Dunia Maya

Jam makan siang sudah lewat beberapa menit. Arlan sudah menghabiskan makan siang yang Bi Enja siapkan. Dia langsung kembali ke kamar begitu piring di depannya kosong. Arlan meregangkan tubuhnya, lalu duduk di depan meja belajarnya. Dia menyalakan laptop, siapa tahu bisa mendapatkan info mengenai keluarga ayah ataupun kakeknya.

"Argh! Gue lupa nanya nomor teleponnya Manda ataupun media sosialnya!" erang Arlan begitu mengingat bahwa dia melupakan hal penting.

Laptop di depannya menyala. Dia melihat ada dua puluh notifikasi di media sosialnya. Arlan langsung membuka dan melihat apa yang terjadi. Ternyata, hampir semua orang yang Arlan tambahkan sebagai teman, menerima permintaannya. Ada juga tiga orang yang mengiriminya pesan.

Jantung Arlan berdegup kencang. Dia merasa khawatir sekaligus antusias dengan apa yang dia dapatkan. "Harusnya gue minta nomor teleponnya Manda. Sekarang jadi nggak bisa diskusi, deh," gerutunya, masih menyesal.

Orang pertama yang mengiriminya pesan adalah profil yang bernama Lukman. Arlan mengingat kembali, apakah dia pernah bertemu orang ini atau tidak. Dia juga mencari di galeri fotonya, siapa tahu orang yang bernama Lukman pernah tertangkap kamera handphone-nya ketika pertemuan keluarga.

Nihil.

Arlan tidak mengenal Lukman. Tapi, dari keterangan profilnya, Lukman beberapa kali bertemu dengan Oki, yang artinya mereka masih satu keluarga. Arlan menyusuri profil Lukman lebih teliti. Lukman adalah laki-laki berusia enam puluh tahun yang hidup bersama istrinya. Arlan mengenal istri Lukman. Merry, namanya. Merry adalah kakak tertua ayahnya.

"Kalau Oom Lukman adalah suami Tante Merry, kenapa nggak pernah kelihatan waktu pertemuan keluarga, ya?" gumam Arlan.

Meskipun sebenarnya malas, Arlan bisa dikatakan adalah anak muda yang paling aktif dalam pertemuan keluarga. Arlan datang lebih sering dibanding keluarga inti lainnya.

Arlan membuka pesan dari Lukman.

'Arlan anaknya Fahmi, ya?'

Begitu pesan yang Lukman kirimkan. Arlan langsung menjawab untuk membenarkan pertanyaan Lukman. Setelah itu, dia diam untuk beberapa saat, karena ikon profil Lukman menandakan bahwa Lukman sedang online.

Ting!

Arlan menegakkan duduknya. Dia membaca balasan Lukman dengan cepat.

'Kamu baik-baik saja? Apa ada sesuatu yang aneh terjadi, sampai kamu menghubungiku?'

"Hah? Apa harus terjadi sesuatu sampai Oom Lukman berkata seperti itu? Aneh..."

'Tidak ada yang terjadi, Oom. Saya cuma mau menyapa keluarga.'

Arlan berdusta. Dia menimbang-nimbang semua kemungkinan yang akan Lukman berikan padanya. "Hmmm, apa berita bahwa Kakek menghilang sudah tersebar, ya?" gumam Arlan.

'Jangan berbohong. Pasti ada yang mau kamu tanyakan. Mungkin tentang anak-anakku?'

Alis Arlan berkerut membaca balasan pesan dari Lukman. Setelah mendapatkan umpan seperti itu, bohong rasanya jika Arlan berkata tidak tergiur. Namun, kalau Arlan mengambil umpan dari Lukman, itu berarti dia harus menceritakan apa yang terjadi padanya.

Arlan menggeleng pelan. Dia masih belum menentukan langkah selanjutnya. Tapi, dia tidak mau tergesa-gesa. Jadi, Arlan tidak membalas pesan Lukman, dan berganti pada pesan selanjutnya.

"Dari Tante Rahayu," Arlan membaca nama profil di layar laptopnya. Arlan pernah bertemu dengan Rahayu beberapa kali. Rahayu yang Arlan tahu adalah pribadi yang dingin dan tertutup. Namun, parasnya sangat cantik, tidak kalah dengan Lili.

Tangan Arlan menyusuri timeline Rahayu. Ada banyak postingan barang dagangan di sana, tapi bukan berarti Arlan tidak menemukan apapun.

"Wah! Ini yang namanya Eka, kan?" Arlan terkejut ketika menemukan foto Eka di sana. "Hah?" Arlan semakin terkejut ketika menyadari bahwa foto Eka yang Rahayu posting adalah foto untuk acara pemakaman. "Eka sudah meninggal?" tanya Arlan pada dirinya sendiri.

Arlan membuka pesan dari Rahayu.

'Arlan anaknya Fahmi? Bagaimana kabar Kakek Pareng?'

Arlan menelan ludah. Dia tidak ingin berbohong. Tapi di waktu yang bersamaan, dia tidak ingin jujur mengenai kakeknya yang menghilang. Bisa saja itu malah menjadi bumerang untuk ayahnya. Bagaimanapun, orangtuanya telah dipercaya untuk menjaga Kakek Pareng karena dirasa paling mampu secara finansial.

'Iya, Tante. Tante apa kabar? Lama saya tidak lihat Tante di pertemuan keluarga.'

