Setelah berbicara dengan ibunya lebih tepatnya berdebat Arham masuk kamar dan melihat istrinya itu sudah berbaring di tempat tidur.
Ada perasaan iba melihat istrinya itu sudah tidur dengan begitu tenang. Arham menghampirinya mengusap lembut anak rambut yang menghalangi wajah cantik istrinya.
Arham tak berkata apa-apa, hanya menatap wajah Zahra, lama ia melakukannya kemudian masuk kamar mandi membersihkan badannya.
Zahra bisa merasakan jika suaminya itu menjauhi darinya, ia membuka matanya dan melihat Arham terus berjalan masuk kekamar mandi dan hilang di balik pintu. Hatinya sangatlah sakit ia memegangi pipinya yang tadi disentuh oleh Arham. Rasa cintanya masih begitu besar untuk suaminya dan itu semua membuatnya terasa begitu sakit.
"Aku mohon maaf telat membuatmu kecewa padaku, aku mohon jangan duakan aku, aku sangat mencintaimu mas, itu pasti sangat sakit aku akan berusaha agar kita bisa mendapatkan kembali buah cinta kita," ucap Zahra pelan memegang perutnya. Mengusap lembut di sana dan mendoakan berharap ia akan kembali diberi kesempatan, diberi anugerah dalam rahimnya.
Zahra kembali menutup matanya saat melihat gagang pintu kamar mandi memutar yang menandakan jika Arham akan keluar. Sejak tadi ia terus saja melihat ke arah pintu itu dengan pikiran yang tak karuan..
Arham yang sudah selesai mandi langsung ikut bergabung di dalam selimut istrinya, memeluk Zahra dengan sangat erat. Zahra bisa merasakan suhu dingin tubuh suaminya yang baru saja selesai mandi serta aroma sabun yang begitu kentara. Itulah saat-saat dimana selama ini ia sangat merasa nyaman berada dipelukan dan mencium aroma suaminya. Ia yang biasanya akan merasa nyaman dan tenang sekarang berbeda, kali ini rasa sakit di hatinya semakin menusuk hingga menyebabkan rasa perih yang tak tertahankan. Zahra mengepal tangannya menahan sekuat tenaga agar ia tak terisak.
Zahra membekap mulutnya, dia membelakangi Arham. Ia ingin tahu apakah suaminya itu akan tega untuk meminta izin padanya melakukan apa yang diinginkan oleh mertuanya.
Setelah lama dalam posisi itu, Zahra bisa merasakan jika suaminya itu sudah masuk ke dalam alam mimpinya. Ia pun berbalik dan menatap wajah suaminya yang terlihat begitu tenang, ia mengulurkan tangannya untuk mengusap wajah yang sudah membuatnya jatuh hati itu. Namun, ia kembali mengurungkan niatnya kemudian dia kembali memegang perutnya.
"Aku akan berusaha membuatmu menjadi seorang ayah, maaf mas." lirihnya dalam hati, membiarkan air mata terus menetes. Ia menatap wajah tenang itu hingga Ia pun tertidur.
Pagi hari saat sarapan Wani menatap pada putranya yang sedang sarapan. Menanyakan dengan tatapannya apakah ia sudah memberitahukan Zahra akan keinginannya menikah lagi.
Arham yang tahu akan tatapan ibunya itu menggeleng pelan. Namun, semua itu bisa dirasakan oleh Zahra.
'Aku ingin tau mas, apakah kau Setega itu padaku mengatakan hal itu di saat aku masih dalam keadaan terpuruk.' Zahra mencoba untuk tetap fokus pada makanannya, mencoba untuk tetap tenang sesekali ia memberikan senyuman kepada mertua dan suaminya, menawarkan makanan yang ada di depan mereka. Zahra bersikap seperti biasanya walaupun ia tau semua sudah berubah.
"Zahra. Arham ingin bicara penting padamu," ucap ibu tegas menatap tajam padahal
putranya.
Zahra membeku, ia belum siap mendengarkan hal itu. Iya melihat suaminya ingin tahu apakah suaminya kembali akan menuruti apa yang ibunya katakan.
"Bu, aku sudah terlambat aku akan bicara saat pulang nanti," ucap Arham mengambil minumnya. kemudian mengambil tas kerjanya berdiri meninggalkan meja makan.
Wani hanya menghalangi nafas, ia tahu putranya itu hanya mengalihkan topik mereka.
Zahra bernafas lega. Walaupun ia tau apa yang ingin suami itu sampai, tapi Ia belum siap akan hal itu. Zahra takut dengan apa yang akan Arham katakan.
