Mimpi

Arlan berdiri di sebuah tempat yang tidak ia kenal. Rumput liar setinggi lutut menggelitiki kakinya tanpa henti. Angin dingin menusuk berhembus dari berbagai arah secara bergantian Anehnya, tubuhnya tidak menggigil karena kedinginan.

Dia menajamkan pendengarannya berkali-kali lipat. Satu-satunya suara yang Arlan dengar, adalah suara gemerisik dedaunan di pohon. Arlan mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, berharap menemukan petunjuk, di mana dirinya sekarang.

Arlan tahu ini mimpi. Mimpi ini adalah mimpi keduanya di tempat yang sama. Arlan menunduk, menemukan jalan setapak yang kemarin dia lihat. Jalanan itu sama persis. Bahkan, batu yang ada di dekat kakinya kemarin, sekarang berada di tempat yang sama.

Pandangan Arlan berubah ke arah depan dan belakangnya. Di kedua ujung jalan itu, tidak terlihat apapun. Hanya kegelapan yang terasa akan melahapnya hidup-hidup jika Arlan menyusurinya.

Arlan mendongak ke atas. Bulan purnama di atas kepalanya adalah satu-satunya sumber penerangan malam itu. Namun, cahayanya tidak mampu memberikan jawaban. Jadi, Arlan tidak bergerak. Dia masih menimbang apa yang akan terjadi dan apa yang harus dia lakukan beberapa saat lagi.

'Wanita itu akan muncul!' batin Arlan.

Sebagian dari dalam dirinya merasa takut. Bayangan wanita itu yang muncul kemarin malam, masih tersisa di kepalanya. Jika bisa memilih, Arlan tidak mau menyaksikan wajah buruk rupa itu lagi.

Suara gemerisik yang terdengar berbeda, muncul beberapa meter dari belakangnya. Arlan berbalik, mendapati rumput liar yang bergerak secara cepat. Dia tahu bahwa ada yang mendekat.

Arlan mengepalkan tangannya. Jantungnya memburu seiring dengan hembusan nafasnya yang tidak beraturan. Dia tahu apa yang akan dia hadapi.

"KETEMU!"

Suara tinggi melengking dan serak menggema di tengah malam. Arlan memasang kuda-kuda ketika sebuah kepala muncul dari balik rumput, disusul dengan tubuh yang tidak lagi utuh. Tangan kiri wanita itu tidak ada pada tempatnya. Sebagian kulit perutnya juga menghilang, memperlihatkan organ dalam yang tidak lagi sehat. Kakinya menekuk ke arah yang salah. Wanita itu berjalan terseok-seok mendekati Arlan dengan cepat.

Arlan berbalik, hendak mengambil langkah seribu karena ketakutan. Arlan sadar yang dia hadapi bukanlah manusia. Namun, belum sempat dia menggerakkan kakinya, wanita itu tiba-tiba melesat ke depan Arlan secepat kilat.

Mata Arlan yang membelalak terbuka, sekali lagi menangkap wajah wanita itu dengan jelas. Bola matanya melotot, seolah bisa menggelinding jatuh dari rongganya. Hidungnya mancung dan bengkok. Sudut bibirnya tertarik ke atas, melengkungkan senyum lebar mengerikan. Kulit wanita itu keriput dengan bekas luka di mana-mana. Rambut hitam kusamnya menjuntai menutupi sebagian wajahnya seperti tirai.

"Ke... te... mu..." ujar wanita itu lambat-lambat. Senyumannya semakin lebar. Tangan kanannya tiba-tiba terangkat, hendak meraih Arlan. Dengan cepat, Arlan meringkuk untuk menghindari tangan makhluk di depannya. Ketika membuka mata kembali, mimpi itu berakhir.

Arlan mengerjap, bingung. Sisa-sisa mimpi itu masih ada di pelupuk matanya. Tangannya masih gemetar ketakutan. Bajunya basah karena keringat, tetapi tubuhnya terasa dingin. Nafasnya memburu, sama dengan detak jantungnya.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Arlan terbatuk karena tenggorokannya sangat kering. Seolah dia habis berlari berkilo-kilo meter jauhnya. Arlan bangun dari tidurnya. Dia memegang kepalanya yang berputar memusingkan. Hampir saja dia muntah di lantai kamarnya.

"Astaga... Apa ini?" gumamnya. Arlan mengusap keringat di keningnya. Dia menyibak rambutnya ke belakang.

"Arlan?"

Panggilan itu menyadarkan Arlan kembali. Arlan berusaha bangkit dari duduknya dan pergi membuka pintu kamar.

"Ya, Ma?" jawab Arlan sambil membuka pintu kamarnya.

Wajah Lili tampak gusar. Matanya nanar tetapi tidak dapat diprediksi. Tangan Lili saling bertaut di depan dada. Arlan tahu, ada yang membuat ibunya tidak tenang saat ini.

"Ada apa, Ma?" tanya Arlan.

"Lan... Apa... Apa kamu lihat kakekmu?" Lili terbata-bata.

"Hah?" Arlan cengak. Dia yang baru saja bangun dari tidur, malah ditanya keberadaan kakeknya. Arlan bahkan bisa melihat kalau langit di luar masih gelap. "Kenapa Mama tiba-tiba nyari Kakek?" Arlan balik bertanya.

"Kakekmu nggak ada," jawab Lili.

"Nggak ada bagaimana?" Arlan masih belum nyambung.

