sedikitpun, kau dengan seenak hati menghina orang lain tapi saat kau dihina kau malah tidak terima." Raquel mengatakan apa adanya.
Jujur saja orang seperti Selena memang perlu diberi pelajaran sesekali agar sifat buruknya tidak terus meningkat.
"K-k-kau," ujar Raquel tanpa bisa melanjutkan ucapannya.
Matanya melotot dengan tanah terkepal karena sudah dibuat malu oleh Raquel di depan semua orang.
"Aku apa? Kalau bicara itu yang jelas, apa perlu aku mengajarimu cara bicara? Kau itu sangat lucu, mungkin kau orang terlucu yang pernah aku kenal." Sekali lagi Raquel mengeluarkan cemoohan dari mulutnya membuat Selena tampak menyedihkan.
Orang-orang yang menonton adegan itu tertawa, mereka tidak mengira kalau Raquel akan berani melakukan tindakan balasan, yang mereka tahu Raquel adalah orang yang penakut dan selalu menangis tanpa bisa membela dirinya.
"Beraninya kau mempermalukan aku," bentak Selena dengan suara keras menggelegar dan penuh penekanan.
Kejadian hari ini benar-benar langka memberikan mereka tontonan baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments