Deringan ponsel bergema di kamar Zahra, ia pun bergegas mengangkat panggilan telepon dari suaminya
"Iya, Mas ada apa?" jawab Zahra mengangkat panggilan Arham.
"Aku ingin mengajakmu makan malam di luar, kamu siap-siap ya! Aku akan langsung menjemputmu setelah pekerjaanku selesai," ucap Arham dari balik telepon.
"Makan malam? Tapi, apakah ibu mengizinkan kita. Mas tahu sendiri 'kan Ibu terlalu posesif padaku, aku bahkan tak boleh keluar dari pintu gerbang."
"Kamu tenang saja, aku sudah izin pada ibu untuk membawamu dan ibu sudah mengizinkan. Kamu siap-siap saja nanti aku akan menjemputmu dan kembali meminta izin pada ibu."
"Baiklah, Mas. Aku akan berdandan cantik untukmu," ucap Zahra yang terdengar begitu bahagia, semenjak kehamilannya ia tak pernah keluar rumah dan hanya menghabis waktu di rumah dan halaman saja.
"Akhirnya aku bisa keluar lagi, aku sedikit bosan terus di rumah," gumam Zahra memilih-milih pakaian yang akan dikenakannya.
Sementara itu di kantor, Arham memandang sebuah kotak kado yang akan diberikan pada Zahra, saat keluar negeri beberapa minggu yang lalu ia sengaja membeli perhiasan mewah yang akan diberikan untuk Zahra untuk memperingati hari jadian mereka.
"Semoga saja kamu suka kejutanku malam ini," gumam Arham sambil berjalan menuju ke lobi, semua pekerjaannya sudah selesai.
Di kediaman Arham.
"Zahra, kamu hati-hati ya, jaga cucuku baik-baik. Sebenarnya Ibu tak mau mengizinkan kamu untuk keluar malam ini, tapi karena Arham yang memohon makanya Ibu mengizinkan. Setelah urusan kalian selesai cepatlah pulang," ucap ibu yang masih mengkhawatirkan kondisi bayi yang ada di dalam kandungan Zahra, ini adalah cucu pertamanya membuat ia sangat protektif.
"Iya, Bu. Aku akan menjaganya dengan baik. Lagian aku kan pergi dengan mas Arham, sudah pasti ia akan menjaga kami."
Keduanya mendengar suara mobil Arham yang masuk ke pekarangan. Mereka pun berjalan keluar menghampiri Arham.
"Bu kamu pergi dulu ya!" Pamit Arham.
"Jaga mereka baik-baik."
"Ibu tenang saja," jawab Arham kemudian mereka pun pergi ke restoran.
Begitu sampai di restoran itu, Zahra sangat bahagia melihat ruangan yang sudah dipesan oleh Arham, ruangan yang sangat indah dan tertulis happy anniversary.
"Ya ampun, Mas. Ini indah banget," ucap Zahra memeluk suaminya. "Maaf aku tak punya hadiah untukmu."
"Iya, nggak apa-apa Sayang. Bayi kita adalah kado yang paling indah yang kau berikan padaku," ucapnya memakaikan kalung berlian pada Zahra.
"Kamu suka?"
"Iya, Mas. Aku sangat suka. Terima kasih untuk semua cintamu selama ini." Mereka pun makan malam romantis bersama.
"Ini sudah malam, sebaiknya kita pulang," ucap Zahra yang merasa jika mereka sudah terlalu lama keluar. Ia tak ingin membuat mertuanya merasa khawatir menunggu mereka.
"Ya sudah, kita pulang sekarang." Mereka pun pulang, sepanjang perjalanan Arham terus menggenggam tangan istrinya dan tangan satunya lagi menggenggam setir. Ia sangat bahagia sebentar lagi akan menjadi seorang ayah.
"Masss Awas!" Pekik Zahra yang melihat mobil truk yang melaju kencang ke arah mereka.