Arlan mencoba menjawab secara ambigu. Dalam hati, Arlan berharap Rahayu tidak menyadari kejanggalan dari jawaban yang dia berikan.

'Kapan kamu ulang tahun?'

Arlan semakin tidak mengerti dengan orang-orang yang mengiriminya pesan. Untuk beberapa lama, Arlan hanya duduk terpaku menatap layar laptopnya.

Ting!

Bunyi notifikasi itu menyadarkan Arlan. Dia mengerjap dan kembali ke kenyataan untuk membaca pesan baru dari Rahayu.

'Kali ini giliranmu yang mati, ya?'

"Hah? Apa?" Arlan cengak.

Saking kagetnya dengan pesan yang dia terima, Arlan sampai menahan nafasnya untuk beberapa lama. Kepalanya berputar. Lukman dan Rahayu malah membuatnya pusing.

'Apa maksud Tante?'

Arlan memberanikan diri untuk bertanya lebih jauh. Dia berharap, Rahayu membuka mulut masalah ini. Mungkin juga dia bisa menemukan jalan keluar atas apa yang menimpa dirinya belakangan ini.

'Itulah kenapa harusnya kamu datang waktu sepupu-sepupumu dimakamkan. Kamu terlalu sibuk dengan sekolahmu. Meluangkan waktu saja tidak mau.'

"Dimakamkan? Siapa yang meninggal?" Arlan merasa aneh. Selama ini, dia tidak pernah mendapatkan kabar bahwa ada keluarganya yang meninggal. Bukan dia yang tidak bisa meluangkan waktu, hanya saja orangtuanya tidak pernah memberitahu apapun.

Tapi, jika dia memberitahu bahwa orangtuanya tidak memberi kabar apapun padanya, bukankah itu sama saja dengan mengambing hitamkan orangtuanya. Bisa saja keputusannya salah dan malah membuat orangtuanya susah di kemudian hari.

'Maaf, Tante. Tapi, apa maksud Tante dengan giliran saya untuk mati?'

Setelah mengirim pesan itu, Arlan menunggu agak lama untuk mendapatkan balasan pesan dari Rahayu. Ikon profil Rahayu menunjukkan dia tengah aktif. Namun, sepertinya Rahayu sedang berpikir untuk menjawab pertanyaan Arlan.

Jadi, Arlan memutuskan berpindah pada orang ketiga yang mengiriminya pesan. Dia adalah Dipta. Rupanya, Dipta adalah adik Eka. Setelah melihat profil Dipta, Arlan sadar kalau mereka hanya terpaut satu tahun.

Dipta memiliki tubuh yang kekar. Meskipun dia lebih muda satu tahun dari Arlan, namun postur tegapnya yang sempurna terlihat lebih tinggi dari Arlan.

Arlan membuka pesan dari Dipta.

'Ini Kak Arlan yang pernah datang ke acara pertemuan keluarga, ya? Kayaknya pernah lihat.'

Arlan menghela nafas. Sepertinya Dipta tidak akan frontal seperti Rahayu.

'Iya. Tapi saya tidak pernah lihat kamu. Kamu anaknya Tante Rahayu sama Oom Oki, ya?'

Arlan menunggu balasan dari Dipta dengan tidak sabar. Mungkin karena mereka hampir seumuran, Dipta bisa diajak bicara baik-baik.

'Saya cuma sekali pernah datang ke pertemuan keluarga. Itupun nggak lama. Karena kakak saya tiba-tiba sakit. Oh, ya, kenapa nggak datang waktu kakak atau sepupu-sepupu kita dimakamkan? Apa karena jauh?Tapi orangtua Kak Arlan datang. Kakek Pareng juga datang.'

Arlan tidak bergerak dari duduknya. Matanya terpancang pada layar laptop. Dia menyadari ada yang aneh. Arlan tidak bisa menjawab apapun. Dia terdiam untuk berapa lama.

Mungkin, karena tidak ada respon dari Arlan, Dipta kembali mengirimkan pesan.

'Apa orangtua Kak Arlan nggak cerita apapun? Tahun ini Kak Arlan berusia 17 tahun, kan?'

Arlan menyibak rambutnya ke belakang. Kepalanya berdenyut menyakitkan. Arlan mengerti bahwa ada yang tidak beres karena semua mengaitkan dengan hari ulang tahunnya.

'Maaf. Sepertinya saya tidak tahu apa-apa. Kamu bisa cerita? Ada apa dengan ulang tahun saya?'

Arlan terdiam. Dia menunggu jawaban Dipta dengan hati yang memburu. Kilasan mimpi buruk kembali melayang di kepalanya. Apa mungkin Dipta tahu sesuatu? Akhirnya, setelah sepuluh menit menunggu, Dipta mengirimkan balasan pesannya.

'Kita akan mati di usia 17 tahun. Nggak tahu kenapa, tapi kita pasti mati. Kak Eka juga begitu. Sepupu kita yang lain, mulai dari anak tertua Oom Lukman, semua mati. Alasannya saya juga nggak tahu. Orangtua saya selalu marah kalau saya tanya.'

"Hahahaha! Bercandanya keterlaluan!" komentar Arlan.

***

Terpopuler

Comments

Titin Rahmawati

Titin Rahmawati

ceritanya seru... bikin pnasaran. lanjut thorr.. di tunggu up nya 🙏

2022-11-09

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!