Ia pun dengan cepat menyusul suaminya. Zahra mencium punggung tangan Arham sebelum Arham masuk ke mobilnya dan ia mendapatkan ciuman di keningnya.
"Hati-hati ya Mas," ucapnya saat menutup pintu mobil suaminya.
Arham membuka kaca jendelanya.
"Jika Ibu mengatakan sesuatu hal yang menyakitimu, abaikan saja. Tetaplah berada di kamarmu dan istirahatlah," ucap Arham mengusap punggung tangan istrinya kemudian Ia pun terlalu melajukan mobilnya ke kantor, sebenarnya tak ada rapat penting, tetapi Ia hanya ingin menghindari ibunya, menghindari pembahasan masalah izin menikah lagi.
Zahra berdiri di depan rumah mewah itu, melihat mobil suaminya yang semakin menjauh kemudian ia melihat pintu rumah yang terbuka lebar. Ada keinginan dalam hati untuk tetap berada di tempatnya, rumah yang selama ini dirasanya nyaman kini terlihat begitu mengerikan baginya.
Tak lama kemudian ibu keluar dari rumah itu saat Zahra masih berdiri terpaku di tempatnya. Mendapatkan tatapan tajam membuat Zahra ragu untuk menanyakan mertuanya itu ingin pergi kemana. Ia bahkan ragu untuk tersenyum.
"Aku ingin keluar, tetaplah berada di rumah," ucap Wani melewati Zahra menuju ke mobil yang sudah terparkir di sana. Kali ini Zahra juga hanya melihat mertuanya itu keluar pintu gerbang ada rasa lega di hatinya. Ia pun bergegas masuk melihat Bibi yang membereskan sisa sarapan mereka. Zahra mengambil beberapa buah dan memasukkannya ke dalam kamarnya lalu mengunci pintunya.
"Apa yang aku lakukan? Mengapa aku menjadi seperti ini." Zahra melihat beberapa buah yang ada di tangannya, ia seperti pencuri dirumahnya sendiri, menghindari sesuatu yang seharusnya tak ia hindari.
Zahra hanya menghalang nafas dan terduduk di lantai, ia bingung dengan apa yang akan terjadi kedepannya. Membayangkannya saja sudah membuat hatinya terasa sesat apalagi jika harus menjalaninya.
***
Arham yang baru tiba di kantornya terkejut saat melihat mobil ibunya juga berhenti tepat di belakang mobilnya.
"Ibu? Apa yang ibu lakukan di sini?" tanyanya.
Wani berjalan masuk tak menghiraukan pertanyaan putranya itu.
"Duduk! Ibu mau bicara padamu," ucapannya setelah mereka sudah sampai di ruangan Arham.
Arham dengan patuh menuruti apa yang ibunya katakan.
"Sampai kapan kau akan seperti ini? Apakah akan terus diam dan melihat istrimu yang tak berguna itu? Pokoknya Ibu tidak mau tahu malam nanti Ibu sudah mendapat keputusan dan Ibu tak ingin penolakan. Ibu sudah membuat janji kepada teman ibu akan mengenalkanmu pada anak gadisnya."
"Ibu semua ini terlalu cepat. Zahra bahkan baru keluar dari rumah sakit."
"Lebih cepat lebih baik, bahkan jika bisa Ibu ingin menikahkanmu dengannya hari ini juga. Ibu hanya ingin mendapatkan seorang cucu. Apakah ibu salah?" geramnya. Wani masih sangat kecewa dengan tak mendapatkan cucunya, tak bisa menimbang cucu yang selama ini diimpikannya.
"Bu, tolong mengerti lah," ucap Arham melas.
"Tidak! Bicaralah pada istrimu saat kau pulang nanti, saat makan malam Ibu sudah mendapatkan keputusan. Ibu tak mau tahu," ucap Wani kemudian Ia pun berlalu meninggalkan ruangan putranya itu. Arham hanya memijat keningnya Ia tak punya pilihan lain selain menuruti apa yang ibunya katakan.
🌹 Terima kasih sudah membaca 🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
my name
yg salahkan arham karna ngak bisa jaga zahra dan bayinya kenapa malah zahra trs yg disalahkan, dasar mertua egois
2024-06-06
0
MiraBeauty
lagian kamu juga arham kenapa ngajak zahra keluar disaat dia hamil besar. terus sekarang pake alasan kecewa karena zahra divonis.
2022-08-26
1