Alis Kimberly naik sebelah, dia bingung dengan apa yang dikatakan oleh pria di depannya.
"Memangnya apalagi menurutmu? Jika aku tidak melakukan ini lukaku akan terinfeksi dan semakin parah nantinya, aku tidak mau menanggung sakit lain." Kimberly berbicara dengan napas menggebu.
Kesal, mungkin itulah yang sedang terjadi pada Kimberly. Dia baru saja merasakan sakit yang menyiksanya berkurang namun pria di depannya malah menghentikan apa yang sedang dia kerjakan.
Dada Kimberly naik turun karena kesal dengan tingkah pria di depannya, Kimberly yang baru saja menuangkan dua botol anggur merah akan mengulangi apa yang dia lakukan tadi.
Pria itu mendecakkan lidahnya, dia menggerakkan tangan memanggil Kimberly untuk mendekat namun Kimberly malah tetap diam di tempatnya.
"Kemarilah!" panggil pria itu.
Dia ingin Kimberly berjalan ke arahnya dan mendekat.
Raphael Varane adalah nama pria itu, dengan tatapan tajam dia memberikan kode agar Kimberly segera mendekati dirinya. Saat Kimberly hampir mencapai Raphael, tangan Raphael terulur ke depan, dia meremas dagu Kimberly sedikit kuat.
Dia memutar wajah Kimberly untuk melihat luka yang dialami Kimberly, Raphael mencebik dengan kepala menggeleng terus-menerus.
Raphael ingin mengajari Kimberly untuk menjaga dirinya sendiri dan mencintai dirinya, Raphael berpikir kalau luka yang dialami Kimberly adalah hasil olahan make-up dari seorang yang sangat profesional karena hasilnya begitu terlihat nyata.
'Gadis kecil ini perlu diajari sopan santun, dia sangat tidak menghargai seseorang, kita lihat apakah dia masih mampu memberikan perlawanan atau tidak setelah ini?' Raphael tersenyum dan memandang Kimberly sebelah mata.
'Ini pasti hanya buatan semata agar aku iba padanya, mari kita buktikan siapa yang benar.' Raphael menekan bagian itu dengan kuat karena berpikir itu hanya akting Kimberly saja.
Dia menggosok bagian luka Kimberly tapi bukannya menghilang, luka itu mengeluarkan darah dan terlihat makan parah. Kimberly meringis kesakitan lalu menepuk tangan Raphael yanh terus menekan dan menekan bagian lukanya.
"Apa kau gila? Kenapa kau mengusap lukaku dengan begitu keras? Lihat akibat tindakan yang kau lakukan! Lukanya malah tambah parah dan darahnya makin banyak keluar," bentak Kimberly dengan mata melotot.
Suaranya penuh dengan penekanan, alisnya lurus miring ke dalam kadang beberapa kali matanya akan berkedip dengan cepat. Jelas Kimberly sangat tidak nyaman dengan apa yang dilakukan oleh Raphael padanya.
"Hah bukankah ini hanya make-up biasa?" tanya Raphael santai.
Raphael terus mengusap bagian itu namun darah segar malah keluar dengan cepat, Raphael menghentikan gerakan tangannya dan menatap Kimberly dengan bingung.
Mungkin karena rasa perih yang kembali menyerang, Kimberly benar-benar tidak sanggup menahan sakit yang membuat dirinya tidak sanggup bertahan itu.
"Heh, bukankah kau orang yang dikirim oleh Rayendra ke sini?" tanya Raphael dengan alis berkerut ke dalam.
Belum sempat Kimberly memberikan jawaban pintu diketuk dari luar, suara bawahan Raphael pun terdengar dari balik pintu.
"Apa Anda ada di dalam, Tuan! Pembunuh bayaran yang Anda pesan sudah lama menunggu di luar," teriak anak buah Raphael keras agar terdengar oleh Raphael.
"Telepon Anda juga tidak bisa dihubungi sejak tadi, apakah Anda baik-baik saja di dalam, Tuan?" tanya anak buah Raphael lagi memastikan.
Dia sangat khawatir dengan keadaan Raphael padahal tadi dia melihat telepon Raphael baik-baik saja, dia takut Raphael mengalami sesuatu di dalam sana hingga tidak bisa dihubungi sama sekali.
Raphael menatap Kimberly lama dengan kening mengkerut, dia mulai meragukan identitas Kimberly saat akan memberikan pertanyaan tiba-tiba saja pintu dibuka dari luar dan Rayendra masuk begitu saja.
Dia mendengar suara wanita dan bau alkohol yang kuat, saat dia masuk dan melihat apa yang terjadi Rayendra begitu terkejut. Matanya melotot seakan keluar dari tempatnya, bibirnya terbuka lebar dengan tangan menggantung di udara.
'Apakah aku bermimpi? Bos yang ditakuti oleh semua orang tiba-tiba saja memiliki wanita kecil manis dan lucu bersamanya, bukankah keadaan ini sangat canggung? Apa aku mengganggu dan merusak suasana?' tanya Rayendra dalam hatinya.
Rayendra berpikir dengan wajah memerah, dia menunduk dengan cepat dan tanpa sadar dia menemukan darah berceceran di lantai dengan seragam sekolah berdarah yang Rayendra pikir merupakan saus tomat.
'Apa Bos memilih hobi yang aneh? Mungkinkah dia lebih menyukai wanita kecil dan imut untuk bermain bersamanya daripada wanita dewasa yang menggairahkan dan menggoda?' Kening Rayendra semakin berkerut saat matanya melirik antara lantai dan seragam sekolah Kimberly.
Tiba-tiba saja terlintas sesuatu di benak Rayendra dan dengan cepat dia mengeluarkan teleponnya tapi belum sempat dia melakukan apapun Raphael sudah menendang dirinya dengan keras.
"Apa yang kau lakukan di sini? Keluar!" bentak Raphael dengan suara keras menggelegar.
Suara keras Raphael membuat Rayendra terkejut, jantungnya berdetak kencang. Apalagi saat matanya bertemu dengan Rayendra ada tatapan tajam di sana yang membuat Rayendra benar-benar menggigil ketakutan.
Dari arah luar seseorang berlari dengan cepat menuju ke arah kamar tempat Raphael, Kimberly dan Rayendra berdiri. Keringat dingin dengan ukuran besar bercucuran di keningnya, bibirnya begitu pucat, langkah kakinya terlihat tidak beraturan dengan mulut seperti sedang komat-kamit membaca mantra.
"Tuan ini gawat, Tuan?" teriaknya dengan keras saat mencapai kamar itu.
Dadanya turun naik dengan cepat seirama dengan bahunya yang bergerak serentak, napasnya tidak beraturan dengan mulut terbuka dan menutup mengambil udara di sekitar.
"Ada apa?" tanya Raphael sedikit tidak senang.
Alis Raphael berkerut ke dalam, dengan lipatan kulit yang terlihat begitu jelas di keningnya. Bibirnya mencebik dengan mata tajam ke arah orang yang baru saja datang.
"Ada pencuri di sini, Tuan! Dia mengambil kucing emas yang Anda dapatkan di pelelangan," ujarnya dengan satu tarikan napas.
"Lalu apa yang kalian tunggu? Pergi dan minta pembunuh itu untuk melakukan sesuatu!" bentak Raphael dengan suara keras yang memenuhi ruangan itu.
"Baik, Tuan!" jawab orang itu cepat namun orang yang diperintahkan tidak melakukan apapun dan hanya berdiri diam dengan wajah bingung.
Raquel yang melihat itu mengambil pistol di tangan si pembunuh, dia mencari tempat yang cocok dan membidik si pembunuh dengan tenang di bawah tatapan semua orang. Raquel menunggu kesempatan sembari menghitung dan mengamati tindakan dan gerakan si pencuri yang sedang dikepung dan dikejar oleh anak buah Raphael.
Setelah memastikan semua aman dan tepat sasaran, Raquel melepaskan tembakannya yang tepat bersarang di dada si pencuri. Pencuri itu berdiri kaku di tempatnya dengan mata melotot dan bibir terbuka lebar, dia seperti tidak percaya dengan tembakan yang mengenai tubuhnya.
Pencuri itu jatuh tertelungkup dengan hasil curiannya juga ikut jatuh ke lantai. Segera anak buah Raphael mengambil barang hasil curian itu untuk melihat apakah ada yang rusak atau tidak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Ida Blado
ck sungguh gedeg bacanya
2022-07-29
6
ʇɐudɐ uɐɯɐ
jangan² ni kk y nama y mirip
2022-07-20
2
ʇɐudɐ uɐɯɐ
komen 🤗
2022-07-19
1