Arham belum pulang saat makan malam membuat ibu merasa sangat geram. Ia mengetuk pintu kamar Zahra yang sejak ia pulang tadi pintu itu terus tertutup rapat, Zahra juga tak pernah keluar dari kamar itu.
"Zahra keluar kamu! Apa yang kamu lakukan di kamar terus?" teriak Wani menggedor pintu kamar menantunya.
Zahra yang sedang berbaring di tempat tidurnya terkejut mendengar suara ketukan dan teriakan mertuanya. Ia pun bergegas membuka pintu, ia tak ingin membuat mertuanya itu semakin marah padanya dengan berlama-lama membuka pintu.
"Iya, Bu. Ada apa?" tanya Zahra yang sudah membuka pintu. Melihat wajah kemarahan mertuanya.
"Apa saja yang kamu lakukan didalam? Bukannya membantu bibi menyiapkan makan malamnya kamu malah enak-enak tidur. Apa kamu sudah makan sehingga terus mengurung diri di kamarmu? Mau sampai kapan kamu akan keluar? Sampai suamimu yang tak tahu di mana dia sekarang itu pulang kerumah?" Zahra hanya terdiam menanggapi ocehan mertuanya itu.
"Sebenarnya di mana Arham? Coba kamu telepon dia dan suruh dia pulang secepatnya. Ibu sudah beberapa kali menghubunginya. Namun, ponselnya tak diangkatnya," ucap Wani melipat tangannya di dada.
Zahra yang mendengar itu langsung mengambil ponselnya mencoba menelpon Arham.
Suara jaringan pertama Arham langsung mengangkat panggilannya.
"Halo, Mas. Kamu di mana?" tanya Zahra.
"Aku masih di kantor, ada apa?"
"Apa yang kamu lakukan di kantor pada jam seperti ini? Pulang sekarang! Ibu ingin bicara padamu," ucapkan yang mengambil ponsel yang sedang dipegang oleh Zahra.
"Iya, Bu. Aku pulang sekarang," jawab Arham lagi-lagi tunduk dengan apa yang dikatakan oleh ibunya. Setelah mematikan ponselnya Alham menghela nafas sejanak. Tadi ia sengaja tak mengangkat panggilan dari ibunya itu, ia ingin menghindari ibunya atau lebih tepatnya menghindari pembahasan tentang meminta izin pada Zahra untuk dirinya menikah lagi.
"Kamu lihat kan! Karena kamu anak saya sekarang sudah berubah. Dulu ia tak pernah membangkang sedikitpun apa yang saya katakan. Namun, sejak kamu hadir dalam hidupnya dia selalu saja tak menurut apa yang saya katakan termasuk hari ini." Wani kembali memberikan ponsel Zahra secara kasar.
Zahra dengan sikap menangkap ponselnya saat mertuanya itu melemparkannya kepadanya. Ponsel itu hampir saja terjatuh ke lantai. Zahra hanya melihat mertuanya itu berjalan keluar.
"Apa malam ini aku harus mendengar kata-kata itu dari mas Arham" gumam pelan Zahra, ingin rasanya dia pergi dari rumah itu agar kata-kata yang tak ingin didengarkannya tak sampai di telinganya. Ingin rasanya ia pergi ke tempat lain agar bisa menghindari semua itu, ia bisa merasakan sakitnya bahkan saat Kalimat itu belum terucap dari mulut suaminya.
Setelah 1 jam Arham pun datang. Zahra yang mendengar suara mesin mobil suaminya mengintip dari balik jendela, ia ingin keluar. Namun, kembali mengurungkan niatnya.
"Lebih baik aku tunggu Mas Arham di dalam kamar saja," gumamnya masih berdiri depan pintu dan sedikit memundurkan langkahnya memberi jarang dari pintu agar suaminya bisa masuk.
"Arham tunggu," panggil ibu saat melihat putranya itu berjalan menuju ke kamarnya.
Arham kembali menghela nafas untuk kesekian kalinya dan berbalik berjalan kearah Ibu. Ia tak punya pilihan lain selain menghampiri ibunya itu.
"Ada apa, Bu?" tanya Arham.
"Malam ini kamu harus bicara kepada istrimu masalah permintaan ibu. Saat sarapan ibu harus mendengarkan jawabanmu jangan menghindari ibu.
"Baik, Bu. Aku akan bicara pada Zahra," jawabnya karena memang ia tak punya jawaban lain yang ingin didengarkan oleh ibunya.
Begitu ibunya itu kembali berjalan menuju kamarnya, Arham juga berjalan gontai menuju lantai dua dimana kamarnya berada.
