qZahra mengetuk pintu ruangan yang dimana pintu ruangan itu adalah ruangan CEO dari perusahaan tersebut, terlihat jelas dari papan yang tertera di atas pintu.
"Masuk," terdengar suara dari dalam dan Zahra sangat mengenal jika itu adalah suara Arga.
"Permisi, Pak. Ini saya bawa jasnya, maaf jika saya sedikit terlambat," ucap Zahra memberikan jas tersebut.
"Nggak kok, Kamu tepat waktu. Terima kasih telah membawanya tepat waktu," ucap Arga langsung memakai jas tersebut.
"Buatanmu memang sangat bagus dan nyaman dipakai. Aku suka, lain kali aku akan memesan jas kembali kepadamu dan pastikan membuat sama seperti yang telah aku pesan. Ini ceknya, aku berikan bayaran lebih sesuai dengan janjiku."
Zahra kemudian mengambil cek tersebut tanpa ekspresi sedikitpun, kemudian berjalan Kembali keluar ruangan itu.
"Ada apa dengannya? Kenapa dia terlihat begitu aneh," guman Arga menatap punggung Zahra yang berjalan keluar ruangan.
"Apa dia baik-baik saja." Arga khawatir dan berjalan keluar mengikuti Zahra. Namun, baru beberapa langkah Zahra meninggalkan ruangannya, ia melihat Zahra terduduk di lantai dan melupakan semua rasa sakitnya. Ia terisak, menangis pilu dan semua itu didengar oleh Arga.
Tangisan kesedihan seorang wanita ya Yang tengah terpuruk itu bisa dirasakan oleh Arga. Ia pun menunggu sampai Zahra tenang kemudian menghampirinya.
Arga berjongkok dan memberikan sapu tangannya. Zahra terkejut dan melihat ke arah Arga.
"Seka air matamu," ucapnya kembali menyodorkan sapu tangannya. Dengan ragu Zahra pun mengambil sapu tangan tersebut dan mengusap air matanya. Ia masih sesegukan. Namun, ia berusaha untuk menahan.
"Kau ingin pulang?" tanya Arga membuat Zahra mengangguk.
"Aku akan menyuruh sopirku untuk mengantarmu pulang tak baik jika kau pulang dalam keadaan seperti ini, jangan menolak! Aku tak bermaksud apa-apa hanya ingin menolongmu," mendengar itu Zahra mengangguk, ia percaya jika Arga memang berniat menolongnya, sekarang Zahra hanya ingin kembali ke rumahnya. Bayangan suami yang tersenyum bahagia saat setelah membohonginya sungguh sangat menghancurkan perasaan. Hatinya teriris perih.
Arga bisa melihat rasa sakit yang dirasakan oleh wanita yang ada di hadapannya itu. Namun, untuk saat ini ia tak ingin bertanya apapun. Ia juga tak punya hak untuk mengetahui masalah dari wanita yang terlihat begitu rapuh itu.
Arga mengantar Zahra hingga ke mobilnya. Meminta sopir pribadinya untuk mengantar kemana Zahra memintanya.
Sepanjang perjalanan Zahra terus menangis, membuat sopir memberikan kotak tisu padanya.
Tak lama kemudian sopir kembali memberikan air mineral pada Zahra, ia pun mengambilnya sambil terus menumpahkan rasa kesalnya. Zahra hanya bisa menangis meluapkan semuanya, ia merasa jika ia adalah wanita yang bodoh yang terus saja percaya pada cinta suaminya, terus saja berusaha untuk membahagiakan dan mempertahankan rumah tangganya.
"Mengapa cuma aku yang berusaha melakukan semua ini, Pak. Apakah salah jika aku tak bisa mempunyai keturunan? Mengapa mereka tak percaya jika aku bisa memberikan keturunan untuk mereka? Zahra kembali menyeka air matanya. Bukan anak juga adalah titipan, rejeki yang diberikan kepada kita. apakah aku bersalah jika aku belum di titipkan seorang bati dan Mengapa aku harus divonis tidak bisa hamil lagi! Aku juga ingin menjadi seorang ibu, aku ingin menggendong bayiku." Zahra terus saja meraung di dalam mobil yang sedang melaju pelan. Sang sopir sengaja melajukan mobilnya dengan pelan agar saat mereka sampai Zahra sudah lebih tenang.
"Pak, apakah sebuah dosa jika aku juga ingin bahagia?"
"Tentu saja tidak, Bu." jawab sopir tersebut.
"Lalu mengapa Suamiku menjadikan kekuranganku sebagai sebuah alasan untuk mengkhianatiku, memiliki kesempatan kecil untuk bisa hamil bukan berarti tidak kan, Pak? Aku masih memiliki rahim bukankan kesempatan itu tetap ada? Untuk apa mencari kesenangan di luar sana jika aku bisa memberikannya. Mengapa mereka semua membenciku karena sesuatu hal diluar kendaliku. Aku juga tak ingin seperti ini, Pak. Aku juga ingin bahagia." Zahra terus menumpahkan rasa sakitnya hingga suaranya parau.
"Bu, jika keluarga suami ibu dan suami Ibu sendiri tak bisa memberi kebahagiaan kepada Ibu, kenapa Ibu tak mencari dan menciptakan kebahagiaan ibu sendiri? Ibu masih muda, masih cantik dan aku lihat ibu ini seorang pekerja keras," ucap sopir melihat Zahra dari balik kaca spionnya. "Ciptakanlah kebahagiaan untuk diri Anda sendiri," ucap sang sopir tersebut membuat Zahra menatap balik supir yang seusia dengan almarhum ayahnya itu.
"Bapak benar, selama ini aku selalu berjuang sendiri untuk mempertahankan keutuhan Rumah tanggaku, menahan rasa sakit dan hinaan dari mereka dengan harapan kami bisa kembali bahagia, harapan aku bisa memberikan kebahagiaan pada mereka. Namun, tak ada yang menghargaiku. Bapak benar, jika aku ingin bahagia aku memang harus menciptakan kebahagiaanku sendiri, untuk apa aku berharap kebahagiaan pada sesuatu yang tak pasti."
"Terima kasih, Pak. Sekarang Aku tak ingin menjadi wanita yang bodoh lagi. Aku ingin bahagia, aku bisa membahagiakan diriku sendiri, aku tak butuh mereka," ucap Zahra menghapus air matanya. Ia tak ingin semakin terlihat bodoh dengan menangisi apa yang seharusnya tak ditangisinya, tak usah mempertahankan apa yang seharusnya tak perlu dipertahankan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
🌸ReeN🌸
terimakasih pak supir, hati kamu baik mau memberi semangat buat zahra
2024-04-25
0
MiraBeauty
aku duking kamu zahra
2022-08-26
2
Arie
💪💪💪💪💪💪💪💪zahra
2022-08-21
0