"Kakekmu nggak ada di rumah. Mama sudah cari sampai depan jalan besar, tapi Mama nggak menemukan kakekmu. Apa kamu lihat?"

Arlan menggaruk kepalanya. "Nggak, Ma. Aku tidur daritadi," jawab Arlan pada akhirnya.

Mata Lili turun menuju baju Arlan. "Kenapa bajumu basah?" akhirnya Lili sadar.

"Aku mimpi buruk," aku Arlan.

"Mimpi apa?" sambar Lili.

Alis Arlan terangkat, kaget dengan pertanyaan ibunya. Tidak seperti biasanya Lili tertarik dengan mimpi anak laki-lakinya. Apalagi, hal yang paling penting sekarang adalah kakeknya yang hilang.

"Mimpi apa, Nak?" desak Lili sambil mencengkram lengan Arlan.

"Jatuh dari jurang," Arlan menjawab ngawur.

Lili menghela nafas panjang. Dia melepas genggaman tangannya. "Kalau begitu, tidur lagi saja, Nak. Mama akan mencari kakekmu sebentar lagi," kata Lili.

"Aku bisa bantu cari Kakek," tawar Arlan.

Lili menggeleng pelan. Ekspresi Lili terlihat tenang. Tidak tahu kenapa, Arlan menangkap ekspresi ibunya sebagai pertanda bahwa mereka tidak akan menemukan kakeknya apapun usaha mereka. "Kamu tidur saja," ulang Lili.

Arlan yang masih bingung dengan apa yang terjadi, menurut saja apa yang Lili katakan. Toh dia tidak bisa berbuat banyak. Arlan duduk kembali di atas tempat tidurnya. Jam masih menunjukkan pukul empat pagi.

"Mimpi yang sama, jam yang sama," gumamnya.

Mulai kemarin malam, Arlan mendapatkan mimpi buruk. Mimpi itu merusak jam tidurnya. Kemarin, Arlan hanya menganggap mimpi buruk itu adalah mimpi biasa. Tapi, pagi ini, ketika dia terbangun dengan mimpi yang sama, Arlan tahu ada yang salah dengan dirinya.

Arlan memejamkan mata. Bayangan wanita itu kembali terlintas. Kengerian yang makhluk itu timbulkan, masih dapat Arlan rasakan.

Tiba-tiba dia teringat Manda. Perempuan yang mampu melihat mimpinya dan mempunyai kemampuan khusus. "Gue harus ketemu dia lagi," Arlan bertekad.

Tentu saja pagi itu Arlan tidak kembali tidur. Dia tidak bisa terlelap meski sudah memejamkan mata lebih dari satu jam. Kepalanya dipenuhi bayangan wanita di mimpinya, kakeknya yang menghilang, dan Manda.

Beberapa kali, Arlan mendengar ibunya bicara di telepon dengan seseorang, namun Arlan tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Mungkin ibunya menghubungi beberapa orang untuk turut serta mencari kakeknya. Orangtuanya memang mempunyai kekuasaan. Pantas saja Lili tidak melibatkan Arlan dalam masalah ini. Arlan juga beranggapan kalau kakeknya pasti akan kembali. Ke mana lagi kakeknya itu bisa pergi di usianya yang sudah senja?

Pukul enam lebih tiga puluh menit, Arlan menyerah untuk mencoba tidur kembali. Dia bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, berharap Manda adalah tipe siswa yang datang pagi, jadi mereka bisa bertemu secepat mungkin.

Ketika turun ke ruang makan, tidak ada siapapun di sana. Aroma roti bakar memenuhi ruangan. Seperti biasa, Lili menyiapkan roti bakar sebagai sarapan. Bi Enja, si pengurus rumah, baru akan datang sekitar pukul sembilan pagi.

Arlan mengoleskan selai coklat ke atas roti bakar. Sebenarnya, dia tidak merasa lapar karena masih dibayangi oleh mimpi buruk semalam. Tapi, jika dia berangkat dalam keadaan perut kosong, selama jam pelajaran pertama hingga ketiga, dia tidak akan bisa menahan kantuknya. Jadi, Arlan melahap roti bakar di tangannya sebisa mungkin.

Arlan menghidupkan televisi yang bertengger manis di atas kulkas untuk menghidupkan suasana sepi di dalam rumah. Sambil mengunyah roti di mulutnya, Arlan mencari berita pagi itu. Lima menit pertama, semua berjalan baik-baik saja. Menit berikutnya, televisi itu tiba-tiba mengeluarkan garis-garis putih, seperti kehilangan sinyal untuk beberapa saat.

BUM!

Suara debam yang sangat keras tiba-tiba saja memenuhi seluruh isi rumah. Arlan terdiam. Dia tidak bisa bergerak saking kagetnya. Arlan mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru. Asal suara itu tidak jelas, dan tidak ada yang terjadi pada rumahnya. Tidak ada getaran, ataupun tanda-tanda bahwa rumahnya akan roboh.

Arlan bangkit dan bergegas ke luar rumah. Dia memperhatikan  rumahnya dengan seksama. Tidak ada yang berubah. Bahkan, untuk pagi yang cerah itu, suasana lumayan sepi. Suara debam keras beberapa detik lalu, tidak menimbulkan kehebohan apapun.

"Ada yang aneh," gumam Arlan.

***

Terpopuler

Comments

wulanzahira

wulanzahira

ibuny arlan mencurigakan🤔

2023-03-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!