Arham dengan cepat membanting setir menghindari mobil tersebut yang melaju kencang ke arahnya. Namun, ia justru menabrak pembatas jalan yang membuat mobilnya terbalik.
"Mas, bayiku," ucap Zahra menatap pada suaminya. Ia bisa merasakan rasa sakit di daerah perut dan sesaat kemudian ia pun pingsan.
"Zahra kau baik-baik saja? Kita akan ke rumah sakit," ucap Arham panik melihat kondisi Zahra saat ini, ia berusaha keluar dari mobil dan mengeluarkan Zahra.
Beberapa kendaraan pun mulai berhenti dan membantu mereka, membawa kedua ke rumah sakit.
"Apa! Kecelakaan?" pekik Wani yang mendengar kabar tersebut. Ia pun bergegas menuju ke rumah sakit dan melihat Arham yang sudah mendapat pertolongan terlebih dahulu, beberapa perban terlihat menutupi luka-lukanya.
"Arham dimana Zahra?" tanya Wani menghampiri putranya yang terduduk lemas didepan ruang operasi.
Arham hanya menggeleng, ia sangat takut melihat kondisi Zahra dan bayinya. Arham melihat tangannya yang masih berlumuran darah Zahra. Tangannya bergetar hebat.
"Ibu kan sudah bilang padamu, Kamu harus menjaganya dengan baik! Bagaimana jika terjadi sesuatu pada cucuku," ucap ibu yang kini sudah menangis tak bisa menahan rasa khawatirnya, sementara Arham hanya tertunduk.
Setelah lama menunggu akhirnya operasinya pun selesai, Dokter keluar dan menghampiri keduanya.
"Dokter, bagaimana keadaan istri dan anak saya?" tanya Arham yang menghampiri dokter.
"Istri bapak baik-baik saja dia sudah keluar dari masa kritisnya. Namun ...."
"Namun, apa dokter? Bagaimana dengan cucuku?" tanya Wani memotong pembicaraan Dokter.
"Maafkan, Bu. Kami sudah melakukan yang terbaik. Namun, saat terjadi kecelakaan perut pasien sepertinya terbentur dan membuat bayinya tak bisa diselamatkan. kami sudah berusaha Bu, tapi kami tak bisa menyelamatkannya," jelas dokter yang membuat Wani langsung lemas dan jatuh terduduk di lantai.
"Arham apa semua ini? Katakan jika semua ini hanya mimpi!" ucap ibu yang tak terima dengan apa yang baru saja Dokter katakan. Ia sudah menantikan kehadiran cucu pertamanya dengan sangat bahagia dan semua berakhir seperti ini.
"Sekali lagi maaf, Bu. Kami sudah melakukan yang terbaik. Kami permisi dulu," ucap Dokter meninggalkan keduanya.
Setelah Zahra dipindahkan ke ruang perawatan mereka berdua menunggu dan terduduk lemas di sofa yang ada di ruangan tersebut, keduanya hanya terdiam masih tak percaya jika mereka sudah kehilangan bayi yang bahkan belum mereka dengar tangisannya.
Beberapa saat kemudian Zahra terbangun.
"Dimana aku?" gumamnya kemudian ia berbalik melihat suami dan mertuanya yang terlihat begitu bersedih, ingatan tentang kecelakaan itu terlintas di pikirannya secara langsung, Zahra memegang perutnya, rasa sesak menyusup di dadanya saat mendapati sudah tak ada bayi di dalam rahimnya.
"Mas, dimana bayi kita?" tanya Zahra mencoba untuk duduk. Namun, langsung dihentikan oleh Arham.
"Tenanglah dulu, kau baru saja dioperasi," ucap Arham duduk di samping Zahra.
"Tapi, Mas dimana bayiku? Bagaimana keadaannya?" tanya Zahra yang kini sudah berderai air mata terus menatap memohon Untuk Sebuah Jawaban pasti dari suaminya.
