Saat sang guru berbalik betapa terkejutnya dia menemukan siapa yang memberikan jawaban sebentar ini, dia menemukan Raquel berdiri di dekatnya dengan santai sembari bermain-main dengan kuku jarinya.
Sang guru tidak mengira kalau jenius yang dia puji tadi adalah Raquel yang nilainya paling jelek di sekolah, apalagi Raquel menjawab dengan begitu santai tanpa mencarinya terlebih dahulu di kertas seperti dirinya.
Bagi Kimberly soal itu bukanlah apa-apa, karena dia sudah ditetapkan sebagai satu-satunya penerus keluarga maka dia sudah terbiasa disuruh untuk mengerjakan materi soal yang susah. Guru privatnya seiring menyuruh Kimberly untuk mengerjakan semua soal seperti ini dan hal ini sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Kimberly.
Bagi Kimberly matematika hanyalah masalah kecil yang tidak perlu dipikirkan olehnya dan soal yang dia lihat hari ini adalah soal yang sudah pernah dia kerjakan atau diberikan oleh guru privatnya waktu itu. Itulah sebabnya Kimberly menjawab dengan begitu mudahnya tanpa perlu mencari jawaban susah-susah di kertas.
"Kau menjawabnya dengan tepat? Bagaimana caranya kau bisa mendapatkan jawaban dengan begitu cepat?" tanya guru itu dengan alis naik sebelah.
Dia saja harus memikirkan jalan yang akan digunakan agar menemukan hasil, bukan hanya itu saja dia juga mengerjakannya di kertas terlebih dahulu untuk mendapatkan jawaban sedangkan Raquel menjawab dengan begitu mudahnya.
"Saya menebaknya secara asal," jawab Kimberly cepat agar Raquel tidak dicurigai sama sekali.
Tidak mungkin gadis bodoh bisa begitu pintar hanya dalam hitungan menit, apalagi dia menjawab dengan begitu tepat dan cepat.
Guru itu tidak melanjutkan pertanyaannya dan tersenyum kecil, dia mengamgil kertas kecil di atas meja menuliskan nomor teleponnya lalu berdiri. Dia berjalan ke arah Raquel menyerahkan kertas itu ke tangan Raquel membuat alisnya terangkat sebelah dengan tangan memegang kertas itu.
"Simpanlah, jika kau mengalami kesulitan dan butuh sesuatu atau bantuan hubungi saja aku. Aku akan membantumu," ujar guru itu dengan senyum yang tidak pernah hilang.
Kimberly menerima kertas itu dan menyimpannya dengan tangan terkepal dan mata menatap jauh ke depan.
'Aku akan mengumpulkan kekuatanku sendiri mulai dari sekarang, aku akan membangun kekuasaanku sendiri agar kejadian di masa lalu tidak terulang kembali.' Kimberly berjanji di dalam hati.
Dia benar-benar tidak ingin kejadian lalu terulang kembali di mana dia harus kehilangan nyawanya begitu saja tanpa dia bisa melakukan apapun untuk persiapan.
'Aku tidak akan menjalani kehidupan seperti dulu lagi, kehidupan miskin yang menyedihkan tapi tidak dihargai bahkan siapa yang membunuhku saja aku tidak tahu.' Kimberly mencoba memikirkan siapa yang sudah berusaha untuk membunuhnya dan berhasil itu.
Kimberly tidak bisa menemukan dan memikirkan siapa yang sudah menyebabkan kematiannya, dia sangat ingin mengetahui itu semua dan alasan kenapa orang itu membunuhnya. Apa benar itu hanya karena dia adalah satu-satunya penerus keluarga atau mungkin karena ada masalah lain yang tidak dia ketahui.
Kehidupannya sebagai orang biasa selama bertahun-tahun untuk mendapatkan cinta sejati juga tidak berguna, dia malah kehilangan harga dirinya hanya untuk seorang pria yang tidak tahu diri.
Teriakan histeris penuh kekaguman terdengar di depan pintu, Kimberly mengalihkan pandangannya ke arah suara di mana para teman sekolahnya berkumpul.
