Zahra terus memohon pada Wani agar bisa memperbaiki rumah tangganya, ia sangat mencintai suaminya. Ia juga menginginkan rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah bersama dengan suaminya
"Tidak! kamu jangan pura-pura bodoh, kamu dengar 'kan apa yang dikatakan oleh dokter jika kamu sangat kecil kemungkinannya untuk bisa hamil lagi, bahkan dokter menyarankan untuk kamu tak hamil dulu dalam beberapa tahun kedepan, kamu pikir ibu bisa menunggu selama itu?"
"Nggak Bu. Aku janji, aku akan segera hamil lagi, aku tak akan menundanya," ucap Zahra memohon untuk diberikan kesempatan. "Bu, aku mohon, setidaknya untuk beberapa bulan kedepan," pintanya yang mulai berkaca-kaca.
"Zahra kamu sadar gak sih, kamu itu istri yang gagal. kamu sudah gagal memberikan keturunan kepada keluarga suamimu. kamu tahu kan jika Arham adalah putra satu-satunya keluarga ini, jika dia tak memiliki keturunan bagaimana dengan nama baik keluarga kami, kamu ingin nama baik kami hanya sebagai kenangan saja tanpa penerus."
"Bu, Zahra yakin. Beri waktu beberapa bulan lagi, jika dalam setahun aku tak hamil aku tak akan melarang mas Arham untuk menikah lagi." Ucapnya yang kini mulai terisak.
"Setahun? Aku tak bisa menunggu sesuatu yang tak pasti, Zahra."
"Bu … aku mohon."
"Tidak, keputusan ibu sudah bulat. Aku menyesal merestui hubungan kalian, bukannya membawa kebahagiaan di keluarga kami, kamu malah membawa kesialan. Kamu itu tak pantas menjadi bagian dari keluarga kami." kata-kata yang dikeluarkan oleh Wani sangat menyakiti hati Zahra, tak ada belas kasih mengingat ia baru saja kehilangan bayinya.
Zahra hanya menggeleng dan melihat pada Arham yang duduk mematung menyaksikan semua.
"Dengar, ibu bisa saja meminta Arham untuk menceraikan kamu, tapi ibu takkan melakukannya. Jadi jangan menghalangi suamimu untuk menjadi seorang ayah, biarkan dia menikah dengan wanita lain, wanita yang lebih subur dan bisa melahirkan bayi untuknya, biarkan dia menikah dengan wanita yang berguna, tak seperti dirimu. Dasar wanita tak berguna, melahirkan anak untuk suamimu saja kau tak bisa," ucapnya dengan nada kesalnya.
Arham hanya melihat istrinya itu dihina oleh ibunya, ia tak bisa berbuat apa-apa. Tak ada niatnya untuk menghentikan ibunya yang sedari tadi terus menghina istrinya.
Dimana cinta yang pernah di diucapkannya.
Mengucapkan sepatah kata pun ia tak bisa apalagi menghentikan apa yang dilakukan ibunya. Arham hanya mematung menatap air mata istrinya yang jatuh membasahi pipinya. Rintihan permohonan istrinya demi kebahagiaan mereka itu diabaikan. Sampai hati ia hanya diam seribu bahasa menyaksikan istrinya di hina di depannya.
"Mas, aku mohon beri aku kesempatan. kamu percaya 'kan sama aku?" ucapnya menatap suaminya yang masih duduk di tempatnya seakan hanya sebagai pajangan saja. Arham bahkan menunduk saat Zahra menatapnya.
"Pokoknya setuju atau tidak setuju kamu harus mengijinkan suamimu untuk menikah lagi, ibu akan mengenalkannya dengan seseorang, kamu jangan mencari gara-gara dengan mempermalukan ibu di depan tamu ibu malam nanti, buatlah kehadiranmu dirumah ini berguna, siapkan makan malam aku akan mengundang mereka malam ini," ucap Wani tegas dan dia pun berlalu menuju keluar, ia sudah mengadakan janji dengan sahabat lamanya. "Bi, siapkan makan malam, minta Zahra membantu Bibi." teriaknya sebelum benar-benar keluar dari rumah mewahnya.
"Mas, kenapa kamu hanya diam saja? Tak bisakah kamu sedikit membelaku, apa kamu juga tak percaya padaku jika aku bisa hamil lagi?" tanya Zahra dengan lelehan air mata yang masih terlihat menghiasi wajahnya.
"Maaf Zahra, bukannya aku tak bisa membelamu. Kamu tahu sendiri kan ibu tak bisa dibantah, keinginan ibu adalah mutlak. Walaupun aku membela mu di hadapan ini, ibu tak akan merubah keputusannya," ucap Arham yang membuat Zahra semakin kesal dan berlalu meninggalkan Arham, ia masuk ke dalam kamar dan membanting pintu.
Zahra sangat kecewa melihat sosok suaminya yang jauh berbeda dari yang diharapkan, suami yang tak bisa diharapkan nya. Zahra hanya bisa duduk menangis menekuk lututnya, ia duduk di lantai dan sesekali mengusap perutnya." Ia masih bisa merasakan bayinya masih bergerak aktif di dalam rahimnya. Jika saja ia tak kehilangan bayinya mungkin semua ini tak akan terjadi padanya.
Arham masuk kekamar dan dan mengusap rambut Zahra.
"Aku ada rapat, aku kekantor dulu ya?" pamitnya. Namun, Zahra tak bergeming, ia tak mengindahkannya.
Tak mendapat jawaban Arham pun berangkat ke kantor. Zahra yang mendengar pintu tertutup melihat kearah pintu, ia mengambil bantal dan melemparkan ke pintu meluapkan segala kekesalannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Agus Sutini
tinggalin aja zahra , arham dan ibunya pasti akan menyesal
2022-11-01
0
MiraBeauty
keluarga ga punya hati
2022-08-26
1