"Bayimu sudah tak ada, cucuku sudah tak ada, semua ini karenamu! Kau tak mampu menjaganya, tak bisakah kau menjaga bayimu sendiri?" teriak ibu yang tak terima. Ia pun berjalan cepat menghampiri menantu yang kini masih duduk di ranjang rumah sakit.
"Apa maksud Ibu?" tanya Zahra disela isak tangisnya.
"Ya, kau yang membunuh cucuku. kembalikan cucuku! kembalikan!" Wani mengguncang tubuh Zahra.
"Ibu tenanglah, jangan seperti ini."
"Mas dimana bayi kita? Apa yang dikatakan ibu itu tak benar kan, Mas?"
"Ibu benar, kita sudah kehilangan bayi kita. Bayi kita sudah meninggal."
"Tidak, Mas. Itu tidak benar. Bayiku tak mungkin meninggal, ku bohong kan, Mas?" Zahra tak terima jika ia sudah kehilangan bayinya.
"Tapi itulah kenyataannya. kita sudah kehilangannya."
"Semua ini salahmu, Zahra!" ucap Wani menatap kesal pada menantunya.
"Kenapa Ibu menyalahkanku. Aku tak mungkin sengaja melukai bayiku, Bu."
"Jika kau lebih hati-hati semua ini tak akan terjadi."
Zahra masih ingin membela diri. Namun, dokter masuk ke ruangan mereka.
Semua terdiam, ibu mencoba menahan amarahnya yang menggebu-gebu.
"Bagaimana kondisi Anda, Bu? Apa Anda merasa ada keluhan?" tanya dokter yang memeriksa Zahra.
Zahra menggelang, dia mencoba menahan isakannya. "Dokter apa yang terjadi pada bayiku?" tanya Zahra yang ingin tau penyebab ia kehilangan bayinya.
"Maaf, Bu. Kami tak bisa menyelamatkannya bayi Ibu. Terdapat benturan keras di daerah tengkorak kepalanya sehingga ia tak bisa diselamatkan. kami mohon maaf," ucap dokter membuat Zahra semakin terenyuh, ia sudah melukai bayinya. Itulah yang dipikirkannya saat ini.
Arham menghampiri Zahra dan mengusap punggungnya saat melihat istrinya itu terlihat begitu terpukul mendengar penjelasan dokter.
"Sudahlah, mungkin memang bayi kita tak ingin bertemu dengan kita. Ikhlaskan saja! kita akan bertemu dia di akhir nanti. Allah pasti menggantinya dengan bayi yang lebih baik dari yang ia ambil dari kita saat ini." Arham mencoba berfikir positif dan mencoba menerima semua kenyataan yang ada, semua sudah terjadi.
"Maaf, Kami punya satu lagi kabar yang mungkin kabar ini tak enak untuk kalian dengar," jelas dokter menatap Arham dan Zahra secara bergantian.
"Apa maksud dokter?" tanya Arham mengurutkan kening mendengar ucapan dokter
"Saat benturan ada bagian rahim istri Anda yang terluka, karena dengan sangat menyesal Kau memberikan kabar jika kemungkinan untuk bisa hamil lagi itu sangat kecil. Kami sarankan untuk menunda program kehamilan beberapa tahun kedepan. Karena jika ibu hamil dalam jangka waktu yang terlalu dekat itu sangat berbahaya dan beresiko keguguran .
Mendengar hal itu semakin membuat hati Zahra hancur. Apakah ia sudah tak mempunyai kesempatan untuk menjadi seorang ibu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
my name
eh itu gimana sih nyokapnya arham kok bisa nyalahin zahra seenak jidatnya emang mertua ngak ada akhlak
2024-06-05
1
Noni Kartika Wati
emaknya Arham kayak orang ga punya iman
2022-08-27
1
MiraBeauty
ya Allah kasihan sekali zahra aku pernah diposisi kamu tapi anakku sudah berusia 1 tahun lebih kehilangan anak benar2 membuatku shock apalagi kamu sudah divonis untuk hamil lagi kemungkinan kecil mewek aku ...
2022-08-26
0