Ternyata Abang Raquel sudah datang dan masuk ke dalam ruang guru, seperti Raquel yang cantik ternyata kakak laki-lakinya juga tampan dan rupawan. Dia melangkah santai memasuki ruangan itu dengan tangan di dalam kantong celana, dia tampak tidak terganggu dengan teriakan itu.
Sepertinya dia sudah terbiasa mendengar dan mendapatkan teriakan seperti itu, Kimberly menaikkan alisnya, dalam buku diary yang dibacanya kemarin Kimberly tahu kalau Raquel memiliki lima kakak laki-laki yang semuanya tidak terlalu dekat.
Raquel jarang berinteraksi dengan kelima kakaknya dan bahkan ada yang belum bertemu dengan dirinya dan Kimberly tidak tahu Abang mana yang telah datang.
Entah ini nomor satu, dua atau mungkin ini Abang ke-limanya, di luar terdengar bisik-bisik dengan mata tertuju ke dalam ruang guru. Mereka sangat bersemangat untuk melihat pria tampan yang masuk ke dalam ruang guru.
Raquel juga terlihat tidak peduli, dia berdiri dengan tangan terlipat di dada memindai seluruh ruangan dan juga orang-orang yang berdiri di depan ruang guru yang tampak ingin tahu apa yang sudah terjadi.
"Kau boleh keluar dulu Raquel, ada yang akan Ibu bicarakan dengan kakakmu. Kau bisa menunggu di depan," ujarnya dengan suara datar.
Raquel mengangguk dan langsung meninggalkan ruangan itu sebelum pergi dia masih menyempatkan diri untuk melirik kakaknya yang tidak banyak bicara bahkan tidak memarahi dia karena masalah itu.
Di depan ruangan itu juga berdiri seorang wanita dengan wajah pucat, dia berdiri dengan wajah ingin tahu.
'Tidak mungkin itu Raquel mana mungkin Raquel berani melakukan itu, dia pasti kerusakan kemarin malam dan jelas kalau itu bukan dirinya. Mana mungkin dia berani melakukan perlawanan? Raquel itu penakut dan lemah,' ujarnya di dalam hati dengan tangan terkepal dan sedikit bergetar.
Dia tidak percaya Raquel mampu dan sanggup melakukan semua ini, dia sendiri tahu betapa lemahnya Raquel dan dia tidak percaya dengan apa yang terjadi semalam.
"Apa yang kau pikirkan? Kau tidak perlu memikirkan Raquel, kalau dia datang kita hanya perlu membantai dia. Jangan takut padanya dia hanya sekedar berpura-pura berani karena sudah tidak tahan lagi untuk ditindas," ujar temannya dengan diikuti anggukan kepala bersama-sama.
Mereka tampaknya sangat merendahkan Raquel dan menganggap Raquel bukanlah apa-apa, yang mereka tahu Raquel adalah gadis bodoh tanpa dukungan dan tanpa ada orang yang membela.
Mereka menganggap perlawanan Raquel sekarang adalah wujud dari putus asanya Raquel menghadapi mereka semua.
"Aku yakin ini hanya kebetulan, dia mana berani melawan kita. Aku yakin dia sangat putus asa sehingga bisa melakukan semua ini," ujar temannya membujuk gadis dengan wajah pucat itu.
"Yap kau benar, Raquel pasti putus asa sekali." Yang lain ikut mengangguk.
"Atau bisa jadi karena kejadian yang dia alami bersama Eriska semalam membuat dia terpicu untuk memberontak, kau tenang saja jika dia datang maka kita akan memukulnya bersama-sama." Yang lain mencoba menyemangati juga.
Sayangnya saat mereka melihat Raquel keluar dari ruang guru mereka semua lari kocar-kacir dan tidak berani untuk melihat ke belakang lagi, mereka sudah mendengar berita tentang apa yang terjadi di hutan tadi dan tentu saja takut.
Mereka tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti mereka, ada yang jarinya patah dan ada juga yang terluka.
Omong besar yang mereka ucapkan tadi tidak ada artinya setelah mereka melihat langsung Raquel di depan mereka, mereka seperti melihat seekor singa berdiri di depan mereka dan mereka takut untuk diterkam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments