Zahra kembali memikirkan keputusannya untuk bekerja.
"Baiklah, aku tak boleh dihina terus seperti ini. Ibu boleh menghinaku, tapi aku tak akan membiarkan Nasya merebut Mas Arham dariku. Aku Pasti bisa mengumpulkan uang itu. Jika Mas Arham tak percaya dan tak mau membantuku. Aku bisa mengumpulkannya sendiri. Aku pasti bisa melakukan program bayi tabung itu dan berhasil. Dengan adanya anak, masalah ini akan menjauh dengan sendirinya, mas Arham akan kembali padaku. Aku tak akan kalah dari Nasya. Aku yakin semua akan kembali seperti semula jadi aku kembali mengandung," gumamnya bertekad untuk kembali bekerja.
Zahra menghampiri Arham di ruang kerjanya.
"Ada apa lagi, Zahra. Aku sedang sibuk, apa kau tak melihat tumpukan berkas ini," ucapnya yang masih emosi.
Zahra masuk dengan membawa secangkir kopi
"Aku minta maaf, Mas. Aku telah mencurigaimu, aku percaya Mas tak akan melakukan hal itu," ucapnya meletakkan secangkir kopi tersebut di depan Arham.
Mendengar itu Arham yang sejak tadi sibuk dengan berkas yang di pegangnya menatap ke arah Istrinya itu.
"Ya sudah, terima kasih. kembalilah ke kamar dan istirahat lah."
"Mas. Apa aku boleh bekerja?" ucapnya membuat Arham yang kembali fokus padanya
"Bekerja?"
"Aku sudah terbiasa bekerja, Mas. Aku tak enak hanya tinggal terus di rumah. Lagian kondisiku juga sudah baik."
"Jika kau ingin bekerja hanya karena perkataan ibu tadi kau tak usah mengambil hati. Kau tau sendiri kan ibu seperti apa!"
"Aku mohon, Mas. Aku ingin bekerja dan bukan itu alasannya. Dengan bekerja aku juga bisa membantu mengumpulkan uang untuk program bayi tabung kita. Aku serius ingin mencobanya, Mas. terlepas berhasil atau tidaknya."
Arham yang tahu jika Zahra yang dulunya adalah seorang pekerja keras dan memiliki butik akhirnya menyetujui keinginan istrinya itu.
"Baiklah besok aku akan menemui salah satu temanku yang memiliki butik, jika kau mau aku akan memintanya untuk mempekerjakanmu di sana."
Mendengar itulah Zahra sangat bahagia, sejenak ia melupakan masalah yang baru saja dihadapinya dengan Arham.
"Iya, Mas. Aku mau."
"Baiklah, besok aku akan mengajakmu menemuinya."
"Ya udah, aku keluar dulu. Aku tak akan mengganggu, Mas lagi." ucapnya kemudian Zahra pun keluar dari ruang kerja suaminya dengan harapan baru. Ia akan bekerja dengan giat agar ia bisa mengumpulkan uang, mungkin dengan melakukan program bayi tabung dan memberikan seorang anak pada suaminya ia dapat memulai kembali rumah tangganya yang sudah di ujung tanduk ini. Sumber dari semuanya sebenarnya ada pada kekurangannya yang tak bisa memberi keturunan kepada suaminya.
"Aku tak boleh menyerah. Aku harus mempertahankan Rumah tanggaku. Aku pasti bisa hamil lagi," ucapnya kembali ke kamarnya.
Setelah Zahra keluar Arham kembali berkutat dengan pekerjaannya. Namun, saat Ponselnya berdering dan melihat nama Nasya tertera di layar ponselnya, Arham menghentikan pekerjaannya dan berjalan ke balkon ruang kerjanya mengangkat panggilan Nasya.
****
Pagi hari setelah menyiapkan sarapan, Zahra kembali ke kamar dan bersiap-siap. Hari ini sesuai dengan apa yang Arham katakan semalam, ia akan bertemu dengan teman suaminya itu.
"Apa kamu yakin ingin bekerja?" tanya Arham sambil mengenakan dasinya sedangkan Zahra sendiri sedang memakai make up di meja riasnya.
"Iya, Mas. Aku yakin. Lagian dengan begitu aku sedikit bisa melupakan …," ucapnya menghentikan ucapannya, tadinya ia ingin mengucapkan agar ia bisa melupakan beban di hatinya tinggal di rumah ini.
"Melupakan apa?"
"Melupakan bayi kita," jawabnya yang membuat Arham terdiam. Sama halnya dengan yang Zahra ucapkan, Ia juga melakukan hal yang sama. Arham menyibukkan diri dengan pekerjaan untuk melupakan rasa sakit kehilangan bayi mereka. Namun, ia malah terjerat oleh jerat Nasya.
Setelah berpakaian mereka berdua menuju ke meja makan, di sana sudah ada ibu yang duduk dan sarapan lebih dulu.
Ibu memperhatikan Zahra yang berpakaian rapi.
"Mau ke mana kamu?" tanyanya pada Zahra yang kini sudah duduk di meja makan bersiap untuk makan bersama dengan mereka.
"Bukannya ibu yang memintaku untuk bekerja," jawabnya singkat mulai mengambil sarapan untuk Arham dan dirinya.
Mendengar jawaban itu membuat Wani kembali kesal.
"Iya, Bu. Aku ingin memperkenalkan Zahra pada salah satu temanku yang memiliki butik."
"Baguslah, setidaknya kau tak menjadi beban di keluarga ini," ucapnya, Zahra hanya menghela nafas ia sudah terbiasa akan semua itu dan rasanya sangat aneh jika pagi hari tak mendapatkan sarapan hinaan dari mertuanya.
Arham membawa Zahra ke sebuah butik yang cukup besar. Saat masuk Zahra bisa melihat pakaian yang berjajar rapi di sana dan memiliki kualitas yang sangat tinggi, ia yakin para pelanggannya pastilah orang-orang hebat. Kemampuannya mengenali bahan tak diragukan lagi.
"Ayo kita masuk ke dalam," ucap Arham mengarahkan Zahra masuk ke ruangan pemilik butik tersebut. Arham sebelumnya sudah membuat janji.
"Ibu Reni, kenalkan ini Zahra istriku." Arham memperkenalkan mereka berdua. Zahra dengan senyuman dan keramahannya menjabat uluran tangan Ibu Reni.
Mereka pun berkenalan dan mengakrabkan diri.
"Zahra, aku ke kantor dulu ya. kamu di sini aja bersama ibu Reni. Nanti aku akan menjemputmu. Sebelum kamu memutuskan bekerja di sini kamu bisa melihat-lihat dulu cara kerja mereka," ucap Arham yang dijawab anggukan oleh Zahra.
"Iya tenang saja, dia aman disini, kau pergilah bekerja."
Arham pun meninggalkan mereka berdua dan melanjutkan ke kantornya.
"Apa kamu pernah bekerja di butik sebelumnya?" tanya Bu Reni.
"Iya, Bu. Sebelumnya aku memiliki sebuah butik sederhana di kota x. Aku pindah kesini ikut bersama mas Arham setelah kami menikah dan menitipkannya kepada pegawaiku," jawab Zahra.
"Wah. Jika seperti itu aku tak usah terlalu menjelaskan panjang lebar mengenai butik. Bagaimana jika kita langsung saja melihat karyawan yang bekerja di sini.
"Iya, Bu. Boleh."
"Aku akan membawamu melihat-lihat butik ini," ucap Bu Reni kemudian mereka pun berkeliling butik. Zahra sangat senang berada di butik itu. Ia merasa kembali ke zaman saat ia di butiknya dulu. Ada perasaan yang berbeda saat melihat rancangan-rancangan dan sebuah kain yang diubah menjadi setelan jas atau gaun. Zahra sudah tak sabar untuk bekerja di butik ini.
"Sambil menunggu Arham. kamu boleh membuat beberapa rancangan atau membuat setelan jas yang kau bisa."
Mereka ke sebuah ruangan produksi, dimana disana puluhan karyawan Ibu Reni sedang mengerjakan pesanan pelanggan.
"Iya, Bu. Aku sudah tidak sabar ingin mulai bekerja di sini," ucapnya membuat Ibu Rani juga merasa bahagia.
"Apa kamu sudah memutuskan untuk bekerja di sini?"
"Tentu saja, aku sangat berterima kasih Anda bisa menerima aku bekerja di sini."
"Baiklah kalau begitu. Kamu boleh mulai bekerja besok, senang bekerja sama denganmu, semoga kamu betah bekerja di sini dan jika ada yang kau tak pahami kau boleh bertanya langsung padaku," ucap Ibu Reni kemudian membiarkan Zahra bergabung dengan karyawan lainnya.
Zahra yang ramah pada semua karyawan mendapatkan sambutan yang ramah pula dari mereka semua.
Zahra mulai merancang sebuah setelan jas, kemudian mulai mencari bahan, mengukur pola dan mulai menjahitnya. Ibu Reni kembali menghampiri Zahra dan melihat rancangan yang dibuat istri Arham itu. Ibu Reni tersenyum melihat keunikan dari rancangan pegawai barunya tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
MiraBeauty
gak tahan pengen nangis saat zahra bilang dia ingin melupakan "bayi kita" sabar ya zahra, aku padamu
2022-08-26
1