Arham menarik nafas dalam dan menghembuskannya secara perlahan sebelum memegang gagang pintu.
Dengan perlahan Arham membuka pintu dan melihat Zahra tepat di hadapannya, Ia sudah menyusun kata-kata yang tepat untuk mengatakan semua itu saat di jalan tadi. Namun, tiba-tiba semua itu hilang dari kepalanya.
"Mas" lirihnya semakin membuat Arham merasa berat mengungkapkan apa yang diminta oleh ibunya.
Zahra mengambil tas kerja suaminya serta jasa yang menggantung di lengan. Zahra menyimpannya di tempat yang semestinya. Arham kemudian berjalan menuju kekasur mereka.
Arham melepaskan sepatu serta kaos kaki, Zahra dengan sigap membantunya dan semua itu semakin memberatkan Arham.
Selama mereka menikah Zahra selalu mengurusnya dengan sangat baik, bahkan hal kecil sekalipun.
Arham menarik Zahra untuk duduk di sampingnya, menggenggam erat kedua tangan istrinya itu.
'Jangan, Mas. Aku mohon jangan katakan itu, Semua itu akan menyakitiku," batin
Zahra menunggu apa yang ingin suaminya itu katakan. Zahra mengatur ritme jantungya yang terdengar. Ada yang ingin aku katakan.
"Zahra. Aku minta maaf, aku sama sekali tak bermaksud untuk mengatakan ini padamu, tapi aku tak bisa menolak keinginan ibu. Kau tahu sendiri kan bagaimana ibu. Ia tak akan berhenti meminta sesuatu sampai mendapatkannya," jelas Arham. Semua itu semakin membuat hati Zahra bergejolak.
"Zahra mohon maaf aku." Arham menjeda kalimat dan menatap mata Zahra
"Ada apa, Mas. Katakan saja," ucap Zahra yang sudah siap dengan apa yang akan didengarkan. Walaupun ia menunda semua itu ia akan tetap didengarnya dilain kesempatan.
"Ibu meminta ku menikah lagi agar ibu bisa memiliki cucu secepatnya," jawabnya semakin mengeratkan genggaman tangannya.
"Aku mohon beri aku waktu. Aku akan berusaha agar kita bisa kembali memiliki seorang anak. Aku yakin aku bisa memberimu seorang anak dari rahimku ," ucap Zahra dengan mata yang berkaca-kaca.
"Maaf. Aku juga tak ingin melakukan semua ini, tapi semua keputusan ada pada ibu. Andai aku bisa aku akan memberikan waktu untukmu, tapi aku tak bisa melawan ucapan ibu."
"Tidak. Mas. Jangan katakan itu! Itu sangat menyakitiku, aku mohon jangan duakan aku, beri aku kesempatan, Mas!" lirih Zahra yang kini sudah menitihkan air matanya.
Arham mengusap air mata istrinya itu, ia juga tak tega melihatnya. Namun, ia sama sekali tak punya kekuatan untuk membantah ibunya.
"Baiklah, Aku akan coba bicara pada ibu untuk meminta waktu untuk kita." Arham mengelus perut Zahra yang sudah rata, kenangan saat tendangan bayinya masih terjelas teringat di kepadanya. Arham yang tak tahan akan ingatan itu dengan cepat berpaling dan bergegas masuk ke kamar mandi.
Zahra sedikit lebih tenang saat mendengar jika suaminya memberikannya waktu.
****
Saat pagi hari waktu yang menegangkan pun tiba. Hari ini Wani sudah duduk di meja makan dan meminta Zahra dan juga Arham duduk di dekatnya.
"Bagaimana Arham? Apa kamu sudah membahasnya pada istrimu?? bertanya Wani.
Arham terdiam, ia tak berani mengatakan pada ibu jika ia memberikan waktu pada Zahra.
"Jangan hanya diam saja. Jika kau tak bisa mengatakannya biar ibu yang bicara padanya."
"Bu, Aku mohon berilah Zahra Waktu, aku yakin dia pasti bisa hamil lagi. Aku mohon, Bu."
"Sampai kapan? Sampai ibu tak bernyawa? Pokoknya ibu tak mau tau. Kau harus menikah lagi."
"Bu. Aku yakin aku bisa memberikan keturunan pada keluarga ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
guntur 1609
laki2 yg tdk bisa jadi panutan
2023-04-11
0
MiraBeauty
mertua ikut campur muluk lagian knpa harus tinggal disitu
2022-08-26
1